Sunday, March 27, 2016

MANAJEMEN WAKAF DI YAYASAN HIDAYATUL HASANAH DESA SENDANG KEC. JAMBON KAB. PONOROGO

MANAJEMEN WAKAF DI YAYASAN HIDAYATUL HASANAH DESA SENDANG KEC. JAMBON KAB. PONOROGO

 


A.    PENDAHULUAN
 
Wakaf merupakan hal yang tak asing lagi bagi kalangan umat Islam. Wakaf sudah ada sejak masa kenabian Muhammad SAW. Perkembangan wakaf di Indonesia hingga saat ini sangat menguat, dengan munculnya lembaga-lembaga wakaf. Walaupun sudah mulai berkembang namun beberapa nazhir atau lembaga pengelola wakaf yang ada, tetapi perkembangan wakaf saat ini tidak sebanding dengan harapan dan misi utama wakaf. Harapan itu adalah berkontribusi untuk pengembangan dan pemberdayaan sosial ekonomi masyarakat. Pengembangan wakaf tersebut disebabkan oleh beberapa masalah, antara lain adalah tentang pemahaman masyarakat tentang hukum wakaf, pengelolaan dan manajemen wakaf, serta keberadaan benda yang diwakafkan dan kelembagaan nazhir.

Dalam makalah ini akan membahas tentang pengelolaan wakaf, dengan rumusan masalah sebagai berikut:
1.    Bagaimana cara nazhir dalam menghimpun wakaf?
2.    Bagaimana nazhir mengelola aset wakaf?
3.    Bagaimana pemberdayaan hasil wakaf?
4.    Bagaimana bentuk pelaporan hasil wakaf?

B.    TEORI TATA KELOLA WAKAF

1.    Menghimpun Harta Wakaf
Mekanisme tatakelola yang paling utama dan awal adalah menghimpun harta benda wakaf dari para wakif. Mekanisme ini dikenal dengan aktivitas fundraising. Fundraising diartikan sebagai kerangka konsep tentang suatu kegiatan dalam rangka menggalang dana dan lainnya dari masyarakat yang akan digunakan untuk membiayai program dan kegiatan operasional lembaga sehingga mencapai tujuan.
Aktivitas fundraising adalah serangkaian kegiatan menggalang dana/daya, baik dari individu, organisasi, maupun badan hukum. Fundraising juga merupakan proses mempengaruhi masyarakat atau calon donatur agar mau melakukan amal kebajikan dalam bentuk penyerahan sebagian hartanya. Agar target bisa terpenuhi dan program bisa terwujud, diperlukan langkah-langkah strategis dalam menghimpun aset, yang selanjutnya akan dikelola dan dikembangkan.
Dalam melakukan penghimpunan (fundraising), menggunakan tiga strategi, yaitu:
a.    Retail (Perseorangan)
b.    Corporate ( Perusahaan)
c.    Kerjasama dengan pemerintah
Menurut Holloway dan Saidi dkk, konsep fundraising ada tiga kategori. Pertama, mengakses sumber dana/daya baik harta bergerak maupun tidak bergerak dari masyarakat. Kedua, menciptakan sumber dana baru dari aset yang ada melalui produktivitas aset tersebut. Ketiga, mendapatkan keuntungan dari sumber daya non moneter, seperti kerelawanan/volunter, barang peralatan/in kind, brand image lembaga dan sebagainya.
Substansi fundraising menurut Suparman ada tiga hal, yaitu:
a.    Motivasi, sebagai serangkaian pengetahuan, nilai-nilai, dan alasan-alasan yang mendorong calon donatur untuk mengeluarkan sebagian hartanya. Dalam hal ini lembaga harus melakukan edukasi, sosialisasi, promosidan transfer informasi kepada calon donatur.
b.    Program yaitu kegiata dari implementasi visi dan misi lembaga yang jelas sehingga masyarakat mampu tergerak untuk melakukan perbuatan filantropinya. Program tersebut berupa siklus manajemen, yaitu: membuat kasus program, melakukan riset calon donatur, menentukan teknik untuk menggalang dana, dan melakukan pemantauan secara menyeluruh, baik proses maupun hasilnya.
c.    Metode merupakan suatu pola, bentuk, atau cara yang dilakukan oleh suatu lembaga dalam rangka menggalang dana/daya dari masyarakat.
2.    Mengelola Aset Wakaf.
Ketika harta wakaf sudah diwakafkan oleh para wakif, maka suatu keharusan bagi nadzir untuk mengelola dan mengembangkannya agar harta tersebut tidak habis. Sebagaimana hadis ‘Umar yang menerima sebidang tanah di Khaibar, yang harus tetap menahan pokok harta wakaf. Dalam menahan pokok harta wakaf tentu dengan memakai pola dan strategi yang berbasis ekonomi syariah yang jauh dari transaksi yang bersifat ribawi.
Beberapa pola dan strategi dalam menahan pokok dalam konteks pengembangan aset wakaf, yaitu:
a.    Dengan meminjamkan atau menyewakan harta wakaf (produktivitas harta wakaf). Orang yang berhak atau berwenang untuk meminjamkan atau menyewakan harta wakaf adalah nazhir. Penyewaan wakaf sama seperti penyewaan harta milik lainnya, sah tidaknya akad tergantung pada pelaksanaannya.
b.    Dengan menukar harta wakaf (tukar guling harta wakaf). Dalam tukar-menukar harta wakaf ada dua hal penting yang berhubungan dengan hal tersebut, yaitu ibdal dan istibdal. Ibdal adalah menjual harta wakaf untuk membeli harta lain sebagai gantinya. Sedangkan istibdal yaitu menjadikan barang lain sebagai pengganti harta wakaf yang asli yang telah dijual. Dengan syarat, harta pengganti harta wakaf minimal bernilai sama dan tidak diperkenankan untuk merugi.
c.    Dengan investasi harta wakaf. Ada dua macam investasi dana/barang wakaf, yaitu:
1)    Investasi internal, yaitu berupa berbagai macam akad atau pengelolan proyek investasi wakaf yang dibiayai dari dana wakaf sendiri.
2)    Investasi eksternal, yaitu investasi dana/barang wakaf yang menyertakan modal pihak luar/atau bekerjasama dengan pihak luar.
3.    Menyalurkan Hasil Wakaf
Selain aspek motivasi berderma dan memproduktifkan aset wakaf, aspek yang tidak kalah penting adalah penyaluran atau pemberdayaan hasil wakaf untuk masyarakat yang memerlukan, atau memberikan manfaat seluas-luasnya untuk kemaslahatan masyarakat. Asa kemanfaatan benda wakafmenjadi landasan yang paling relevan dengan keberadaan benda wkaf itu sendiri.
Penyaluran hasil wakaf dalam bentuk pemberdayaan hasil-hasil wakaf secara umum ditujukan kepada mauquf ‘alaih (penerima wakaf), yang terkadang sudah ditunjuk oleh wakif untuk apa dan kepada siapa. Meskipun demikian, ada beberapa wakif yang tidak menunjuk hasil wakaf kepada orang yang spesifik. Tetapi untuk kemaslahatan umum dan sebagainya.
Bentuk penyaluran wakaf ada beberapa cara, yaitu:
a.    Kewiraswastaan sosial
b.    Pemberdayaan masyarakat kecil
c.    Sosial
Suatu aset atau benda wakaf dikatakan memiliki nilai keabadian manfaat paling tidak ada empat hal, yaitu:
a.    Benda tersebut dapat dimanfaatkan oleh orang banyak.
b.    Benda wakaf memberikan nilai yang lebih nyata kepada para wakif itu sendiri.
c.    Manfaat immaterial aset wakaf lebih besar dibandingkan dengan manfaat materialnya.
d.    Benda wakaf itu sendiri tidak menjadikan atau mengarahkan kepada kemudaratan bagi orang lain dan bagi wakif.
4.    Pelaporan Harta Wakaf
Bentuk pelaporan wakaf yang akuntabel dan transparan, yaitu:
a.    Pertemuan ruti
b.    Laporan rutin, berkala, baik yang wajib maupun tidak
c.    Laporan dalam bentuk media yang tepat dan bisa diakses
d.    Laporan sebagai bukti rasa tanggung jawab dan amanah
e.    Laporan sebagai upaya memperkenalkan wakaf masyarakat
C.    SKETSA SEJARAH NAZHIR WAKAF
1.    Sejarah Berdirinya Yayasan Hidayatul Hasanah
Sejarah berdirinya yayasan Hidayatul Hasanah di desa Sendang kec. Jambon kab. Ponorogo berdiri atas inisiatif dari pimpinan yayasan tersebut. Hal ini, timbul karena adanya keprihatinan kyai terhadap lingkungan masyarakat setempat. Keprihatinan tersebut timbul dari beberapa faktor, yaitu:
a.    Minimnya masyarakat yang memahami masalah agama
b.    Kurangnya kegotong royongan masyarakat dalam meningkatkan kesejahteraan ummat
c.    Keinginan kyainya untuk menyalurkan ilmu agama yang diperolehnya dari beberapa pondok pesantren.
Pendirian yayasan Hidayatul Hasanah diawali dengan datangnya beberapa orang yang meminta bantuan kyai untuk menyembuhkan suatu penyakit yang diderita orang itu. Setelah terjadinya penyembuhan penyakit yang diderita beberapa orang tersebut, mereka berkeingian untuk belajar agama kepada kyai tersebut (Bapak Moh. Sidiq Kromo Wijoyo) yang sebelumnya dikenal sebagai santri lulusan pondok pesantren Lirboyo, Kediri. Dan akhirnya, selang beberapa waktu semakin lama santri yang berguru kepadanya semakin banyak. Kemudian kyai (Bapak Sidik) berinisiatif untuk mendirikan sebuah yayasan yang dikelola dengan tujuan untuk memperbaiki akhlak dan tingkah laku masyarakat yang masih minim dengan bekal agama.
Pada tanggal 5 juni 2007 di dirikanlah yayasan yang bernama “YAYASAN HIDAYATUL HASANAH”. Kemudian diikuti oleh perkembangan dan kemajuaan yayasan tersebut dengan didirikan beberapa lembaga (TK, MTs, MA, panti asuhan, dan TPQ). Pendirian dari beberapa lembaga tersebut tidak lain karena adanya dukungan dari keluarga besar pimpinan yayasan yang mewakafkan sebagaian harta untuk diwakafkan guna kemajuaan yayasan tersebut.
2.    Struktur Organisasi
Kepengurusan pengelolaan tanah wakaf yang penulis teliti ini merupakan pengelolaan di bawah naungan Yayasan Hidayatul Hasanah. Adapun struktur kepengurusan di Yayasan Hidayatul Hasanah saat ini adalah sebagai berikut:
Ketua        : Moh. Sidik Kromowijoyo
Sekretaris    : Marji Nurcahyono, S.H.I.
Bendahara    : Imro’atul Makmunah, S.Pd.I.
Bidang-Bidang
Bidang Pendidikan    : Marwiyah
Bidang Perekonomian    : Wini Rahayu
Bidang Humas        : Habib Umar
3.    Aset Wakaf

Nomor    Wakif    Luas Tanah    Keterangan
1    Bpk. Panut    653 m2    Komplek pondok, pekarangan, asrama, panti asuhan,  sawah dan pertenakan
2    H. Mirah    1157 m2   
3    Bpk. Jasmun    276 m2   
  

D. DESKRIPSI TATA KELOLA WAKAF YAYASAN HIDAYATUL HASANAH (DATA LAPANGAN)
 
1.    Inovasi Menghimpun Harta Wakaf
Dalam menghimpun dana wakaf, Yayasan Hidayatul Hasanah melakukan berbagai upaya, diantaranya melalui pendekatan dengan cara:
a.    Mengenalkan Lembaga kepada masyarakat baik secara langsung maupun melalui media online.
b.    Diadakannya pengajian rutin bersama santri baik dengan walinya maupun masyarakat sekitar pondok pesantren.
c.    Memberikan surat penawaran wakaf kepada setiap wali santri.
d.    Penyebaran brosur.
Demikianlah upaya-upaya yang dilakukan dari Yayasan tersebut untuk menghimpun harta wakaf. Walaupun upaya telah dilakukan tapi data yang penulis dapatkan dari sumber yang terpercaya bahwa tanah wakaf yang ada saat ini di Yayasan Hidayatul Hasanah masih berasal dari sebagian tanah keluarga ketua yayasan yang diwakafkan. Kemungkinan dari kurang optimalnya upaya-upaya dalam menggali harta wakaf tersebut maka sampai saat ini pun belum ada sama sekali harta wakaf yang berasal dari masyarakat luar Yayasan baik perseorangan maupun organisasi.
Kemudian juga muncul masalah terkait sertifikat tanah wakaf tersebut. Dari semua tanah wakaf yang dimiliki Yayasan Hidayatul Hasanah masih belum ada satu pun yang disertifikatkan. Dari hasil wawancara dengan ketua yayasan (Bapak  Moh. Sidiq Kromo Wijoyo), diketahui ada beberapa faktor yang menjadi penyebab semua tanah wakaf belum didaftarkan atau diproses untuk mendapatkan sertifikat tanah. Faktor-faktor tersebut antara lain:
a.    Masih banyak pengurus yang belum memahami secara menyeluruh tentang berbagai perangkat peraturan mengenai pendaftaran tanah dan prosedur pengurusaannya sampai menjadi sertifikat dan balik namanya.
b.    Tidak adanya tenaga khusus yang fokus dan mempunyai waktu luang yang banyak untuk mengurusi masalah-masalah pendaftaran tanah wakaf.
c.    Belum adanya anggaran dana dalam proses administrasi pembuatan sertifikat tanah wakaf.
2.    Memproduktifkan Aset Wakaf
Wakaf dari sistem pemanfaatannya dibagi dua; yakni wakaf langsung dan wakaf produktif. Wakaf langsung adalah wakaf yang dilakukan untuk memberi pelayanan langsung kepada yang berhak, seperti masjid, sekolah, rumah sakit, dan sebagainya. Wakaf produktif adalah wakaf yang pokoknya digunakan untuk kegiatan produktif atau dikelola sedemikian rupa agar mendatangkan hasil dan hasilnya itu yang akan diberikan kepada yang berhak sesuai tujuan wakaf.
Yayasan Hidayatul Hasanah menerapkan kedua-duanya. Wakaf langsung misalnya: wakaf tanah diperuntukkan pada pembangunan madrasah, masjid, dan pondok pesantren; sebagaimana dijelaskan oleh Bpk. Muhammad Siddik sebagai pimpinan yayasan. Wakaf produktif juga dikembangkan, misalnya: peternakan bebek pedaging dan peternakan sapi; demikian juga pengembangan wakaf digunakan untuk sawah yang semuanya mengarah kepada “usaha ekonomi”.
Sebagaimana data yang penulis dapatkan diatas, sungguh disayangkan bahwa harta wakaf yang diproduktifkan tersebut masih belum dapat atau masih kurang dalam menutupi kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan. Selain dari masih minimnya harta yang diproduktifkan juga belum adanya unit usaha baru yang dikembangkan oleh yayasan hingga saat ini. Oleh karena itu, disinilah letak pentingnya pemilihan seorang nazdir. Nadzir dituntut untuk mempunyai kemampuan manajerial yang baik dan mampu membaca peluang bisnis untuk mengembangkan aset wakaf yang dikelolanya.
3.    Pemberdayaan Distribusi Hasil Wakaf
Berbicara bentuk-bentuk pemberdayaan ekonomi harta wakaf Yayasan Hidayatul Hasanah, maka berdasarkan hasil penelitian yang dikumpulkan dalam bentuk sejumlah data dan hasil wawancara dengan berbagai pihak yang berkompeten diperoleh keterangan sebagai berikut: Pemberdayaan harta wakaf Yayasan Hidayatul Hasanah berupa peternakan dan pertanian yang dikelola oleh Yayasan tersebut bersama masyarakat sekitar. Harta tersebut telah dianggap sebagai bentuk pemberdayaan harta benda wakaf. Hal itu dibuktikan dengan sejumlah hasil dari peternakan dan pertanian itu telah diberdayakan untuk:
•    Pengembangan usaha itu sendiri,
•    Pengembangan Pondok Pesantren Sendang Drajat,
•    Memberdayakan ekonomi masyarakat yang ikut mengelola harta wakaf dengan cara nisbah bagi hasil yang disepakati bersama.
•    Pengembangan Panti Asuhan yang dikelola oleh Yayasan tersebut.
Dalam perhitungannya mulai dari pembiayaan termasuk di dalamnya pengeluaran dan pemasukan, ternyata belum banyak dihasilkan dari usaha tersebut. Keterangan ini menjadi indikasi bahwa pergerakan bisnis peternakan dan pertanian belum bisa diandalkan, masih kurang dan belum mampu membantu banyak perekonomian Yayasan tersebut.
Bentuk pemberdayaan harta wakaf Yayasan Hisdayatul Hasanah bervariasi meliputi setidaknya program-program yang dapat dikategorikan ke dalam beberapa jenis:
a.    bangunan fisik;
b.    peningkatan keilmuan, termasuk laboratorium dan perpustakaan;
c.    pendidikan dari TK, MTs, dan MA;
d.    pemberdayaan perekonomian baik masyarakat maupun santriwan dan santriwati serta panti asuhan.
e.    pembinaan anak jalanan dan lain-lain.
Dari kesemuanya itu telah dibuat skala prioritas dari pemanfaatan semua harta wakaf tadi.
4.    Transparansi Pelaporan Hasil Wakaf
Pelaporan tentang hasil wakaf di yayasan Hidayatul Hasanah dilakukan secara rutin (setiap waktu panen). Untuk peternakan bebek pedaging hasil laporannya diserahkan setiap 35 hari sekali dan untuk pertanian 3 bulan sekali. Sedangkan untuk pelaporan keuangan dari sarana pendidikan seperti TK, MTs, MA dan TPQ pelaporannya setiap akhir tahun pelajaran. Kemudian hasil draf  laporan tersebut oleh Bagian Administrasi Keuangan (BAK) yang kemudian akan diserahkan/dilaporkan kepada wakif dan pengelola yayasan. Apabila yayasan membutuhkan dana untuk sarana dan prasarana yang diperlukan, yayasan dapat menggunakan dana dari hasil wakaf tersebut dengan syarat mendapat persetujuan dari pimpinan melalui Bagian Administrasi Keuangan (BAK). 

E.    KESIMPULAN DAN SARAN
 
1.    Kesimpulan
a.    Dalam menghimpun dana wakaf, Yayasan Hidayatul Hasanah melakukan berbagai upaya, diantaranya melalui pendekatan dengan cara:
•    Mengenalkan Lembaga kepada masyarakat baik secara langsung maupun melalui media online.
•    Diadakannya pengajian rutin bersama santri baik dengan walinya maupun masyarakat sekitar pondok pesantren.
•    Memberikan surat penawaran wakaf kepada setiap wali santri.
•    Penyebaran brosur.
b.    Dalam pengelolaan wakafnya, Yayasan Hidayatul Hasanah menerapkan wakaf langsung dan produktif. Wakaf langsung  misalnya: wakaf tanah diperuntukkan pada pembangunan madrasah, masjid, dan pondok pesantren. Sedangkan Wakaf produktif misalnya: untuk peternakan bebek pedaging dan sapi.
c.    Hasil dari harta wakaf produktif Yayasan Hidayatul Hasanah telah diberdayakan untuk:
•    Pengembangan usaha itu sendiri,
•    Pengembangan Pondok Pesantren Sendang Drajat,
•    Memberdayakan ekonomi masyarakat yang ikut mengelola harta wakaf dengan cara nisbah bagi hasil yang disepakati bersama.
d.    Dalam pelaporan hasil wakaf, yayasan tersebut melaporkan secara rutin kepada wakif dan pengelola setiap kali panen.
2.    Saran
a.    Dalam hal pengelolaan harta wakaf sebaiknya diserahkan kepada nadzir yang benar-benar berkompeten dibidangnya dan secara khusus menangani hal tersebut. Sehingga amanah yang disematkan kepadanya untuk mengelola harta itu dapat berkembang dan optimal.
b.    Mengenai sertifikat tanah wakaf, alangkah baiknya setelah diadakanya ikrar tanah wakaf tersebut segera untuk dilakukan pensertifikatan dan balik nama. Guna untuk memperjelas bahwa telah terjadi peralihan hak atas tanah dan untuk menghindari adanya perselisihan diantara pihak-pihak yang bersangkutan.







0 comments:

Post a Comment