RADHA’AH DAN PROBLEMANYA DI DUNIA MODERN
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas pada mata kuliah
“MASA’IL FIQHYAH”
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas pada mata kuliah
“MASA’IL FIQHYAH”
Disusun oleh:
Yazid Hamdan Ilfani
Zikri Fadli AS
Dosen Pengampu:
Ridho Rokamah, M.S.I
JURUSAN SYARIAH
PROGRAM STUDI AKHWAL AS- SYAHSIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) PONOROGO
2016
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu fenomena menarik yang muncul pada dasawarsa terakhir di Indonesia hingga saat ini ialah penggalakaan penggunaan air susu ibu (asi). Pemerintah, dalam hal ini Departenmen Kesehatan RI, sangat gigih mempromosikan penggunaan ASI. Promosi yang dilakukan dengan berbagai cara dan menggunakan berbagai media, baik media cetak maupun media elektronik itu, bertujuan untuk memotivasi para ibu agar memberikan ASI kepada bayi-bayi mereka. Pemberian ASI tersebut dimaksudkan agar bayi tumbuh lebih baik dan sehat, dan hubungan serta kasih sayang antara ibu dan anak lebih terbina.
Gencarnya promosi penggunaan ASI yang disertai dengan penjelasan manfaat dan kegunaannya menjadi polemik yang terkadang mengganggu aktifitas bagi seorang wanita yang berkarir, yang mana memang mereka menyadari akan manfaatnya tapi terkadang demi menjaga keindahan tubuh karena pekerjaan menjadi alasan yang tersendiri bagi para wanita karir, sehingga hal ini memungkinkan saja hadirlah yayasan atau lembaga yang menyediakan jasa ASI baik itu bank ASI ataupun ASI yang telah diolah secara mekanis. Sehingga apabila itu terjadi sungguh ini menjadi permasalahan hukum yang rumit untuk dipecahkan, karena hal itu akan mengakibatkan hubungan mahram antara pendonor ASI dengan yang menerima ASI tersebut (bayi) yang mengakibatkan haramnya menikahi sebagaimana mahram terhadap nasab.
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian radha’ah dalam syari’at Islam
2. Menjelaskan masalah kontemporer yang berkaitan dengan rada’ah
BAB II
PEMBAHASAN
A. Radha’ah Dalam Syari’at Islam
Radha’ah secara lughawi berasal dari kata Radha'ah, radha', irdha' penyusuan/menyusui (رضاعة) yaitu adalah sampainya (masuknya) air susu manusia (perempuan) selain ibu kandung ke dalam perut seorang anak (bayi) yang belum berusia dua tahun, atau 24 bulan. Secara istilah radha'ah adalah sampainya air susu manusia kedalam kerongkongan anak-anak baik isapan susu manusia maupun susu binatang. Penyusuan memiliki konsekuensi hukum mahram sebagaimana mahramnya Nasab dan mahramnya antara anak dan perempuan yang menyusui dan anak-anaknya di mana antara saudara sesusuan tidak boleh menikah begitu juga dengan Ibu susuannya sebagaimana dalil nash telah menerangkan dalam QS An-Nisâ’ 4:23,
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهٰتُكُمْ وَبَنَاتُكُمْ وَأَخَوٰتُكُمْ وَعَمّٰتُكُمْ وَخٰلٰتُكُمْ وَبَنَاتُ الْأَخِ وَبَنَاتُ الْأُخْتِ وَأُمَّهٰتُكُمُ الّٰتِىٓ أَرْضَعْنَكُمْ وَأَخَوٰتُكُم مِّنَ الرَّضٰعَةِ
Artinya: Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan.
Apabila terjadi radha'ah (persusuan) yang memenuhi syarat, maka terjadilah hukum mahram (haram dinikah) antara bayi dan ibu yang menyusui (murdhi'ah) dan keluarga dekat murdhi'ah sebagaimana mahram sebab nasab (kekerabatan). Ibu yang menyusui (murdhi'ah) tidak ada hubungan mahram dengan keluarga bayi yang disusui. Hanya si bayi (radhi') yang ada hubungan mahram dengan seluruh keluarga dekat ibu susuan (murdhi'ah).
Rinciannya sebagai berikut:
1. Perempuan yang menyusui (murdhi'ah)
2. Suami ibu susuan
3. Ibu bapa dari murdhi'ah/ibu susuan
4. Ibu bapa dari suami ibu susuan
5. Adik beradik dari ibu susuan
6. Adik beradik dari bapa susuan
7. Anak-anak dari ibu dan bapa susuan
8. Anak-anak dari ibu susuan
10. Anak-anak dari bapa susuan.
Jumhur ulama fiqh (Malik, Syafi’I dan Ahmad) Berpendapat bahwa penyusuan yang berkaitan dengan haram di kawini, dan yang padanya di lakukan hukum yang sama dengan hukum mahram karena keturunan, sebagaimana sabda Nabi saw :
يحرم من ا لرضاع ما يحرم من ا لنسب
“Haram dari susuan apa yang haram dari keturunan,” adalah penyusuan yang dilakukan dalam masa dua tahun. Mereka berhujjah dengan firman Allah :
والوالدات يرضعن اولادهن حولين كا ملين
“Para ibu hendaknya menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh” serta berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu ‘Abbas ra. Bahwasanya Rasulullah saw bersabda :
لارضاع الا ما كا ن في الحولين
“Tiada susuan kecuali yang terjadi dalam masa dua tahun.”
Abu Hanifah berpendapat bahwa susuan yang menyebabkan berlakunya hukum haram di kawini adalah susuan dalam jarak masa dua setengah tahun berdasarkan firman Allah :
وحمله وفصا له ثلاثون شهرا
“Mengandungnya sampai menyampihnya adalah tiga puluh bulan.”
Al-‘allamah Al-qurtubhi berkata : “Yang benar adalah pendapat yang pertama berdasarkan firman Allah : حولين كا ملين (dua tahun penuh). Ketetapan ini menunjukkan bahwasanya tiada terdapat hukum bagi yang menyusukan seorang anak selewat usia dua tahun. Hal ini sesuai pula dengan sabda Nabi saw :
لارضاع الا ما كا ن في الحولين
“Tiada susuan kecuali yang terjadi dalam masa dua tahun.”
Hadits ini di tambah dengan firman Allah serta makna yang di kandung oleh keduanya meniadakan penyusuan anak/orang yang sudah besar, dan bahwasanya tiada terdapat hukum mengenai haramnya perkawinan dalam hubungan itu. Diriwayatkan bahwasanya Aisyah ra. memberikan pendapat tentang berlakunya hukum penyusuan bagi orang dewasa. Pendapat ini dianut pula oleh Lits bin Sa’d. abu Musa Antara lain Asy’ari diriwayatkan bahwa ia berpendapat yang demikian pula mengenai penyusuan terhadap orang dewasa, tetapi diriwayatkan bahwa ia menarik kembali pendapatnya itu.
B. Beberapa Masalah Kontemporer yang Berkaitan Dengan Radha’ah
Setiap ibu tentu menginginkan anaknya tumbuh subur dan sehat. Jika air susu wanita merupakan salah satu unsur pokok yang dapat mewujudkan kesehatan anak tersebut, maka sangat wajar jika para ibu berusaha memberi bayinya air susu tersebut. namun, di zaman modern sekarang, bagi ibu-ibu yang sibuk dengan pekerjaannya, memberikan ASI secara langsung untuk anaknya bukanlah perkara yang gampang. Dalam kondisi ini tidak mustahil jika muncul ibu-ibu yang menawarkan diri untuk menyusui atau lahirnya sejumlah yayasa atau lembaga penyusuan bayi. Bahkan tidak mustahil akan muncul bank ASI dan ASI kaleng yang diproduksi secara mekanik. Semua kemungkinan ini bisa terjadi, jika hal itu terjadi tentu menimbulkan masalah hukum yang harus diselesaikan. Untuk mengantisipasi kemungkinan tersebut, berikut secara singkat penulis mencoba membahasnya.
1. Yayasan dan Lembaga Penyusuan Anak
Sampai sekarang nama yayasan atau lembaga penyusuan anak memang belum kelihatan, tetapi yayasan atau lembaga penitipan anak sudah banyak tersebar diberbagai pelosok.
Apa yang penulis ketahui selama ini, yayasan atau lembaga penitipan anak memberikan air susu kepada anak yang dipeliharanya dengan susu sapi yang biasa dijual di pasar-pasar. Tentu hal itu tidak menjadi masalah dalam kaitannya dengan radha’ah karena radha’ah yang dimaksudkan oleh syara’ adalah air susu manusia. Tetapi jika tuntutan terhadap pemberian ASI kepada bayi semakin meningkat tidak mustahil yayasan atau lembaga penitipan anak itu juga menyediakan sejumlah wanita untuk menyusui anak yang dititipkan kepada mereka, atau munculnya yayasan dan lembaga penyusuan khusus yang menyediakan para ibu untuk menyusukan anak-anak.
Karena air susu seorang wanita produksinya terbatas, maka kalau yayasan atau lembaga itu enar, menampung banyak anak, tentu dibutuhkan sejumlah besar ibu-ibu menyusui. Konsekuensinya adalah seorang anak bisa saja disusui oleh sekian banyak wanita, sementara ini juga menyusui sekian banyak anak. Apabila wanita itu dikontrak oleh beberapa yayasan atau lembaga, ia akan berkeliling setiap hari dari satu yayasan ke yayasan lainnya sehingga jumlah anak yang disusuinya banyak sekali. Dengan demikian, anak-anak yang memiliki saudara sesusu pun sangat banyak pula.
Apabila hal tersebut terjadi, bagaimanapun, ketentuan hukum syari’at dalam masalah susuan tidak bisa diubah. Berapapun banyaknya ibu yang menyusui dan berapa banyak pun saudara sesusuan, selama syarat-syarat radha’ah terpenuhi, anak yang menyusu itu tidak boleh kawin dengan ibu susuan tersebut. karena itu, jika praktek semacam ini ingin dilaksanakan, pengurus yayasan atau lembaga harus berhati-hati. Dan pencatatan serta dokumentasi tentang wanita yang menyusui dan anak-anak yang disusukan oleh wanita tersebut seharusnya dilakukan dengan cermat dan hati-hati. Jika tidak, perkawinan antar saudara sesusu atau perkawinan terlarang lainnya yang berkaitan dengan susuan akan banyak terjadi.
2. Bank ASI, ASI Kaleng, dan Penyuntikan ASI
Jika zaman sekarang sudah ada bank mata, bank ginjal, dan lainlain, maka tidak mustahil suatu saat ada bank ASI. Kemungkinan ini didasari oleh makin meningkatnya kebutuhan ASI. Jika bank ini ada yang menjadi masalah adalah Air susu itu akan bercampur baur dengan air susu yang lain. Dalam satu gelas air susu bisa saja berasal dari lima atau enam orang wanita. Kalau terjadi, anak yang meminum air susu itu sulit mengetahui siapa pemilik air susu sebenarnya yang termasuk dalam kategori ibu susuan. Karena itu, jika bank ASI didirikan, maka pengurusnya harus berhati-hati karena ada status keharaman menikah radha’ah sebagaimana Nasab dan sama halnya dengan permasalahan pada lembaga atau yayasan penyusuan anak.
Pengalengan ASI juga tidak mustahil akan terjadi, apabila teknologi pengalengan dewasa ini semakin canggih. Apabila kebutuhan akan ASI semakin meningkat sementara pemberian susu hewan kepada anak-anak sudah semakin berkurang, maka wajar sekali jika para pengusaha membuka mata untuk melakukan pengalengan ASI sebagai bisnis barunya, baik pengalengan dalam bentuk susu bubuk maupun dalam bentuk susu kental dan sejenisnya. Jika hal tersebut di atas terjadi maka masalah yang muncul antara lain seperti jual beli ASI, pencampuran ASI dengan yang lain yang harus dapat ditemukan hukumnya secara hukum islam.
3. Penyuntikan ASI
Apabila infuse sekarang dipakai sebagai salah satu alternative oleh para dokter untuk memasukkan zat atau saripati makanan kedalam tubuh orang yang tidak bisa makn dengan cara biasa, maka tidak mustahil dalam perkembangan nanti aka nada proses pemasukan ASI kedalam tubuh bayi melalui sunrtikan atau semacam infuse tersebut.
Dalam hal ini ulama berbeda pendapat tentang hukum air susu yang dimasukkan kedalam tubuh tanpa melalui kerongkongan. Sebagian ada yang berpendapat tidak menyebabkan keharaman nikah, sementara sebagian lain berpendapat tetap menyebabkan keharaman nikah.
Perbedaan pendapat itu terjadi karena mereka ragu-ragu apakah air susu bisa masuk melalui organ tubuh tertentu atau tidak. Sebenarnya, di zaman modern ini, dengan kecanggihan tehnologi