LAHAN HUTAN
A. Landasan lahan hutan
Pengertian hutan menurut UU NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PERUSAKAN HUTAN, Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam komunitas alam lingkungannya yang tidak dapat dipisahkan antara yang satu dan yang lainnya.
Dengan pengertian hutan di atas sama halnya dengan yang lain (objek pemanfaatan alam) penuh dengan tindakan yang merugikan, misalnya saja dalam hal illegal logging, pembakaran lahan secara disengaja, alih fungsi hutan, penambangan di wilayah hutan dll. Dalam UUD 1945 pasal 33 ayat 3 menyebutkan ; Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Maka untuk melindungi hal-hal yang dapat merugikan lahan hutan, baik lingkungan maupun hal-hal yang menyangkut ruang lingkup hutan maka di aturlah UU tersebut, yaitu UU NO 18 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PERUSAKAN HUTAN.
Dalam UU tersebudi jelaskan dalam Asas, Tujuan, Dan Ruang Lingkup:
Pasal 2
Pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan berasaskan:
a. keadilan dan kepastian hukum;
b. keberlanjutan;
c. tanggung jawab negara;
d. partisipasi masyarakat;
e. tanggung gugat;
f. prioritas; dan
g. keterpaduan dan koordinasi.
Pasal 3
Pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan bertujuan:
a. menjamin kepastian hukum dan memberikan efek jera bagi pelaku perusakan hutan;
b. menjamin keberadaan hutan secara berkelanjutan dengan tetap menjaga kelestarian dan tidak merusak lingkungan serta ekosistem sekitarnya;
c. mengoptimalkan pengelolaan dan pemanfaatan hasil hutan dengan memperhatikan keseimbangan fungsi hutan guna terwujudnya masyarakat sejahtera; dan
d. meningkatnya kemampuan dan koordinasi aparat penegak hukum dan pihak-pihak terkait dalam menangani pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan.
Pasal 4
Ruang lingkup pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan meliputi:
a. pencegahan perusakan hutan;
b. pemberantasan perusakan hutan;
c. kelembagaan;
d. peran serta masyarakat;
e. kerja sama internasional;
f. pelindungan saksi, pelapor, dan informan;
g. pembiayaan; dan
h. sanksi.
B. Prosedur penyelesaian kasus Lahan Hutan
Dalam kasus ini (lahan hutan) masyarakat bisa saja diwakili oleh pemerintah dalam hal meliindungi hak-hak lingkungan sebagaimana UUD 11945 pasal 33 ayat 3 dikarenakan lingkungan hutan yang rusak oleh aktivitas yang illegal . Misalnya dalam kebakaran asap di Riau dan sekitarnya yang merugikan atas rakyat yang disebabkan oleh pembakaran hutan illegal. Hal ini menurunkan kualitas hidup seseorang karena seringnya menghirup udara yang mengandung karbondioksida tinggi (kabut asap).
Dalam penggugataan terhadap oknum koorperasi yang melakukan tindak pembakaran hutan illegal, pemerintah atas nama rakyat yang menjadi korban asap bisa melakukan hak warga Negara. Jadi pemerintah mewakili hak gugat itu. Jalan yang ditempuh bisa menggunakan class action, sesuai dengan pengertiannya, hal yang perlu dicatat dalam kasus ini yaitu tidak efektifnya gugatan jika di lakukan sendiri-sendiri.
Dalam kasus kebakaran hutan hal yang paling dirasakan adalah udara yang tidak sehat yang dapat merusak jaringan pernafasan, jelas semua penduduk di Riau disekitarnya terkena imbas dari pembakaran lahan tersebut. Aka dapat disimpulkan pemerintah dapat mewakili hak gugat rakyat terhadap koorperasi yang illegal dalam melkaukan pemakaran hutan.
C. Kritik dan saran
Kasus pembakaran lahan hutan sejatinya menjadi issue yang sudah lama di Negara kita. Hapir setiap tahun di musim kemarau kebakaran hutan terjadi baik di sHapir setiap tahun di musim kemarau kebakaran hutan terjadi baik di sengaja maupun tidak disengaja, baik illegal maupun legal. Akan tetapi setiap penanganannya sulit di laksanakan oleh pemerintah Negara, paling banter hanya mereka LSM maupun organisasi yang pro dengan lingkungan.
Pada hakikatnya pemerintah dengan landasan melindungi kesejahteraan rakyat dapat menuntut pihak-pihak yang bermain-main atas pembakaran hutan yang illegal, hal ini sesuai prinsi dasar Negara yaitu “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Akan tetapi entah karena tidak menghiraukan atau bahkan lebih-lebih “bermain” dengan koorperasi yang membutuhkan lahan guna kepentingannya sendiri.
Saran kepada pemerintah akan kerusakan lahan hutan maupun lingkungan hidup tetap menjaga kewibawaan dan cepat serta tanggap dalam menagani kasus-kasus tersebut, entah itu dari Kementrian Kehutanan, WALHI, maupun pejabat yang bertanggung jawab atas semua lingkungan di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pasal 2
Pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan berasaskan:
a. keadilan dan kepastian hukum;
b. keberlanjutan;
c. tanggung jawab negara;
d. partisipasi masyarakat;
e. tanggung gugat;
f. prioritas; dan
g. keterpaduan dan koordinasi.
Pasal 3
Pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan bertujuan:
a. menjamin kepastian hukum dan memberikan efek jera bagi pelaku perusakan hutan;
b. menjamin keberadaan hutan secara berkelanjutan dengan tetap menjaga kelestarian dan tidak merusak lingkungan serta ekosistem sekitarnya;
c. mengoptimalkan pengelolaan dan pemanfaatan hasil hutan dengan memperhatikan keseimbangan fungsi hutan guna terwujudnya masyarakat sejahtera; dan
d. meningkatnya kemampuan dan koordinasi aparat penegak hukum dan pihak-pihak terkait dalam menangani pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan.
Pasal 4
Ruang lingkup pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan meliputi:
a. pencegahan perusakan hutan;
b. pemberantasan perusakan hutan;
c. kelembagaan;
d. peran serta masyarakat;
e. kerja sama internasional;
f. pelindungan saksi, pelapor, dan informan;
g. pembiayaan; dan
h. sanksi.
B. Prosedur penyelesaian kasus Lahan Hutan
Dalam kasus ini (lahan hutan) masyarakat bisa saja diwakili oleh pemerintah dalam hal meliindungi hak-hak lingkungan sebagaimana UUD 11945 pasal 33 ayat 3 dikarenakan lingkungan hutan yang rusak oleh aktivitas yang illegal . Misalnya dalam kebakaran asap di Riau dan sekitarnya yang merugikan atas rakyat yang disebabkan oleh pembakaran hutan illegal. Hal ini menurunkan kualitas hidup seseorang karena seringnya menghirup udara yang mengandung karbondioksida tinggi (kabut asap).
Dalam penggugataan terhadap oknum koorperasi yang melakukan tindak pembakaran hutan illegal, pemerintah atas nama rakyat yang menjadi korban asap bisa melakukan hak warga Negara. Jadi pemerintah mewakili hak gugat itu. Jalan yang ditempuh bisa menggunakan class action, sesuai dengan pengertiannya, hal yang perlu dicatat dalam kasus ini yaitu tidak efektifnya gugatan jika di lakukan sendiri-sendiri.
Dalam kasus kebakaran hutan hal yang paling dirasakan adalah udara yang tidak sehat yang dapat merusak jaringan pernafasan, jelas semua penduduk di Riau disekitarnya terkena imbas dari pembakaran lahan tersebut. Aka dapat disimpulkan pemerintah dapat mewakili hak gugat rakyat terhadap koorperasi yang illegal dalam melkaukan pemakaran hutan.
C. Kritik dan saran
Kasus pembakaran lahan hutan sejatinya menjadi issue yang sudah lama di Negara kita. Hapir setiap tahun di musim kemarau kebakaran hutan terjadi baik di sHapir setiap tahun di musim kemarau kebakaran hutan terjadi baik di sengaja maupun tidak disengaja, baik illegal maupun legal. Akan tetapi setiap penanganannya sulit di laksanakan oleh pemerintah Negara, paling banter hanya mereka LSM maupun organisasi yang pro dengan lingkungan.
Pada hakikatnya pemerintah dengan landasan melindungi kesejahteraan rakyat dapat menuntut pihak-pihak yang bermain-main atas pembakaran hutan yang illegal, hal ini sesuai prinsi dasar Negara yaitu “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Akan tetapi entah karena tidak menghiraukan atau bahkan lebih-lebih “bermain” dengan koorperasi yang membutuhkan lahan guna kepentingannya sendiri.
Saran kepada pemerintah akan kerusakan lahan hutan maupun lingkungan hidup tetap menjaga kewibawaan dan cepat serta tanggap dalam menagani kasus-kasus tersebut, entah itu dari Kementrian Kehutanan, WALHI, maupun pejabat yang bertanggung jawab atas semua lingkungan di Negara Kesatuan Republik Indonesia.