This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Saturday, April 16, 2016

DEFINISI RIBA'


Definisi Riba
Arti kata riba adalah ziyadah ‘tambahan’; adakalanya tambahan itu berasal dari dirinya sendiri, seperti firman Allah swt:
(ihtazzat wa rabat) “maka hiduplah bumi itu dan suburlah.” (QS Al-Hajj: 5).
Dan, adakalanya lagi tambahan itu berasal dari luar berupa imbalan, seperti satu dirham ditukar dengan dua dirham.

2.      Dasar hukum
a.       Surat Ali Imron, ayat 30:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.
b.      SuratAr-Rum, ayat 39:
Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah.
3.      Alasan riba haram
Imam ar-Razi dalam tafsir Qurannya sebagai berikut:
a.       Riba adalah suatu perbuatan mengambil harta kawannya tanpa ganti.
b.      Bahwa kehormatan harta manusia, sama dengan kehormatan darahnya.” Oleh karena itu mengambil harta kawannya tanpa ganti, sudah pasti haramnya.
c.       Bergantung kepada riba dapat menghalangi manusia dari kesibukan bekerja. (Tidak diragukan lagi, bahwa hikmah ini pasti dapat diterima, dipandang dari segi perekonomian).
d.      Riba akan menyebabkan terputusnya sikap yang baik (ma'ruf) antara sesama manusia dalam bidang pinjam-meminjam. (Ini suatu alasan yang dapat diterima, dipandang dari segi etika).
e.        Pada umumnya pemberi piutang adalah orang yang kaya, sedang peminjam adalah orang yang tidak mampu, maka pendapat yang membolehkan riba, berarti memberikan jalan kepada orang kaya untuk mengambil harta orang miskin yang lemah sebagai tambahan. (Ini ditinjau dari segi sosial).
f.        Dalam riba terdapat unsur pemerasan terhadap orang yang lemah demi kepentingan orang kuat (exploitasion de l’home par l’hom) dengan suatu kesimpulan: yang kaya bertambah kaya, sedang yang miskin tetap miskin.
4.      Sejarah pengharaman riba
فَبِظُلْمٍ مِنَ الَّذِينَ هَادُوا حَرَّمْنَا عَلَيْهِمْ طَيِّبَاتٍ أُحِلَّتْ لَهُمْ وَبِصَدِّهِمْ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ كَثِيرًا (160) وَأَخْذِهِمُ الرِّبَا وَقَدْ نُهُوا عَنْهُ وَأَكْلِهِمْ أَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ وَأَعْتَدْنَا لِلْكَافِرِينَ مِنْهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا  (النساء : 160 ،161 )
“Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, kami haramkan atas (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah, Dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta benda orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih.”

Sesungguhnya Nabi saw melarang menjual kurma basah dengan tamar hanyalah karena kurma basah kalau kering pasti menyusut.
Dari Sa’ad bin Abi Waqqash ra bahwa Nabi saw pernah ditanya perihal menjual kurma basah dengan tamar. Maka Beliau (balik) bertanya, “Apakah kurma basah itu menyusut apabila telah kering?” Jawab para sahabat,“Ya, menyusut.” Maka Beliaupun melarangnya.[1]Tidak sah jual beli barang ribawi dengan yang sejenisnya sementara keduanya atau salah satunya mengandung unsur lain.
Dari Fadhalah bin Ubaid ia berkata: “Pada waktu perang Khaibar aku pernah membeli sebuah kalung seharga dua belas Dinar sedang dalam perhiasan itu ada emas dan permata, kemudian aku pisahkan, lalu kudapatkan padanya lebih dari dua belas Dinar, kemudian hal itu kusampaikan kepada Nabi saw, maka Beliau bersabda, ‘Kalung itu tidak boleh dijual hingga dipisahkan.”[2]
5.      Pengertian bunga bank
 Bunga bank merupakan balas jasa yang diberikan oleh bank berdasarkan prinsip konvensional kepada nasabah yang membeli atau menjual sebuah produknya. Selain hal tersebut bunga juga dapat diartikan harga yang harus dibayar kepada seorang nasabah yang memiliki sebuah simpanan dengan jharus dibayar oleh nasabah bank yaitu nasabah yang memperoleh pinjaman.
6.      Hukum bunga bank
Bunga bank ini termasuk riba, sehingga bunga bank juga diharamkan dalam ajaran Islam. Bedanya riba dengan bunga/rente (bank) yakni riba adalah untuk pinjaman yang bersifat konsumtif, sedangkan bunga/rente (bank) adalah untuk pinjaman yang bersifat produktif. Namun demikian, pada hakikatnya baik riba, bunga/rente atau semacamnya sama saja prakteknya, dan juga memberatkan bagi peminjam.
Pendapat Ulama Mengenai Buna Bank
No
Pendapat Ulama
Hukum
Alasan

Jumhur (mayoritas/kebanyakan) Ulama’
Haram
Sama  dengan riba, segala keuntungan atas berbagai macam pinjaman semua merupakan praktek riba yang diharamkan termasuk bunga bank

Abu zahrah, Abu ‘ala al-Maududi Abdullah al-‘Arabi dan Yusuf Qardhawi
Haram
Bunga bank itu termasuk riba nasiah yang dilarang oleh Islam

Dr. Sayid Thantawi
Dr. Ibrahim Abdullah an-Nashir
Boleh
Perkataan yang benar bahwa tidak mungkin ada kekuatan Islam tanpa ditopang dengan kekuatan perekonomian, dan tidak ada kekuatan perekonomian tanpa ditopang perbankan, sedangkan tidak ada perbankan tanpa riba

rapat komisi VI dalam Musyawarah Nasional (Munas) ke-27 Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah di Universitas Muhammadiyah Malang
Haram
Bunga perbankan termasuk riba sehingga diharamkan.

A. Hasan, pendiri dan pemimpin Pesantren Bangil (Persis)
Tidak Haram
Bunga bank seperti di negara kita ini bukan riba yang diharamkan, karena tidak bersifat ganda sebagaimana yang dinyatakan dalam surat Ali Imran ayat 130.

Musyawarah nasional alim ulama NU pada 1992 di Lampung
Tafshil
Boleh ketika dalam keadaan darurat

Al-Syirbashi
Tafshil
Bahwa bunga bank yang diperoleh seseorang yang menyimpan uang di bank termasuk jenis riba, baik sedikit maupun banyak. Namun yang terpaksa, maka agama itu membolehkan meminjam uang di bank itu dengan bunga.



[1] (Shahih: Irwa-ul Ghalil no: 1352, ‘Aunul Ma’bud IX: 211 no: 3343, Ibnu Majah II: 761 no: 2264, Nasa’i VII: 269 dan Tirmidzi II: 348 no: 1243).
[2] (Shahih: Irwa-ul Ghalil no: 1356, Muslim III: 1213 no: 90 dan 1591, Tirmidzi II: 363 no: 1273, ‘Aunul Ma’bud IX: 202 no: 3336 dan Nasa’i VII: 279).

TUGAS YURISPUDENSI: MAHKAMAH AGUNG VONIS NAZARUDDIN 7 TAHUN PENJARA

TUGAS YURISPUDENSI
MAHKAMAH AGUNG VONIS NAZARUDDIN 7 TAHUN PENJARA
 
Mahkamah Agung memperberat vonis terpidana kasus suap wisma atlet Palembang, M.Nazaruddin menjadi tujuh tahun penjara.
`    Mahkamah Agung (MA) menolak kasasi terdakwa kasus dugaan korupsi pembangunan Wisma Atlet Palembang, M.Nazaruddin. Putusan ini juga mengabulkan permohonan kasasi yang diajukan Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPUKPK).

Kepala biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung, Ridwan Mansyur di Jakarta Rabu (23/1) menjelaskan putusan MA ini memperberat hukuman Nazaruddin yang dijatuhkan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, yaitu empat tahun 10 bulan penjara menjadi tujuh tahun penjara. Selain itu, dalam putusannya, MA juga memberikan hukuman denda Rp 300 juta kepada Nazaruddin.

"Mengadili, menolak permohonan kasasi dari pemohon kasasi 2 Muhamad Nazaruddin. Mengabulkan permohonan dari pemohon kasasi 1 jaksa pada Komisi Pemberantasan Korupsi. Membatalkan putusan pengadilan tindak pidana korupsi pada Pengadilan Tinggi Jakarta no 31/PIT/TPK/2012-PT DKI TANGGAL 8 Agustus 2012, yang telah menguatkan putusan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tanggal 20 april 2012. Mengadili sendiri, menyatakan terdakwa Muhamad Nazaruddin terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi. Menghukum terdakwa pidana penjara tujuh tahun dan denda Rp 300 juta," Ridwan Mansyur.

Ridwan Mansyur menambahkan, dalam putusan kasasi itu juga menjelaskan, apabila denda Rp 300 juta tidak dibayar, dapat diganti pidana penjara selama enam bulan. Putusan kasasi itu menurut Ridwan, diambil pada Selasa (22/1), dengan Majelis Hakim kasasi yang diketuai Hakim Agung Artidjo Alkostar dengan dua anggota majelis, yakni Hakim Agung Mohammad Askin dan Hakim Agung MS Lumme.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku menerima putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) terkait kasus suap pembangunan Wisma Atlet SEA Games dengan terdakwa Muhammad Nazaruddin. Ketua KPK Abraham Samad kepada VOA berharap vonis terhadap terdakwa kasus korupsi seharusnya bisa diperberat supaya ada efek jera terhadap koruptor.

"Ya sebenarnya KPK sebagai institusi penegak hukum, kita berharap vonis-vonis bukan hanya untuk Nazaruddin, tapi semua vonis-vonis kasus korupsi itu harusnya bisa dilihat dalam kerangka lebih mengakomodir rasa keadilan masyarakat. Artinya bahwa kasus-kasus korupsi itu harusnya vonisnya diperberat. Supaya ada efek jera yang diberikan bagi para koruptor," Abraham Samad.

Abraham Samad menambahkan, KPK terus membangun komunikasi dengan Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial agar ada kesepahaman dalam melihat kasus korupsi dalam konteks yang lebih luas.

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada 20 April 2012 menjatuhkan pidana empat tahun sepuluh bulan penjara dan denda Rp. 200 juta kepada Nazaruddin. Vonis tersebut lebih ringan dibandingkan tuntutan jaksa yang menuntut Nazaruddin dengan pidana penjara selama tujuh tahun. Di persidangan, mantan bendahara umum partai Demokrat itu terbukti menerima suap Rp 4,6 miliar. Nazar juga dinilai memiliki andil membuat PT DGI menang lelang proyek senilai Rp. 191 miliar di Kementerian Pemuda dan Olahraga.

HUKUM PIDANA: KASUS UNGGUL NICANOR SIAHAAN: PEMUKULAN TERHADAP ISTERI DIHUKUM 2 TAHUN.

KASUS UNGGUL NICANOR SIAHAAN: PEMUKULAN TERHADAP ISTERI DIHUKUM 2   TAHUN.

Terhadap terdakwa dengan cara menggigit sebelah kiri dan memukul pakai alu, namun terdakwa tidak membuat pengaduan, sehingga kini masih berbekas di tangan terdakwa. Tindakan saksi korban itu tidak terungkap di Pengadilan Negeri Medan, sehingga terdapat adanya manipulasi fakta. Putusan Pengadilan Tinggi Medan tidak sesuai dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum yang hanya menuntut hukuman 2 (dua) tahun penjara, sehingga putusan tersebut dianggap tanpa pertimbangan dan dasar hukum yang jelas. Selain itu, terdakwa keberatan dengan pertimbangan Hakim Pengadilan Tinggi, karena terdakwa melakukan tindak  pidana yang merendahkan wanita tidak dikuatkan dengan bukti-bukti dan saksi-saksi, sehingga haruslah ditolak.
Mahkamah Agung berpendapat bahwa permohonan kasasi yang diajukan pemohon terdapat cukup alasan untuk dikabulkan, sehingga putusan Pengadilan Tinggi Medan harus dibatalkan. Dengan menguatkan putusan Pengadilan Negeri Medan yang dianggap sudah tepat, dan  pertimbangannya diambil alih oleh Mahkamah Agung, dan dengan mengadili sendiri Mahkamah Agung mengabulkan permohonan kasasi pemohon kasasi/terdakwa dan membatalkan putusan Pengadilan Tinggi, dengan menyatakan terdakwa Unggul Vicanor Siahaan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana penganiayaan terhadap isterinya, dan menjatuhkan  pidana penjara selama 2 (dua) tahun.
Analisis Putusan Hakim
     Perbuatan kekerasan fisik terhadap isteri yang menyebabkan saksi korban menderita kesakitan, karena pelipis, mata, dan lengan sebelah kiri bengkak, oleh Jaksa Penuntut Umum terdakwa didakwa melakukan tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga sebagaimana diatur dalam Pasal 44 ayat (1) UU No.23 tahun 2004, dan menuntut hukuman 2 (dua) tahun penjara. Putusan Pengadilan Negeri Medan menjatuhkan pidana dua tahun penjara kepada terdakwa karena terbukti melakukan ” tindak pidana penganiayaan ”. Putusan tersebut dibatalkan oleh Pengadilan Tinggi Medan, dan menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana ”perbuatan dengan kekerasan terhadap keluarganya”, dan oleh karena itu menghukum terdakwa dengan pidana penjara selama 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan.
Hukuman tersebut diperberat oleh Pengadilan Tinggi Medan, dengan pertimbangan  bahwa penjatuhan pidana terhadap terdakwa dirasa terlalu ringan dan tidak setimpal dengan  perbuatannya. Selain itu terdakwa terlalu merendahkan martabat perempuan, yang seharusnya sebagai suami dapat menjaga dan mengangkat derajat dan martabat seorang perempuan selaku isterinya. Mahkamah Agung membatalkan putusan Pengadilan Tinggi dan menguatkan putusan Pengadilan Negeri, sehingga terdakwa dihukum dengan pidana penjara selama 2 (dua) tahun.

Ini juga berarti hakim tidak menerapkan pasal tindak pidana KDRT yang didakwakan Jaksa melainkan menerapkan pasal tindak pidana penganiayaan yang diatur dalam KUHP. Putusan Pengadilan Tinggi Medan yang menjatuhkan pidana penjara dua tahun enam bulan karena terbukti melakukan ”perbuatan dengan kekerasan terhadap keluarganya” seperti dimaksud dalam  pidana KDRT (meskipun tidak menggunakan kalimat ”kekerasan fisik), dibatalkan oleh Mahkamah Agung, karena terdakwa lebih tepat dijatuhkan hukuman karena melakukan ”tindak pidana penganiayaan” seperti yang diputus oleh Pengadilan Negeri Medan. Sekali lagi hakim mengabaikan pidana KDRT.
Tindak pidana penganiayaan (mishandeling) yang diatur dalam Pasal 351 s/d Pasal pada intinya adalah perbuatan yang dengan sengaja dilakukan untuk menimbulkan rasa sakit (pijn) atau luka ( letsel ) atau sengaja mengakibatkan kerugian pada kesehatan orang lain (opzettelijk benadeling van de gezondheid van een ander.
Dengan memperhatikan sejarah lahirnya, sistimatika dan substansi UU 23/2004 terdapat kesan  bahwa pembentukan undang-undang tersebut adalah dengan maksud untuk mengembangkan konsepsi hukum pidana tentang tindak pidana penganiayaan. Hal itu dengan alasan bahwa pidana  penganiayaan terlalu sempit sehingga tidak dapat menjaring berbagai bentuk penganiayaan lain yang banyak muncul dalam kehidupan sehari-hari, oleh karena itu perlu ada tindak pidana baru yang lebih luas, khususnya di dalam rumah tangga, yang diatur dengan undang-undang sendiri (di luar KUHP) yang disebut”kekerasan dalam rumah tangga”.
Pengembangan konsepsi ”penganiayaan” menjadi ”kekerasan dalam rumah tangga” menyebabkan perluasan makna dan diversifikasi penganiayaan, sehingga  – menurut UU-KDRT- mencakup: kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual, dan penelantaran rumah tangga.Jika diperhatikan dengan cermat mungkin sulit membedakan antara kekerasan psikis (psychological violence) dengan ancaman kekerasan seperti yang dipahami dalam hukum  pidana. Demikian pula bagi para penegak hukum mungkin sulit memahami konsepsi pidana ”penelantaran rumah tangga” karena unsur delik ”ketergantungan ekonomi” yang disebut dalam Pasal 9 ayat (2) bersifat kualitatif, sehingga hakim pidana mungkin kembali akan menerapkan konsep pidana penganiayaan.
Dari kasus ini terlihat bahwa hakim lebih mudah menerapkan pidana penganiayaan, dibandingkan dengan pidana KDRT, meskipun tuntutan jaksa penuntut umum mendakwa terdakwa dengan pidana KDRT.
Selain itu UU 23/2004, baik judul maupun sebagian substansinya mencerminkan upaya menjabarkan UU Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita (Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Woman), khususnya Article 2 sehingga tidak hanya berlaku bagi kekerasan terhadap wanita melainkan segala macam bentuk kekerasan dalam rumah tangga.

PENUTUP
Hakim berdasarkan Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman memiliki otoritas untuk menafsirkan undang-undang terhadap kasus yang diperiksanya. Undang-undang yang merupakan produk legislasi berdasarkan ”persetujuan bersama” Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden memuat norma umum, yang apabila terjadi sengketa antar para pihak atau pelanggaran terhadap norma tersebut, maka hakim yang berperan memberikan makna teknis yang terkandung dalam kalimat normatif (technical meaning of statutory words), yang sesuai dengan fakta dan situasi yang dihadapkan kepadanya.
Dari kasus diatas, terdapat kesan yang cukup kuat kurangnya alasan yang diuraikan oleh hakim agung untuk menolak atau mengabulkan memori kasasi yang diajukan Jaksa Penuntut Umum,  padahal uraian tersebut dangan diperlukan untuk menilai kualitas putusan hakim dalam rangka  pengembangan hukum nasional melalui penerapan hukum di pengadilan (judge mode law).

Dari kelima macam putusan Mahkamah Agung terhadap tindak pidana yang dapat dikategorikan sebagai ”perbuatan KDRT”, ternyata tidak ada yang divonis hakim dengan menggunakan UU 23/2004, melainkan dengan KUHP. Sebagai alasan pembenaran terhadap hal itu, mungkin kita dapat mengatakan bahwa UU-KDRT relatif masih baru, sehingga dunia peradilan kita belum dapat menelaah dan memahami sepenuhnya konsepsi pemidanaan KDRT. Namun patut pula untuk dievaluasi kemungkinan jaksa dan hakim melihat uraian delik dalam KDRT terlalu sederhana atau tidak jelas, sehingga belum dapat dibedakan dengan jelas antara kekerasan fisik dengan penganiayaan, antara cabul dengan kekerasan seksual dan seterusnya.
Pasal 44 ayat (1): ”Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkuprumah tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp. 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah).”

Pasal 356 KUHP: ”Pidana yang ditentukan dalam Pasal 351, 353, 354, dan 355 dapat ditambah sepertiga: 1. bagi yang melakukan kejahatan itu terhadap ibunya, bapaknya yang sah, isterinya, atau anaknya. 2. jika kejahatan itu dilakukan terhadap seorang pejabat ketika atau karena menjalankan tugasnya yang sah. 3. jika kejahatan itu dilakukan dengan memberikan bahan yang berbahaya bagi nyawa atau kesehatan untuk dimakan atau diminum.” Bab XX tentang Penganiayaan terdiri dari Pasal 351 s/d Pasal 358.


HUKUM PIDANA: Kasasi atas Vonis Bebas

HUKUM PIDANA

Kasasi atas Vonis Bebas, Yurisprudensi yang Menerobos KUHAP
Pihak yang pertama kali menerobos pasal 244 KUHAP justru eksekutif, dalam hal ini Menteri Kehakiman. Menteri mengeluarkan pedoman KUHAP yang dalam lampirannya menyebut kasasi atas vonis bebas dapat diajukan demi hukum, keadilan dan kebenaran.

Rombongan pengacara dipimpin Mahendradatta menyambangi Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Kamis, 15 Januari lalu. Anggota tim penasihat hukum Muchdi Purwoprandjono itu rencananya hendak bertemu Zahrul Rabain, Ketua Pengadilan. Tuan rumah sedang tak di tempat, sehingga rombongan pengacara tadi hanya diterima Panitera Pengadilan, Lilies Djuaningsih.

Maksud kedatangan rombongan tersebut jelas. Menurut Mahendradatta, mereka ingin meminta Ketua Pengadilan tak meneruskan kasasi yang diajukan jaksa. Kalau upaya hukum tetap dilakukan, sama saja pengadilan menabrak undang-undang yang rumusannya sudah jelas. Kami minta ketua pengadilan tidak mengirimkan berkas kasasi JPU, tandasnya.

Wet yang ditabrak tak lain adalah pasal 244 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Pasal ini merumuskan bahwa terhadap putusan bebas tidak dapat diajukan kasasi. Logikanya, pihak yang mengajukan kasasi jika terdakwa dibebaskan adalah penuntut umum. Rumusan pasal 244 sangat jelas. Sehingga, menurut Mahendratta, tidak ada alasan bagi PN Jakarta Selatan untuk meneruskan berkas permohonan kasasi dari JPU. Kalaupun diteruskan, terlebih dahulu ada pendapat hukum dari Mahkamah Agung (MA).

Singkatnya, berdasarkan pasal 244 KUHAP, putusan hakim tingkat pertama yang membebaskan terdakwa dari segala dakwaan tidak bisa dikasasi ke Mahkamah Agung. Amar itu pula yang belum lama diputus majelis hakim PN Jakarta Selatan terhadap terdakwa Muchdi Purwoprandjono, terdakwa penganjur pembunuhan aktivis HAM, Munir. Menyatakan terdakwa H. Muchdi Purwoprandjono tidak terbukti secara sah dan meyakinkan  bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan kepadanya, tegas ketua majelis hakim, Suharto.

Muchdi bukan hanya dibebaskan dari segala dakwaan, tetapi juga harus segera dilepas dari tahanan. Memerintahkan agar terdakwa dibebaskan dari tahanan segera setelah putusan ini diucapkan, begitu antara lain amar yang dibuat majelis hakim Suharto, Achmad Yusak, dan Haswandi.

Vonis bebas itu sontak menuai kontroversi. Komite Aksi Solidaritas untuk Munir (Kasum), komite yang selama ini mengadvokasi kematian Munir, mengecam putusan majelis. Suciwati, isteri almarhum Munir, langsung tertundu lesu dan menitikkan air mata mendengar vonis bebas itu. Sebaliknya, terdakwa Muchdi tak bisa menutup kegembiraan. Seusai sidang, ia langsung mengucapkan syukur. Pendukungnya pun langsung berteriak hidup Muchdi, lalu menyanyikan lagu Indonesia Raya.

Lonceng perlawanan terhadap vonis itu datang dari Kejaksaan Agung. Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejaksaan, M. Jasman Panjaitan menyatakan penuntut umum mengajukan kasasi. Pernyataan Jasman disusul aksi Cirus Sinaga, penuntut umum perkara Muchdi, menandatangani akta kasasi di Kepaniteraan PN Jakarta Selatan tiga hari sebelum rombongan Mahendradatta datang.

Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Umum (Jampidum) Abdul Hakim Ritonga memastikan penuntut umum Cirus Sinaga sudah menyampaikan memori kasasi ke Kepaniteraan PN Jakarta Selatan, Jum'at (23/01) pagi. Jaksa memutuskan kasasi karena beberapa hal. Pertama, kata Ritonga, ada ketentuan hukum yang tidak dilaksanakan majelis sebagaimana mestinya. Kedua, ada proses peradilan yang tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya, atau hakim melampaui wewenang. Apakah alasan-alasan itu ditemukan dalam keputusan yang ada, menurut jaksanya dapat ditemukan, tegas Ritonga.

Ditambahkan Jasman Panjaitan, JPU akan mempersoalkan penerapan hukum. Kejaksaan menilai hakim salah menerapkan hukum. Meskipun tak menjelaskan detail kesalahan penerapan hukum dimaksud, tekad Kejaksaan untuk kasasi sudah bulat. Pasal 244 KUHAP bukan halangan yuridis karena --di mata Kejaksaan�vonis bebas Muchdi bukan bebas murni. Putusan PN Jakarta Selatan itu bukan bebas murni, ujarnya.

Bebas: Murni atau Tidak?
Kontroversi dan perdebatan hukum akhirnya bergeser pada isu ini: bebas murni atau bebas tidak murni. Dari enam poin amar majelis tak satu pun yang menyebut sifat vonis tersebut. Majelis hanya menyatakan membebaskan terdakwa dari semua dakwaan.

Pengamat hukum acara pidana, T. Nasrullah, juga memastikan istilah bebas murni dan bebas tidak murni tidak dikenal dalam KUHAP. Pasal 244 KUHAP pun hanya menggunakan kata �bebas'. KUHAP tidak mengenal putusan bebas murni atau tidak murni, ujarnya kepada hukumonline.

Lalu darimana jaksa mengartikan vonis bebas Muchdi adalah bukan bebas murni? Subjektivitas jaksa sangat berperan. JPU sering mengartikan sendiri suatu vonis bebas adalah bukan bebas murni tanpa argumentasi yang jelas dan kuat. Hanya sebagai tangga untuk mengajukan kasasi, kata Nasrullah.

Menurut Nasrullah, rezim bebas murni dan tidak bebas murni itu berasal dari yurisprudensi dan doktrin. Pada 15 Desember 1983, Mahkamah Agung mengeluarkan putusan No. 275 K/Pid/1983 (dikenal sebagai kasus Natalegawa). Inilah yurisprudensi pertama yang menerobos larangan kasasi atas vonis bebas. Dalam putusan perkara ini, MA menerima permohonan kasasi jaksa atas vonis bebas terdakwa Natalegawa yang dijatuhkan PN Jakarta Pusat. Pertimbangan MA: demi hukum, keadilan dan kebenaran maka terhadap putusan bebas dapat dimintakan pemeriksaan pada tingkat kasasi. Nanti, MA-lah yang memutuskan apakah suatu putusan bebas murni atau bebas tidak murni.

Namun, menurut mantan hakim agung M. Yahya Harahap, penerobosan pasal 244 KUHAP pertama kali datang bukan dari MA, melainkan dari Pemerintah (eksekutif). MA justeru menyambut positif kebijakan yang dikeluarkan Pemerintah kala itu. Dalam bukunya Pembahasan, Permasalahan dan Penerapan KUHAP (edisi kedua), Yahya Harahap menunjuk Surat Keputusan Menteri Kehakiman No. M.14-PW.07.03 Tahun 1983 tentang Tambahan Pedoman Pelaksanaan KUHAP. Keputusan ini dibarengi dengan lampiran. Pada angka 19 Lampiran tersebut terdapat penegasan berikut: (i) terhadap putusan bebas tidak dapat dimintakan banding; (ii) tetapi berdasarkan situasi dan kondisi, maka demi hukum, kebenaran dan keadilan, terhadap putusan bebas dapat dimintakan kasasi. Hal ini akan didasarkan pada yurisprudensi.

Sebagaimana diketahui, lima hari setelah SK Menteri Kehakiman itu keluar, MA menyambutnya dengan menerima permohonan kasasi JPU dalam perkara Natalegawa. Berdasarkan yurisprudensi itulah muncul istilah bebas murni dan bebas tidak murni. Suatu putusan ditafsirkan bebas murni jika kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa sama sekali tidak didukung alat bukti yang sah. Putusan bebas murni artinya sama sekali tidak terbukti tindak pidananya, jelas Nasrullah.

Sebaliknya, dijelaskan Yahya Harahap, suatu putusan dikatakan bebas tidak murni �lazim juga disebut pembebasan terselubung (verkapte vrispraak)�apabila suatu putusan bebas didasarkan pada penafsiran yang keliru terhadap sebutan tindak pidana dalam dakwaan. Bisa juga kalau dalam menjatuhkan putusan pengadilan terbukti melampui wewenangnya.

Satu hal yang jelas, penuntut umum sudah mengajukan kasasi. Kini, semua pihak menunggu MA bekerja sesuai dengan wewenangnya. Apakah argumentasi JPU cukup kuat, tentu saja MA yang akan menilai.

Tidak Dapat Diterima
Agar permohonannya diterima, mau tidak mau, Kejaksaan harus menguraikan secara jelas alasan-alasan permohonan kasasi. Menurut T. Nasrullah, memori kasasi thd putusan bebas tidak murni harus memuat: (i) jangka waktu menyatakan kasasi dan jangka waktu penyerahan memori kasasi; (ii) argumentasi tentang bebas tidak murni; dan alasan-alasan kasasi sebagaimana ditentukan KUHAP

Kalau argumentasi jaksa tidak kuat dan salah satu syarat permohonan kasasi tidak lengkap, menurut Nasrullah, permohonan jaksa tidak akan diterima. Ini pula yang mengkhawatirkan anggota tim penyusun revisi KUHAP itu. Penuntut umum biasanya tidak mampu menguraikan alasan kasasi terhadap putusan bebas tidak murni, ujarnya.

Bisa jadi kekhawatiran Nasrullah beralasan. Ada beberapa putusan MA yang menyatakan permohonan kasasi JPU atas vonis bebas tidak dapat diterima. Sebab, berdasarkan penilaian MA, selaku pemohon kasasi JPU tidak dapat membuktikan bahwa putusan PN merupakan pembebasan yang tidak murni. Dengan kata lain, pemohon kasasi tidak dapat mengajukan alasan-alasan yang dijadikan dasar pertimbangan tentang dimana letak sifat tidak murni dari suatu putusan bebas.

Pertimbangan seperti itu pernah dipakai MA ketika menolak kasasi jaksa dalam perkara Herizal bin Arsyad Nashyur (putusan no. 1871 K/Pid/2005). Singkatnya, Herizal didakwa melanggar UU Psikotropika. Jaksa menuntutnya enam bulan penjara atas tindak pidana �secara tidak sah tidak melaporkan adanya penyalahgunaan dan atau pemilikan psikotropika. Namun, dalam putusannya, PN Jambi menyatakan terdakwa Herizal tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana baik pada dakwaan pertama, kedua, atau ketiga. Karena itu, majelis hakim membebaskan terdakwa dari segala dakwaan.

JPU perkara ini mengajukan kasasi dengan dalih antara lain majelis hakim PN Jambi telah melakukan kekeliruan menerapkan hukum. Tetapi oleh MA, argumentasi JPU ditepis. Majelis hakim agung � Iskandar Kamil, Djoko Sarwoko, dan Moegihardjo-- menilai tidak ada argumentasi pemohon kasasi yang menguatkan bahwa putusan bebas dari PN Jambi adalah putusan bebas tidak murni.

Setahun setelah putusan perkara Herizal, MA kembali mengeluarkan sikap serupa. Dalam perkara terdakwa Henry Salim alias Asin (putusan No. 2016 K/Pid/2006) MA menyatakan permohonan kasasi JPU atas vonis bebas tidak dapat diterima. Jaksa mengajukan kasasi setelah PN Palembang membebaskan Henry Salim dari dakwaan melanggar UU No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika. JPU beralasan hakim salah menerapkan hukum pembuktian.

Tetapi, dalam putusan yang diucapkan pada 14 Februari 2007 silam, majelis hakim agung �Iskandar Kamil, Djoko Sarwoko, dan Bahauddin Qaudry�menilai JPU tidak dapat membuktikan putusan bebas judex facti merupakan pembebasan yang tidak murni. Sifat tidak murni dari putusan tidak digambarkan pemohon kasasi secara jelas melalui argumentasi. Selain itu, berdasarkan wewenang pengawasannya, MA juga tidak melihat hakim PN Palembang yang menjatuhkan putusan bebas telah melampaui wewenang mereka. Karena itu, kata majelis, permohonan kasasi harus dinyatakan tidak dapat diterima.

Kini, putusan Muchdi, menjadi satu lagi contoh dimana jaksa mengajukan kasasi atas vonis bebas yang dijatuhkan pengadilan tingkat pertama. Para pihak tentu saja harap-harap menunggu dengan perasaan campur aduk: bebas, dihukum, tidak dapat diterima, atau kemungkinan lain. Kuncinya kini ada di tangan MA.

METODOLOGI PENELITIAN: PROBLEMATIKA TENTANG ANAK ZINA DI KALANGAN MASYARAKAT PONOROGO

PROBLEMATIKA TENTANG ANAK ZINA DI KALANGAN MASYARAKAT PONOROGO

A.    Latar belakang
Tidak dipungkiri seiring perkembangan zaman kita banyak menemui kasus-kasus tentang masyarakat sosial suatu contoh pergaulan bebas dikalangan remaja serta kasus pernikahan yang banyak menimbulkan masalah antara lain perceraian.Dalam kurun waktu satu bulan saja banyak terjadi masalah dibeberapa wilayah khususnya di ponorogo,banyak terjadi masalah hamil diluar nikah diakibatkat muda mudi yang kurang pengawasan dari orang tua serta faktor pengenalan agama yang kurang dan didukung faktor komunikasi yang semakin canggih.
Mereka salah menggunakan informasi dengan semestinya, jika mana warnet dan seluler untuk mempermudah komunikasi malah digunakan untuk mempermudah muda-mudi bergaul mengarah ke kegiatan negatif antara lain pacaran dan berbuat zina .Menurut komisi anak dan perempuan kabupaten PONOROGO hampir setiap anak di usia 10-15 tahun mempunyai gadget seperti handpone dan alat komunikasi lainya. Sehingga tingkat kecenderungan untuk berbuat kearah positif lebih kecil ketimbang arah negatif.
Maka dari itu perlu dukungan dari orang tua untuk pengawasan serta linkungan harus mendukung untuk kegiatan positif setiap anak remaja kususnya diusia peralihan atau pubertas,supaya lebih terarah dalam kegiatan positifnya. Ada banyak cara agar anak bisa mengurangi kegiatan negatif dari setiap anak antara lain dengan mengalihkan perhatian mereka dengan kegiatan-kegiatan yang bisa menyibukan mereka antara lain olah raga,pendidikan agama serta penyaluran hobi si anak tersebut.maka dengan kesibukan anak akan lebih fokus kedalam apa yang mereka lakukan atau kerjakan peran orang tua disini memberi support dengan dukungan tidak menjegal keinginan si anak supaya anak tidak putus  asa dan mengalihkan kesibukan dirinya ke arah hal negatif.
Dalam hal ini lingkugan berperan besar juga dalam membentuk karakter anak. Karena lingkungan tempat tinggal serta tempat beraktifitas dan tempat pergaulan anak. Orang tua harus bisa mengawasi pergaulan anak agar tidak terlalu diumbar atau dibiarkan supaya tidak terpengaruh dunia luar. Karena dalam setiap kasus kenakalan remaja anak terbebebas dari pengawasan orang tua sehingga pengaruh-pemgaruh dari dunia luar lebih cepat masuk dan lebih cenderung anak cepat menangkap dan kurang memperhatikan evek jangka panjang untuk kelangsungan masa depan anak tersebut.
Apalagi sekarang PONOROGO banyak tempat yang menyediakan kebebasan bagi remaja-remaja untuk berbuat negatif seperti warnet dan tempat karaoke keluarga serta penginapan ditempat wisata.tempat seperti disinyalir banyak pihak dijadikan tempat paling asik serta aman untuk berbuat tidak selayaknya remaja lebih mengarah ke perbuatan orang dewasa,
Tidak dipungkiri lagi jika tempat-tempat ini harus pengawasan juga dari pemerintah serta orang tua juga lebih penting pula pengawasan terhadap sikap anak agar terhindar dari sikap penyimpangan pergaulan dan agar tidak menimbulkan status anak zina.
Perkataan anak zina  tidak kita jumpai dalam Al Qur’an ataupun dalam hadist. Tetapi hanya penamaan para Ulama aja sebagai anak di hasil persetubuhan diluar nikah atau yang sah.Cuma dimasyarakat aja atas penamaan anak zina karena presepsi dari masyarakat bahwa anak diluar nikah itu bukan anak resmi melainkan hasil hubungan gelap antara dua pasangan yang belum terikat perkawinan.
Demikian anak LI’AN ia adalah anak yang diingkari sebagai anaknya oleh suami dari ibu sianak ketika anak masih dalam kandungan si ibu. Persoalan seperti ini dapat saya rinci sebagai berikut:
Menurut pendapat Para Ulama Fiqih.

A.    IMAM MALIKI
Apabila ada seorang yang melakukan perkawinan dalam masa 6 bulan sudah melahirkan seorang anak,maka anak tersebut bukan dari hasil perkawinan tersebut. Maka Nasabahnya anak tidak dipertalikan kepada laki-laki yang menyebabkan perempuan itu mengandung.
Dalam kasus seperti ini anak bernasabah kepada ibunya. Demikian pula PENDAPAT IMAM SYAFI’I


B.    IMAM ABU HANIFAH
Bahwa anak yang dilahirkan tetap dipertalikan nasabnya kepada ayahnya ,maka anak tetap dirangkulan suaminya,berbeda dengan pendapat IMAM MALIKI serta IMAM SYAFI’I.
Masalah waris
Anaknya hanya berwaris kepada ibunya menurut IMAM MALIKI dan IMAM SYAFI’I dan tidak berwaris kepada ayahnya dikarenakan putusnya hubungan diantara keduanya.
Namun menurut IMAM HANAFI tetap bisa berwaris kepada ayahnya.
Kesimpulan:
 -Menurut imam IBNU HAMIZIN dan IBNU TAIMIYAH dari golongan HAMBALI,menganggap anak zina tetap berwaris kepada ayahnya selama ayahnya mengakui sebagai ayah dari anak tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
1.    Dr. Abdul Aini badran-Ahkamul Auladi fil islam.hlm, 235
2.    Syekh Muhammad Athiyah Shaqar-Al-fatwa.Masail Fiqhiyah. Hlm, 214
3.    Drs.Masyuq Zuhdi-masa’ilul Fiqhiyah.hlm, 233