Monday, April 11, 2016

HUKUM PERTANAHAN: SEJARAH PEMBENTUKAN UUPA

SEJARAH PEMBENTUKAN UUPA
                                                                              BAB I
                                                                    PENDAHULUAN
 
A.    Latar belakang
Kajian terhadap Hukum Agraria sudah banyak dilakukan oleh berbagai kalangan, baik dalam bentuk buku-buku referensi, jurnal ilmiah dan di dalam seminar-seminar serta simposium yang bertajuk Agraria. Tetapi kajian-kajian tersebut tidak begitu fokus mengkaji tentang sejarah hukum agraria, bagaimana lahirnya hukum agraria di Indonesia sampai terbentuknya Undang-undang Pokok Agraria tahun 1960. Bahkan wacana untuk mengamandemen Undang-undang Pokok Agraria, yang selanjutnya dalam makalah ini disebut UUPA, terus dilakukan guna menyesuaikan peraturan-peraturan di bidang ke-agraria-an yang sudah dianggap tidak mengakomodir perkembangan masyarakat. Ini membuktikan bahwa hukum – khususnya hukum agararia – terus berkembang seiring dengan perkembangan dan kebutuhan masayarakat, untuk itu diperlukan suatu kajian ilmiah tentang bagaimana rangkaian sejarah (hukum) hukum agraria Indonesia guna mengetahui setiap perkembangan yang terjadi di bidang agraria.
Substansi yang akan dibahas di dalam makalah singkat ini terfokus kepada sejarah hukum agraria sebagai salah satu bagian yang integral dari sistem hukum Indonesia yang memanikan peranan penting dalam upaya pembangunan masyarakat guna mewujudkan cita-cita dan tujuan Negara. Dalam kajian terhadap hukum agraria ini penulis melakukan kajian dari pendekatan sejarah. Hal ini penulis anggap penting karena perkembangan hukum agararia kedepan tidak akan terlepas dari proses dan pergelutan yang melatarbelakangi lahirnya hukum agraria ini.

B.    Rumusan Masalah:
1.    SEJARAH PEMBENTUKAN UUPA :
a.    Panitia Agraria Yogyakarta.
b.    Panitia Agraria Jakarta.
c.    Panitia Agraria Soewahjo.
d.    Panitia Agraria Soenario.
e.    Rancangan Sadjarwo.
f.    Dasar Pengaturan dan Pelaksanaan UUPA.

 
A.    SEJARAH PEMBENTUKAN UUPA

Dimulai pada tahun 1960, pemerintah menyadari sepenuhnya bahwa peraturan perundang-undangan dibidang Agraria yang dibuat oleh penjajah, baik Belanda maupun Inggris sangat tidak berpihak kepada rakyat Indonesia. Perhatian pemerintah terhadap pengaturan mengenai Agraria dimulai sejak tahun 1948 dengan dibentuknya panitia Agraria. Setelah 15 tahun indonesia merdeka barulah lahir undang undang no.5 tahun 1960 tentang peeraturan dasar pokok pokok agraria. Kelahiran undang undang no.5 tahun 1960 melalui suatu proses yang panjang, yaitu dimulai panitia yogyakarta (1948), panitia jakarta (1951), panitia soewahjo (1956), rancangan soenario (1958), dan akirnya rancangan soejarwo (1960). Untuk lebih jelasnya akan diuraikan sebagai berikut.

1.    PANITIA AGRARIA YOGYAKARTA

    Pada tahun 1948 sudah dimulai usaha kongkret untuk menyusun dasar – dasar hukum agraria yang baru, yang akan menggantikan hukum agraria warisan pemerintah jajahan, dengan pembentukan Panitia Agraria yang berkedudukan di Ibukota Republik Indonesia, Yogyakarta. Panitia dibentuk dengan penetapan Presiden Republik Indonesia tanggal 21 Mei 1948 Nomor 16, diketuai oleh Sarimin Reksodihardjo (Kepala Bagian Agraria Kementerian Dalam Negeri) dan beranggotakn pejabat-pejabat dari berbagai kementerian dan jawatan, anggota-anggota badan pekerja KNIP yang mewakili organisasi-organisasi tani dan daerah, ahli-ahli hukum adat dan wakil dari serikat buruh perkebunan. Panitia ini dikenal dengan panitia Agraria Yogyakarta.
Panitia bertugas memberi pertimbangan kepada pemerintah tentang soal-soal yang mengenai hukum tanah seumumnya, merancang dasar-dasar hukum tanah yang memuat politik agraria negara Republik Indonesia, merancang perubahan, penggantian, pencabutan peraturan – peraturan lama, baik dari sudut legislatif maupun dari sudut praktek dan menyelidiki soal-soal lain yang berhubungan dengan hukum tanah.

2.    PANITIA AGRARIA JAKARTA

Sesudah terbentuknya kembali Negara Kesatuan maka dengan keputusan Presiden Republik Indonesia tanggal 19 Maret 1951 Nomor 36/1951 panitia terdahulu dibubarkan dan dibentuk Panitia Agraria Baru, yaitu berkedudukan di Jakarta.
Tugas panitia hampir sama dengan panitia terdahulu diYogyakarta. Beberapa kesimpulan panitia mengenai soal tanah untuk pertanian kecil (rakyat), yaitu:
a)    Mengadakan batas minimum sebagai ide.
b)    Luas minimum ditentukan 2 hektar.
c)    Ditentukan pembatasan maksimum 15 hektar untuk satu keluarga.
d)    Yang dapat memiliki tanah untuk pertanian kecil hanya penduduk warga negara Indonesia. Untuk pertanian kecil diterima bangunan-bangunan hukum: hak milik,hak usaha, hak sewa dan hak pakai. Hak ulayat disetujui untuk diatur oleh atau atas kuasa undang-undang sesuai dengan pokok-pokok dasar negara.

3.    PANITIA SOEWAHJO
     Dalam masa jabatan Menteri Agraria, dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 1/1956 tanggal 14 Januari 1956, panitian lama dibubarkan dan dibentuk suatu panitia baru Panitia Negara Urusan Agraria, berkedudukan di Jakarta.
Panitia yang baru diketuai oleh Soewahjo Soemodilogo, Sekretaris Jenderal Kementerian Agraria dan beranggotakan pejabat-pejabat pelbagai Kementerian dan jawatan, ahli-ahli hukum adat dan wakil-wakil beberapa organisasi tani.
Adapun pokok-pokok yang penting daripada Rancangan Undang-Undang Pokok Agraria hasil karya panitia tersebut ialah :
a.    Asas domein dihapuskan diganti dengan asas hak menguasai oleh negara sesuai dengan ketentuan psal 38 ayat 3 UUDS
b.    Asas bahwa tanah pertanian dikerjakan dan diusahakan sendiri oleh pemiliknya, tetapi rancangan ini belum sempat disampaikan kepada DPR.

4.    PANITIA SOENARIO
Panitia Soewahjo akhirnya digantikan dengan panitia Soenario, karena perkembangan yang terjadi pada saat itu sterlalu pesat maka pemerintah memerlukan pergantian kepanitiaan sebelumnya. Keberadaan panitia ini sebenarnya hanya meneruskan hasil kerja panitia sebelumnya maka pada tanggal 24 april 1958 pemerintah menyampaikan naskah RUUPA yang dikenal dengan rancangan Soenario kepada DPR.
Dalam amanat Presiden didalamnya meminta agar kalangan ilmiah, antara lain Universitas Gajah Mada diminta pendapatnya. Untuk menindaklanjuti pemermintaan Presiden tersebut, maka dibuatlah kerja sama antara Departemen Agraria, Panitia ad hoc DPR, dan Universitas Gajah Mada.

5.    RANCANGAN SADJARWO
Sadjarwo sebagai panitia yang dibentuk setelah menggantikan panitia yang dipimpin oleh Soenario, meneruskan kembali kerja sama antara Departemen Agraria, Panitia ad hoc DPR, dan Universitas Gajah Mada, akhirnya berhasil mencapai kesepakatan dan menyusun naskah baru pada tahun 1959, yang dijadikan dasar oleh departemen Agraria untuk menyusun RUU baru. Tepat pada tanggal 1 Agustus 1960 secara resmi disampaikan kepada DPR-GR (setelah Dekrit 5 juli 1959, DPR sementara diberi nama DPR Gotong Royong).

Dengan melalui suatu pembahasan yang kurang dari satu bulan, maka RUU ini akhirnya diterima dan disahkan oleh DPR-GR, dan diundangkan tepat tanggal 24 September 1960, sebagai UU Nomor 5 tahun 1960 tentang peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (yang lazim disingkat UUPA). Kehadiran UU ini merupakan suatu penantian yang panjang dari bangsa Indonesia akan adanya hukum agraria yang merupakan buatan dari bangsa sendiri. Pada tahun 1960 ini pulalah pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ( Nomor 56 tahun 1960 yang lazim dikenal sebagai Undang-Undang Landreform).

B.    DASAR – DASAR PENGATURAN UUPA

Penegasan dasar-dasar kenasionalan ini dipandang cukup penting untuk menegaskan sudah lahirnya era baru dalam pengaturan masalah keagrariaan. Hal ini sekaligus untuk menegaskan bahwa pengelolaan dan pemanfaatan bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya menjadi hak negara, bangsa dan manusia Indonesia.
Dasar-dasar kenasionalan Hukum Agrariadi rumuskan dalam UUPA antara lain:
1.    Penegasan bahwa wilayah Indonesia terdiri dari Bumi, Air, Ruang angkasa dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya merupakan kesatuan tanah air dari rakyat Indonesia yang bersatu sebagai bangsa Indonesia. (lihat ketentuan Pasal 1 ayat 1 UUPA yang menegaskan bahwa seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuan Tanah Air dari seluruh Tanah indonesia yang bersatu sebagai bangsa Indonesia.
2.    Pengakuan bahwa seluruh bumi,air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya dalam wilayah republik Indonesia sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa, adalah bumi, air, dan ruang angkasa Bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan Nasional. ( lihat ketentuan Pasal 1 ayat 2 UUPA ).
3.    Hubungan Bangsa Indonesia dengan bumi, air , ruang angkasa dan kekayaan Alam yang terkandung didalamnya bersifat abadi. (lihat ketentuan pasal 1 ayat 3 UUPA)
4.    Negara merupakan badan penguasa dari bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan yang terkandung didalamnya. (lihat ketentuan pasal 2 ayat 1 UUPA)
5.    Hak ulayat diakui eksistensinya.
6.    Hanya warga Indonesia mempunyai hubungan sepenuhnya dengan bumi, air dan ruang angkasa dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya.
(lihat ketentuan pasal 9 ayat 1).
7.    Laki-laki dan perempuan mempunyai hak yang sama (lihat ketentuan pasal 9 ayat 2 UUPA). 

C.    TENTANG PELAKSANAAN UUPA
Catatan tentang berlakunya UUPA di beberapa provinsi :
Dengan telah selesainya Penentuan Pendapatan Rakyat pada tahun 1969 dan dibentuknya Irian Barat sebagai salah satu Propinsi di Indonesia (UU No. 12/1969), maka dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 tahun 1971 (tanggal 26 September 1971) UUPA dan peraturan-peraturan perundangan agraria lainnya untuk keseragaman dinyatakan berlaku diwilayah Propinsi Irian Jaya mulai tanggal 26 September 1971.
Berdasarkan undang-undang tentang pembentukan Daerah Istimewa Yogyakarta (UU No. 3/1950), beberapa urusan diserahkan kepada Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai kewenangan otonom. Salah atu akibat dari penyerahan kewenangan ini adalah belum diberlakukannya UUPA No. 5 tahun 1960 di Propinsi tersebut secara penuh.
Kemudian setelah Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta menyampaikan persyaratan untuk memberlakukan UUPA secara penuh, agar dapat lebih berdaya guna dan berhasil guna, diterbitkanlah Keputusan Presiden Republik Indonesia nomor 30 tahun 1984 bertanggal 1 April 1984.


                                                                            BAB III
                                                                          PENUTUP
A.    Kesimpulan

Perjalaanan panjang dalam uapaya perancangan UUPA dilakukakan oleh empat Panitia rancangan, yaitu Panitia Agraria Yogyakarta, Panitia Agraria Jakarta, Panitia Rancangan Soewahjo, Panitia Soenario, dan Rancangan Soedjarwo.
Penegasan dasar-dasar kenasionalan ini dipandang cukup penting untuk menegaskan sudah lahirnya era baru dalam pengaturan masalah keagrariaan. Hal ini sekaligus untuk menegaskan bahwa pengelolaan dan pemanfaatan bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya menjadi hak negara, bangsa dan manusia Indonesia.
Dengan perjalanan yang sangat panjang serta melalui beberapa masa kepanitiaan dalam hal pembentukan aturan Agraria, akhirnya indonesia mampu memiliki Undang-Undang Pokok Agraria sesuai yang dinanti-nantikan bangsa kita, dengan terbentuknya UUPA ini dimaksudkan serta diharapkan mampu menaungi dan mengatur seluruh kegiatan manusia yang berhubungan dengan hak menggunakan harta kekayaan Alam dan lingkungan.


                                                                DAFTAR PUSTAKA
Ismaya, Samun. pengantar hukum agraria. graha ilmu. Yogyakarta. 2011.
Supriadi, hukum agraria. sinar grafika. Jakarta. 2012.
  https://soedoetpandang.wordpress.com/2013/.../pelaksanaan-uupa-di-diy. Diakses tgl 1 oktober 2015

0 comments:

Post a Comment