“PERIHAL PENINJAUAN KEMBALI PUTUSAN HAKIM”
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Hukum Acara Perdata
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Hukum Acara Perdata
Dosen pengampu :
Farida sekti fahlevi M.Hum
Disusun Oleh :
Zikri fadli
Masjudin F
Franky Rifa’i
Binti munawwaroh
Abdul toyyibi
Wildan arifiana
JURUSAN SYARIAH
PRODI AHWAL SYAKHSIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI ( STAIN ) PONOROGO
2015
BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Di dalam persidangan hakim yang menentukan/memutuskan segala keputusan berdasarkan bukti-bukti yang empiris dan akurat, agar tidak terjadi kekeliruan atau menyalahi aturan undang-undang maupun kode etik profesi hakim.
Namun setelah diadakan nya pemutusan suatu perkara, biasanya terjadi hal-hal seperti terpidana melakukan tingkat banding, kakasi, bahkan melakukan ketingkat luar biasa yang khususnya disebut dengan peninjauan kembali (PK) ketika tidak puas dengan vonis yang diputuskan.
Dan pada makalah ini akan dibahas tentang perihal peninjaun kembali putusan hakim, guna untuk memahami term-term yang terdapat di dalam referensi yang penulis ambil, maka penulis ,melakukan pemilihan suatu term atau istilah yang mudah dicerna dan dipahami oleh semuanya sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 66 UU no.14 tahun 1985 yang akan dibahas di bab berikut.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan peninjauan kembali ?
2. Apa dasar hukum UU yang mengatur tentang peninjaun kembali ?
3. Bagaimana tata cara permohonan, prosedur, proses penyelesaian perkara dalam (PK) ?
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Peninjauan Kembali
Peninjauan kembali (pk) berarti upaya hukum luar biasa yang dapat diajukan terpidana atau pengacaranya.
Dalam perundang-undangan nasional, istilah peninjauan kembali disebut dalam pasal 15 UU No. 19 tahun 1964, tentang ketentuan-ketentuan pokok kekuasaan kehakiman, yang mengatakan: “terhadap keputusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, dapat dimintakan peninjauan kembali, hanya apabila terdapat hal-hal atau keadaaan yang ditentukan dengan undang-undang”.
Sebelum melakukan upaya hukum luar biasa, sebenarnya terpidana mempunyai atau memperoleh hak melakukan upaya hukum biasa yang disebut tingkat banding atau kasasi. Secara garis besar banding adalah upaya hukum biasa terpidana dipengadilan tinggi, sedangkan kasasi adalah upaya hukum atas ketidakpuasan dari vonis pengadilan sebelumnya dan melakukan upaya hukum kasasi di mahkamah agung.
Dari penjelasan di atas seandainya terpidana juga tidak puas dengan keputusan hakim ditingkat kasasi, maka jalan terakhir satu-satunya adalah melakukan upaya hukum luar biasa yang disebut peninjauan kembali. Pemohon (pk) biasanya beralasan ada bukti baru (novum) yang ditemukan atau pemohon PK menilai ada kekeliruan penerapan hukum yang dilakukan hakim ditingkat kasasi.
Sekalipun terpidana melakukan PK namun ia tidak dapat menghentikan sebuah eksekusi apabila vonis sudahditentukan pada siding sebelumnya. Upaya hukum luar biasa pk hanya dimiliki oleh terpidana, tidak boleh jaksa penuntut umum (jpu). Jaksa hanya berhak mengajukan upaya hukum banding dan kasasi itu dalam perkara pidana.
Upaya hukum banding, kasasi, dan PK tidak hanya di perkara pidana saja, di perkara perdata juga memiliki hak tersebut, baik itu tergugat maupun penggugat dalam suatu perkara. Itu artinyabaik tergugat maupun penggugat dapat mengajukan ketika upaya hukum tersebut.
2. Undang-Undang Yang Mengatur Tentang Peninjauan Kembali (PK)
Peninjauan kembali PK diatur dalam pasal 66 UU No. 14 tahun 1986, yang berbunyi :
a. Permohonan peninjauan kembali PK hanya dilakukan satu kali.
b. Permohonan peninjauan kembali PK tidak dapat menangguhkan atau menghentikan pelaksanaan putusan pengadilan.
c. Permohonan peninjauan kembali PK dapat dicabut selama belum diputus, dan dalam hal sudah dicabut permohonan peninjauan kembali PK itu tidak dapat diajukan lagi.
3. Tata Cara Permohonan Peninjauan Kembali (PK)
a. Pihak yang beperkara, ahli warisnya atau kuasanya mengajukan permohonan peninjauan kembali ke pengadilan agama dengan tenggang waktu paling lama 180 hari sejak putusan berkekuatan hukum tetap atau sejak ditemukan bukti-bukti baru. Permohonan peninjauan kembali harus memuat alasan-alasanya sebagaimana yang diatur dalam pasal 67 UU No. 14 tahun 1985, sebagai berikut:
- Apabila putusan didasarkan atas suatu kebohongan atau tipu muslihat dari pihak lawan yang diketahui setelah perkara diputus atau pada suatu keterangan saksi atau surat-surat bukti yang kemudian oleh hakim dinyatakan palsu.
- Apabila setelah diputus ditemukan surat surat bukti yang bersifat menentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat ditemukan.
- Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari yang dituntut.
- Apabila antara pihak-pihak yang sama mengenai suatu soal yang sama atas dasar yang sama oleh pengadilan yang sama atau sama tingkatnya telah diberikan putusan yang bertentangan dengan satu yang lain.
- Apabila dalam suatu putusan terdapat suatu kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata.
Dari pembagian diatas ternyata alasan-alasan tersebut sama dalam PerMA 1/1982. MA dengan keputusannya tanggal 12 oktober 1984 telah mengabulkan permohonan peninjauan kembali berdasarkan adanya novom dan membatalkan putusan MA yang dimohonkan peninjauan kembali.
b. Membayar biaya perkara kepada panitera pengadilan agama. Setelah permohonan peninjauan kembali diterima dan biaya perkara dibayar, panitera membuat anta peninjauan kembali dan mendaftarkannya pada buku induk register.
c. Pemberitahuan permohonan PK
Selambat-lambatnya dalam waktu 14 hari setelah permohonan PK diterima. Panitera memberitahukan permohonan PK tersebut kepada pihak lawan dengan mengirimkan salinan permohonan PK serta alasan-alasannya. Pihak lawan dapat mengajukan jawabannya dalam tenggang waktu 30 hari setelah tanggal diterimanya salinan permohonan PK tersebut. setelah jawaban PK diterima oleh pengadilan agama, berkas perkara PK dan buku pembayarann biayanya oleh panitera dikirim kemahkamah agung dalam waktu 30 hari. Berkas perkara itu disusun dalam bentuk bundle (jilid).
4. Prosedur Peninjauan Kembali (PK)
Langkah-langkah yang harus dilakukan pemohon peninjauan kembali (pk) :
a. Mengajukan permohonan PK kepada mahkamah agung secara tertulis atau lisan melalui pengadilan agama/mahkamah syari’iyah.
b. Pengajuan PK dalam tenggang waktu 180 hari sesudah penetapan/ putusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum tetap atau sejak diketemukan bukti adanya kebohongan/bukti baru, dan bila alasan pemohon PK berdasarkan bukti baru, maka bukti baru tersebut dinyatakan dibawah sumpah dan disahkan oleh pejabat yang berwenang.
c. Membayar biaya perkara PK.
d. Panitera pengadilan tingkat pertama memberitahukan dan menyampaikan salinan memori PK kepada pihak lawan dalam tenggang waktu selambat-lambatnya 14 hari.
e. Pihak lawan berhak mengajukan surat jawaban terhadap memori PK dalam tenggang waktu 30 hari setelah tanggal diterimanya salinan permohonan PK.
f. Panitera pengadilan tingkat pertama mengirimkan berkas PK ke MA selambat-lambatnya dalam tenggang waktu 30 hari.
g. Panitera MA menyampaikan salinan putusan PK kepada pengadilan agama/mahkamah syari’iyah.
h. pengadilan agama/mahkamah syari’iyah menyampaikan salinan putusan PK kepada para pihak selambat-lambatnya dalam tenggang waktu 30 hari.
5. Proses Penyelesaian Perkara
a. Permohonan PK diteliti kelengkapan berkasnya oleh Mahkamah agung, kemudian dicatat dan diberi nomor register perkara PK.
b. Mahkamah Agung memberitahukan kepada pemohon dan termohon PK bahwa perkaranya telah diregistrasi.
c. Ketua mahkamah agung menetapkan tim dan selanjutnya ketua tim menetapkan majelis hakim agung yang akan memeriksa perkara PK.
d. Penyerahan berkas perkara oleh asisten coordinator kepada panitera pengganti yang menangani perkara PK tersebut.
e. Panitera pengganti mendistribusikan berkas perkara ke majelis hakim agung masing-masing(pembaca 1,2 dan 3) untuk diberi pendapat.
f. Majelis Hakim agung memutuskan perkara.
g. Mahkamah Agung mengirimkan salinan putusan kepada para pihak melalui pengadilan tingkat pertama yang menerima permohonan PK.
BAB III
KESIMPULAN
Peninjauan kembali (PK) berarti upaya hukum luar biasa yang dapat diajukan terpidana atau pengacaranya.
Sebelum melakukan upaya hukum luar biasa, sebenarnya terpidana mempunyai atau memperoleh hak melakukan upaya hukum biasa yang disebut tingkat banding atau kasasi. Secara garis besar banding adalah upaya hukum biasa terpidana dipengadilan tinggi, sedangkan kasasi adalah upaya hukum atas ketidakpuasan dari vonis pengadilan sebelumnya dan melakukan upaya hukum kasasi di mahkamah agung.
Walaupun terpidana melakukan PK itu semua tidak bisa menghentikan vonis hukum yang telah ditetapkan pada pengadilan sebelumnya. Sebagaimana yang tercantum dalam pasal 66 UU No. 14 tahun 1986, yang berbunyi :
a. Permohonan peninjauan kembali PK hanya dilakukan satu kali.
b. Permohonan peninjauan kembali PK tidak dapat menangguhkan atau menghentikan pelaksanaan putusan pengadilan.
c. Permohonan peninjauan kembali PK dapat dicabut selama belum diputus, dan dalam hal sudah dicabut permohonan peninjauan kembali PK itu tidak dapat diajukan lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Mardani, 2009, hukum acara perdata Peradilan agama & mahkamah syari’yah, penerbit Sinar Grafika
Iriawan, Wawan, 2003, hukum untuk pemula(law for beginners), penerbit MedCom Press
Mertokusumo, sudikno, 2010, hukum acara perdata Indonesia, Penerbit UAJY
Sutantio, Retnowulan. Dan Iskandar Oeripkartawinata, 1997, Hukum acara perdata dalam teoridan praktek, Penerbit Mandar Maju
Y.I.MA 1984-II
Mardani, 2009, hukum acara perdata Peradilan agama & mahkamah syari’yah, penerbit Sinar Grafika
Iriawan, Wawan, 2003, hukum untuk pemula(law for beginners), penerbit MedCom Press
Mertokusumo, sudikno, 2010, hukum acara perdata Indonesia, Penerbit UAJY
Sutantio, Retnowulan. Dan Iskandar Oeripkartawinata, 1997, Hukum acara perdata dalam teoridan praktek, Penerbit Mandar Maju
Y.I.MA 1984-II