Saturday, April 9, 2016

HADIST AHKAM: PUASA

                                                                             PUASA
                                                                              BAB I
                                                                    PENDAHULUAN
 
A. Latar Belakang
Ibadah puasa terdapat hamper seluruh agama baik dalam agama samawi ataupun agama ardhi. Oleh karena itu ibadah puasa ini telah dikenal di kalangan orang-orang agama budaya dulu kala. Hal tesebut tercermin dalam firman Allah SWT.
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”
Islam mengajarkan diri kita untuk saling menghargai dan saling menyayangi, islam juga mengajarkan diri untuk berbuat kebaikan dan menjahui segala keburukan yang dapat merusak. Puasa merupakan media pembelajaran bagi umat islam untuk menambah keimanan dan ketaqwaannya.

                                                                            BAB II
                                                                    PEMBAHASAN

A. Perintah puasa

حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ عَنْ أَيُّوبَ عَنْ نَافِعٍ عَنِ ابْنِ عُمَرَ - رضى الله عنهما - قَالَ صَامَ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - عَاشُورَاءَ ، وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ . فَلَمَّا فُرِضَ رَمَضَانُ تُرِكَ .  .
“Diriwayatkan dari ibnu umar ra bahwasanya nabi saw berpuasa di bulan asyura dan memerintahkan berpuasa asyura. Ketika puasa ramadhan di wajibkan maka nabi meninggalkanya.”
Hadist di atas menerangkan tentang anjuran untuk melaksanakan puasa asyura dan juga hadist di atas memerintahkan kita untuk berpuasa ramadhan. Jadi inti hadist di atas adalah selain anjuran unuk melaksanakan puasa asyura di wajibkan pula untuk melaksanakan puasa ramadhan.
B. Penetapan awal ramadhan

حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى أَخْبَرَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ سَعْدٍ عَنِ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ - رضى الله عنه - قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « إِذَا رَأَيْتُمُ الْهِلاَلَ فَصُومُوا وَإِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَأَفْطِرُوا فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَصُومُوا ثَلاَثِينَ يَوْمًا ».
Diriwayatkan dari abi hurairah ra. Dia telah berkata: Rasulullah saw bersabda: “apabila kamu melihat awal bulan atau (bulan sabit) ramadhan hendaklah kamu berpuasa. Apabila kamu melihat awal bulan syawal hendaklah kamu berbuka. Jika bulan diliputi mendung dalam pandangan matamu maka berpuasalah selama 30 hari.
Hadist diatas menerangkan tentang penentuan awal bulan ramadhan dan awal bulan syawal sehingga denganya dapat diketahui kapan harus melaksanakan puasa ramadhan dan kapan pula harus mengakirinya. Hadist di atas juga menerangkan bahwa apabila bulan tertutup mendung maka puasa ramadhan harus disempurnakan 30 hari.

C. Kifarat bagi orang yang meembatalkan puasa

حدثنا يحيى بن يحيى وأبو بكر بن أبي شيبة وزهير بن حرب وابن نمير كلهم عن ابن عيينة قال يحيى أخبرنا سفيان ابن عيينة عن الزهري عن حميد بن عبدالرحمن عن أبي هريرة رضي الله نه قال جاء رجل إلى النبي صلى الله عليه و سلم فقال هلكت يا رسول الله قال وما أهلكك ؟ قال وقعت على امرأتي في رمضان قال
 : هل تجد ما تعتق رقبة ؟ قال لا قال فهل تستطيع أن تصوم شهريين متتابعين ؟ قال لا قال فهل تجد ماتطعم ستين مسكينا ؟ قال لا قال ثم جلس فأتي النبي صلى الله عليه و سلم بعرق فيه تمر فقال تصدق بهذا قال أفقر منا ؟ فما بين لابتيها أهل بيت أحوج إليه منا فضحك النبي صلى الله عليه و سلم حتى بدت أنيابه ثم قال اذهب فأطعمه أهلك

Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, dia berkata:  "Ada seorang lelaki datang menghadap rasulullah SAW lalu berkata: "Ya Rasul Allah, binasalah aku."
"Kenapa kamu?" tanya beliau. Orang itu menjawab: "Aku telah menimpa isteriku pada siang hari di bulan ramadhan. Maka Rasulullah SAW bertanya: "Apakah ada seorang budak yang dapat kamu merdekakan?" "Tidak'', jawabnya. Tanya Rasul pula: "Dapatkah kamu berpuasa dua bulan berturut-turut? '
'Tidak'', jawabnya pula.
Rasul bertanya lagi: "Dapatkah kamu memberi makan enam puluh orang miskin?"
Dia jawab: "Tidak". Lelaki itu kemudian duduk, lalu rasulullah memberikan kepadanya suatu wadah yang berisi kurma. Kemudian beliau bersabda: “sedekahkanlah ini.” maka laki-laki itu bertanya: "Apakah kepada orang yang lebih fakir daripada ku, ya rasulullah? Demi Allah, tidak ada di antara dua perkampungan ini satu keluarga yang lebih fakir daripada keluargaku". Maka Nabi SAW tersenyum sehingga kelihatah sebagian giginya, kemudian beliau bersabda: "Berikanlah kepada keluargamu."

Namun, para ulama mengatakan, orang fakir yang tidak mampu memberi makan, tetap tidak boleh memberikan makanan kafarat puasa kepada keluarganya, seperti halnya kafarat-kafarat yang lain. Adapun yang tersebut dalam hadits di atas adalah khusus untuk laki-laki tersebut.

Dan patut pula diketahui, bahwa di samping kafarat, orang yang membatalkan puasanya dengan bersetubuh di bulan Ramadhan itu wajib mengqadha'nya, dan bahwa kafarat itu berlipat kali hari-hari yang tidak dipuasainya karena bersetubuh. Maksudnya, kalau bersetubuh selama dua hari pada bulan Ramadhan itu, maka selain qadha' dia wajib melakukan dua kali kafarat. Kalau tiga hari, juga tiga kali, begitu seterusnya.

Hadist di atas menerangkan tentang kafarat yang wajib dilakukan karena merusak puasa dengan bersetubuh di siang hari pada bulan ramadhan yakni memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman, baik laki-laki atau perempuan. Kalau tidak ada atau tidak bisa, maka berpuasa dua bulan berturut-turut. Kalau ini pun tidak bisa, maka memberi makan 60 orang miskin, setiap orang satu mud, berupa bahan makanan pokok yang umum di negeri itu. Kalau itu semua tidak bisa, maka kafarat tetap menjadi tanggungannya, sampai ada kemampuan melakukan salah satu di antaranya. 

D. Puasa bagi orang junub

 حدثنا أحمد بن عثمان النوفلي حدثنا أبو عاصم حدثنا ابن جريج أخبرني محمد بن يوسف عن سليمان بن يسار أنه سأل أم سلمة رضي الله عنها عن الرجل يصبح جنبا أيصوم ؟ قالت كان رسول الله صلى الله عليه و سلم يصبح جنبا من غير احتلام ثم يصوم
Diriwayatkan dari sulaiman bin yasar bahwa dia ditanya oleh umi salamah tentang puasa seorang laki-laki yang sedang berjunub. Aku berkata: “bahwa nabi saw bangkit dari tidur dalam keadaan berjunub bukan dari bermimpi, kemudian meneruskan puasa.”
Hadist diatas menerangkan tentang orang yang bangun dari tidur dalam keadan junub tidak batal puasanya baik junub karena mimpi atau bersetubuh, misalnya dimalam bulan ramadhan  bersetubuh kemudian sampai dengan waktu imsak belum juga mandi maka yang demikian  tidak membatalkan puasa atau mimpi keluar sperma pada bulan ramadhan maka hal itu juga tidak membatalkan puasa.


E. Puasa bagi orang musafir

حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى أَخْبَرَنَا أَبُو خَيْثَمَةَ عَنْ حُمَيْدٍ قَالَ سُئِلَ أَنَسٌ - رضى الله عنه - عَنْ صَوْمِ رَمَضَانَ فِى السَّفَرِ فَقَالَ سَافَرْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فِى رَمَضَانَ فَلَمْ يَعِبِ الصَّائِمُ عَلَى الْمُفْطِرِ وَلاَ الْمُفْطِرُ عَلَى الصَّائِمِ.
Hadist tentang anas ra, diriwayatkan dari humaid ra dia telah berkata: “anas ra pernah ditanya tentang berpuasa sewaktu musafir di bulan ramadhan. Dia telah berkata: “kami pernah berpergian bersama rasul di bulan ramadhan. orang yang berpuasa tidak mencela orang yang berbuka, dan sebaliknya orang yang berbuka tidak mencela orang yang berpuasa.”
Hadist diatas menerangkan tentang diberikanya kebebasan pada seorang musafir boleh meneruskan berpuasa dan boleh pula berbuka hanya saja pada hari hari di bulan ramadhan tetapi harus menqadanya dan di bolehkanya berbuka bagi musafir di jalan allah. Apabila perjalanan yang di tempuh sudah mencapai dua markhalah atau lebih dan berpergianya bukan untuk maksiat namun demikian menganjurkan berpuasa adalah lebih baik apabila tidak mendatangkan madharat bagi kesehatan.

F. Pohon Sanad

G. Takhrij Hadist
No    Perowi    Wafat    Jarh Wa Ta’dil
1.    أَبِى هُرَيْرَةَ    58 H    صحابى
2.    سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ    بـ اليمامة    صحابى
3.    عَنِ ابْنِ شِهَابٍ    95 H    ثقة
4.    أَخْبَرَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ سَعْدٍ    بعد 100 هـ    ثقة
5.    حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى    133 هـ ( على الصحيح )    ثقة

H. Biografi Abu Hurairoh
Nama lengkap Abu Hurairah adalah Abu Hurairah al-Dusiy al-Yamani, Sahabat Rasulullah SAW. Para ulama hadits memperselisihkan nama Abu Hurairah, ada ulama yang mengatakan nama asli beliau adalah „Abdurrahman ibn Shakhr, ada yang mengatakan „Abdurrahman bin Ghanam, „Abdurrahman ibn „Amir, „Abdurrahman ibn „Amru, „Amir ibn Abd Syams, „Amir ibn „Umair, „Amru ibn Ghanmu dan ada pula yang menyebutnya dengan Burir bin „Asyraqah.
Menurut Hisyam bin Muhammad al-Kalbiy, nama lengkap beliau adalah Umair bin Amir bin Dzi asy-Syariy bin Tharib bin Ayyan bin Abi Shaib bin Hunayyah bin Sa‟ad bin Tsa‟labah bin Sulaim bin Fahm bin Ghonam bin Dhaus bin Udtsan bin Abdullah bin Zahran bin Ka‟ab bin Harits bin Ka‟ab bin Abdullah bin Malik bin Nashr bin al-Azd. Abu al-Qasim al-Thabrany mengatakan nama ibunya adalah Maimunah bint Shabh.7
Sebagai seorang sahabat senior, Abu Hurairah meriwayatkan Hadits dari beberapa orang, menurut al-Mazzi terdapat 10 orang dalam jajaran gurunya. Adapun guru-guru Abu Hurairah adalah Nabi Muhammad SAW, al-Katsir al-Thayyib, Abi ibn Ka‟ab, Usamah ibn Zaid ibn Harits, Bashrah ibn Abi Bashrah al-Ghifari, Umar ibn Khattab, Fadhl ibn „Abbas, Ka‟ab al-Ahbar, Abu Bakar al-Shiddiq, „Aisyah binti Abu Bakar, Istri Nabi SAW.8
Abu Hurairah juga meriwayatkan hadits ke banyak orang. Dalam jajaran disebutkan sejumlah nama beberapa di antaranya: Ibrahim ibn Isma‟il, Ibrahim ibn „Abdillah ibn Hunain, Ibrahim ibn Abdillah Qaridz, Ishaq ibn Abdillah, Anas ibn Malik, Jabir ibn „Abdillah, Ja‟far ibn Ghiyadh, Abu Hasan Khalid ibn Ghallaq, Sa‟id ibn Musayyib, Abu Salamah ibn Abd al-Rahman, Abu Shalih al-Asy‟ari.9
7 Jamal al-Din Abi al-Hajjaj Yusuf al-Mazzi, Tahdzib al-Kamal fi Asma‟ al-Rijal, Juz 34 (Beirut: Muassasah al-Risalah, 2002), 366 8 Jamal al-Din Abi al-Hajjaj Yusuf al-Mazzi, Tahdzib, Juz 34 , 367 9 Jamal al-Din Abi al-Hajjaj Yusuf al-Mazzi, Tahdzib, Juz 34, 367-3777
Kebersambungan sanad antara Abu Hurairah dan Rasulullah SAW tidak diragukan, begitu pula dengan kualitas pribadi dari Abu Hurairah. Penulis mengkuti pendapat jumhur muhaddits yang manyatakan bahwa seluruh shahabat adil (al-shahabah kulluhum „udul). Menurut Nuruddin „Itr, sifat adil para sahabat ditetapkan melalui bukti dan dalil yang kuat, baik melalui al-Kitab, Sunnah, Ijma‟, dan dalil „aqli.10
Perbedaan pendapat juga terjadi dalam hal tahun wafat Abu Hurairah, Sufyan bin Uyainah dari Hisyam ibn „Urwah mengatakan bahwa Abu Hurairah dan „Aisyah wafat pada tahun 57 H. Pendapat serupa dikemukakan oleh Abu Hasan al-Mada‟iniy, „Aly ibn Madany, yahya ibn Bukair. Sedangkan menurut Dhamrah bin Rabiah dan Hisyam ibn „Ady, menyatakan bahwa Abu Hurairah wafat pada tahun 58 H. al-Waqidiy, Abu „Ubaid, Abu „Umar al-Dhariry, dan Ibnu Numair, mengatakan bahwa Abu Hurairah meninggal pada tahun 59 H. menurut hemat penulis, pendapat al-Waqidiy lebih layak untuk diterima mengingat adanya bukti yang beliau kemukakan. Menurut al-Waqidiy, pada tahun 58 H, Abu Hurairah masih sempat menshalati „Aisyah tepatnya pada bulan Ramadhan, kemudian juga sempat menshalati Ummu Salamah pada bulan Syawwal tahun 59 dan pada tahun ini pulalah Abu Hurairah meninggal dunia

                                                                  DAFTAR PUSTAKA
Al Bukhori, Shahih bukhari
Mahalli, KH. Ahmad Mudjib, hadist hadist muttafaq alaih. Jakarta: pranada media. 2003
Ash Shiddieqy , TM Hasbi, Mutiara Hadist. Semarang: Pustaka Rizki Putra.2003

0 comments:

Post a Comment