Saturday, March 26, 2016

HARTA WARISAN MENURUT ADAT ISLAM BW


                                           HARTA WARISAN MENURUT ADAT ISLAM  BW

                               Makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas pada matakuliah
                                                                 “Hukum Waris Di Indonesia”


                                                        

                                                                            DisusunOleh:
                                                                           M Amin Atori
                                                                         Binti Munawaroh

                                                                        DosenPengampu:
                                                                         Suchamdi, M.SI


                                                                   JURUSAN SYARIAH
                                                  PROGRAM AHWAL SYAKHSHIYYAH
                                           SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
                                                                  (STAIN) PONOROGO
                                                                                 2015


                                                                            BAB I
                                                                  PENDAHULUAN

 
A.    Latar Belakang
Di negara kita RI ini, hukum waris yang berlaku secara nasioal belum terbentuk, dan hingga kini ada 3 (tiga) macam hukum waris yang berlaku dan diterima oleh masyarakat Indonesia, yakni hulum waris yang berdasarkan hukum Islam, hukum Adat dan hukum Perdata Eropa (BW). Hal ini adalah akibat warisan hukum yang dibuat oleh pemerintah kolonial Belanda untuk Hindia Belanda dahulu.
Kita sebagai negara yang telah lama merdeka dan berdaulat sudah tentu mendambakan adanya hukum waris sendiri yang berlaku secara nasional (seperti halnya hukum perkawinan dengan UU Nomor 2 Tahun1974), yang sesuai dengan bangsa Indonesia yang berfalsafah Pancasila dan sessuai pula dengan aspirasi yang benar-benar hidup di masyarakat.
Karena itu menginggat bangsa Indonesia yang mayoritas beragama Islam. Yang tentunya mengharapkan berlakunya hukum Islam di Indonesia, termasuk hukum warisnya bagi mereka yang beragama Islam, maka sudah selayaknya di dalam menyusun hukum waris nasional nanti dapatlah kiranya ketentuan-ketentuan pokok hukum waris Islam dimasukkan ke dalamnya, dengan memperhatikan pula pola budaya atau adat yang hidup di masyarakat yang bersangkutan.
B.    Rumusan Masalah
1.    Bagaimana  harta warisan menurut adat?
2.    Bagaimana harta warisan menurut islam?
3.    Bagiamana harta warisan menurut  hukum perdata (BW)?


                                                                               BAB II
                                                                       PEMBAHASAN

A.    Harta Warisan Menurut Adat
Harta warisan adalah harta kekayaan yang ditinggalkan oleh seorang yang meninggal dunia kepada ahli warisnya. Harta warisan itu terdiri atas:
a.    Harta bawaan atau harta asal
b.    Harta perkawinan
c.    Harta pusaka yang biasa disebut mbara-mbara nimana dalam hukum waris adat suku Kaili di Sulawesi Tengah
d.    Harta yang menunggu

a.    Harta Bawaan atau Harta Asal
Harta bawaan atau harta asal adalah harta yang dimiliki seseorang sebelum kawin dan harta itu akan kembali kepada keluarganya bila ia meninggal tanpa anak. Sebagai contoh, Putusan Pengadilan Agama dan Pengadilan Negeri Kabupaten Donggala yang menetapkan harta bawaan atau harta asal kembali kepada keluarga si pewaris bila ia meninnggal tidak mempunyai anak, yaitu:
1.    Maryam versus Husen cs, Putusan penetapan harta bawaan Nomor 79/Pdt.G/1993/PA. Palu, 28 Juli 1993
2.    Marcopolo cs versus Erna Djempa,Putusan Nomor 46/Pdt.G/1992/PN. Palu, 29 Maret 1993

b.    Harta Bersama Dalam Perkawinan
Harta bersama dalam perkawinan adalah harta yang diperoleh dari hasil usaha suami istri selama dalam ikatan perkawinan.

c.    Harta Pusaka
Harta pusaka yang biasa disebut mbara-mbara nimana adalah harta warisan yang hanya diwariskan kepada ahli waris tertentu karena sifatnya tidak terbagi, melainkan hanya dinikmati/dimanfaatkan  bersama oleh semua ahli waris dan keturunannya. Sebagai contoh, harta pusaka tinggi di Minang, pakaian adat perkawinan suku Kaili, alat rumah tangga, alat dapur, dan  semacamnya.

d.    Harta Yang Menunggu
Harta yang menunggu adalah harta yang akan diterima oleh ahli waris, tetapi karena satu-satunya ahli waris yang akan menerima harta itu tidak diketahui dimana ia berada.

e.    Penetapan Harta Warisan
Penetapan harta peninggalan seseorang yang telah meninggal dunia sebagai harta warisan terlebih dahulu memenuhi ketentuan sebagaimana berlaku dalam ungkapan hukum adat sossora, yaitu apabila seseorang telah meninggal dunia dan mempunyai utang, maka didahulukan pembayaran utangnya kemudian diselesaikan penyelenggaraan pemakaman jenazahnya. Sesudah jenazah pewaris dikuburkan, maka ditunaikan wasiat pewaris. Ungkapan hukum adat sossora di atas, menunjukkan bahwa dalam harta peninggal seseorang masih terkait dengan hak-hak orang lain sehingga sebelum harta peninggalan seseorang dibagi oleh ahli warisnya, terlebih dahulu diselesaikan secara berurut hal-hal sebagai berikut:

(1)    Melunasi Utang Pewaris
Apabila pewaris mempunyai utang, utang peninggalannya tersebut dibayar lunas melalui harta peninggalannya. Namun, bila harta pewaris tidak mencukupi, para ahli warisnya yang membayar utang itu sesudah mereka memusyawarahkan yang biasa  disebut sintuwu utang tomate.
 Kenyataan dalam lingkungan adat masyarakat yang mendiami negara RI, ahli waris berusaha untuk menyelesaikan seluruh utang-utang pewaris walaupun hata yang ditinggalkan itu tidak mencukupi bila dinilai dengan harta peninggalannya. Namun, utang itu tetap dibayar oleh ahli waris karena mereka beranggapan bahwa utang pewaris dapat mengakibatkan penyiksaan terhadap pewaris. Sebagai contoh, si Ahmad berutang kepada Hamid senilai 5juta yang kemudian dua bulansesudah uang itu dipinjam ia meninggal dunia yang meninggalkan harta warisan senilai 4juta dan meninggalkan ahli waris yaitu terdiri atas 5 orang anak laki-laki dan seorang anak perempuan. Anak pewaris sebagai ahli waris melunasi utang ayahnya sesudah mereka musyawarah mengenai cara pembayaraannya.

(2)    Mengeluarkan Biaya Pegurusan Jenazah
Apabila salah seorang di antara masyarakat yang mendiami Kabupaten Donggala meninggal dunia yang meninggalkan harta warisan dan ahli warisan, maka para keluarga pewaris, baik keluarga sebagai ahli waris maupun keluarga yang bukan ahli waris mengurus dan memakamkan jenazah pewaris. Semua biaya pengurusan jenazah tersebut, termasuk selametan yang dilakukan sesudah pemakaman dibayar oleh ahli waris melalui harta peninggalan pewaris. Contoh H. Mohammad Beta meninggal dunia tahun 1993 yang meninggalkan harta warisan dan ahli waris yang terdiri atas 5 orang anak laki-laki dan 3 orang perempuan. Para ahli waris itu mengeluarkan biaya pengurusan jenazah, pemakaman, dan selamatan dari harta peninggalan pewariss.

(3)    Menunaikan Wasiat Pewaris
Menunaikan wasiat pewaris dalam hukum adat masyarakat muslim yang mendiami Kabupaten Donggala sudah menjadi hukumadat yang berlaku bahwa sebelum ahli waris melaksanakan pembagian harta warisannya, mereka mendahulukan menunaikan wasiat pewaris. Contoh Pandan meninggal tahun 1992 yang meninggalkan ahli waris yang terdiri atas dua orang saudara laki-laki bersama 3 orang saudara perempuan dan sejumlah harta warisan. Para ahli waris tersebut, menunaikan wasiat pewaris berupa sebuah rumah kepada anak angkatnya sebelum mereka membagi harta warisannya.

B.    Harta Warisan Menurut Islam
Harta warisan adalah harta bawaan ditambah dengan bagian dari harta bersama sesudah digunakan keperluan pewaris selama sakit sampai meninggalnya, biaya pengurusan jenazah, dan pembayaran utang serta wasiat pewaris.
Harta warisan atau harta peninggalan disebut oleh al-Qur’an An-Nisa’ ayat 7 dengan istilah tarakah atau harta yang akan ditinggalkan, Al-Qur’an surat An-Nisa’ ayat 180 beralih kepada orang yang berhak menerimanya (ahli waris). Tarakah yang disebut oleh al-Qur’an surat an-Nisa’ ayat  11 an 12, yang kemudian diterjemahkan sebagai harta peninggalan terdiri atas benda dan hak-hak yang pembagiannya dilakukan menurut bagian yang ditentukan sesudah ditunaikan pembayaran utang dan wasiat pewaris. Sisa harta sesudah ditunaikannya berbagia kewajuban tersebut, itulah yang harus dibagi-bagi oleh para ahli waris sebagai harta warisan. Namun bila harta yang ditinggalkankan oleh oleh pewaris jumlahnya hanya sedikit, ulama menetakan urutan kewajiban yang harus ditunaikan oleh para ahli waris terhadap harta peninggalan pewaris.
Sehubungan dengan hak ahli waris yang disebutkan diatas, jumhur ulama golongan Sunni menetapkan tiga kewajiban yang haris dilakukan ahli waris sebelum melakukan pembagian harta peninggalan pewaris, yaitu biaya pengurusan jenazah, pelunasan utang pewaris, menunaikan wasiat pewaris.
Uraian diatas menunjukkan bahwa tidak semua harta peninggalan menjadi harta warisan yang dapat diwariskan kepada ahli waris, melainkan semua harta warisan baik berupa benda maupun berupa hak-hak harus bersih dari segala sangkut ppaut dengan orang lain. Dalam hukum kewarisan islam terdapat ketentuan mengeneai beberapa hal yang perlu diselesaikan sebelum dilakukann pembagian harta warisan,seperti penyelesaian urusan jenazah, pembayaran utang, dan wasiat pewaris. Selain itu, perlu diketahui bahwa warisan yang berupa hak-hak tidak berarti bendanya  dapat diwarisi. Sebagai contoh hak manfaat penggunaan sebuah rumah kontrak dapat diwariskan kepada ahli waris, tetapi rumahnya tetap menjadi hak bagi pemiliknya.

C.    Harta Warisan menurut BW
Berbeda dengan sistem hukum adat tentang warisan, menurut kedua sistem hukum diatas yang dimaksud dengan warisan atau harta peninggalan adalah sejumlah harta benda kekayaan pewaris alam keadaan bersih. Artinya, setelah dikurangi dengan pembayaran hutang pewaris dan pembayaran-pembayaran yang diakibatkan oleh meninggalnya pewaris. Oleh karena itu harta yang diterima oleh ahli waris menurut sistem hukum islam dan sistem hukum adat itu benar-benar hak mereka yang bebas dari tuntutan  kreditur pewaris. Sedangkan harta warisan dalam sistem hukum perdata yang bersumber pada BW meliputi seluruh harta benda beserta hak dan kewajiban pewaris dalam lapangan hukum serta kekayaan yang dapat dinilai dengan uang. Namun ketentuan tersebut ada beberapa pengecualian, yaitu hak dan kewajiban dalam lapangan hukum harta kekayaan yang tidak dapat beralih kepada ahli waris, antara lain:
1.    Hak untuk memungut hasil
2.    Perjanjian pemburuhan, dengan pekerjaan yang harus dilakukan bersifat pribadi.
3.    Perjanjian pengkongsian dagang, baik yang berbentuk maarcschap menurut BW maupun firma menurut Wvk, sebab prkongsian ini berakhir dengan meninggalnya salah seorang anggota atau persero.

Pengecualian lain, yaitu ada beberapa hak yang terletak dalam lapangan hukum keluarga, tetapi dapat diwariskan kepada ahli waris pemilik hak, yaitu hukum keluarga, tetapi dapat diwariskan kepada ahli waris pemilik hak, yaitu:
a.    Hak seorang ayah untuk menyangkal sahnya seorang anak.
b.    Hak seorang anak untuk menuntut supaya ia dinyatakan sebagai anak sah dari ayah atau ibunya.

Diatas telah dikemukakan bahwa kematian seseorang menurut BW mengakibatkan peralihan segala hak dan kewajiban pada seketika itu juga kepada ahli warisnya. Hal ini secara tegas disebutkan dalam Pasal 833 ayat 1 BW, yaitu “Sekalian ahli waris dengan sendirinya karena hukum memperoleh hak milik atas segala barang, segala hak, dan segala piutang dari yang meninggal”. Peralihan hak dan kewajiban dari yang meninggal dunia kepada ahli warisnya disebut saisine. Adapun yang dimaksud dengan saisine yaitu ahli waris memperoleh segala hak dan kewajiban dari yang meninggal dunia tanpa memerlukan suatu  tindakan tertentu, demikian pula bila ahli waris tersebut belum mengetahui tentang adanya warisan itu.
    Sistem waris BW tidak mengenal istilah harta asal maupun harta gono gini atau harta yang diperoleh bersama dalam perkawinan, sebab harta warisan dalam BW dari siapa pun juga, merupakan kesatuan yang secara bulat dan utuh dalam keseluruhan akan beralih dari tangan peninggal warisan/pewaris keahli warisnya. Artinya, dalam BW tidak dikenal perbedaan pengaturan atas dasar macam atau asal barang-barang yang ditinggalkan pewaris. Seperti yang ditegaskan dalam pasal 849 BW yaitu “Undang-undang tidak memandang akan sifat atau asal dari pada barang-barang dalam suatu peninggalan untuk mengatur pewarisan terhadapnya.” Sistem hukum waris BW mengenal sebaliknya dari sistem hukum waris adat yang membedakan macam dan asal barang yang ditinggalkan pewaris. Dalam hukum adat jika seseorang meninngal dengan meninggalkan sejumlah harta, harta peninggalan tersebut senantiasa ditentukan dahulu, mana yang termasuk harta asal yang dibawa salah satu pihak ketika menikah dan mana yang termasuk harta gono gini, yaitu harta yang diperoleh bersama suami istri selama dalam perkawinan. Sedangkan sistem BW, tidak mengenal hal tersebut, melainkan sebaliknya yaitu harta asal yang dibawa masing-masing ketika menikah, maupun harta yang diperoleh selama dalam perkawinan digabungkan menjadi satu kesatuan bulat yang akan beralih dan diwarisi oleh seluruh ahli warisnya.   


                                                                           BAB III
                                                                     KESIMPULAN

Harta warisan menurut hukum adat, hukum islam, dan hukum perdata itu berbeda. Harta warisan menurut adat adalah harta kekayaan yang ditinggalkan oleh seorang yang meninggal dunia kepada ahli warisnya. Harta warisan itu terdiri atas:
a.    Harta bawaan atau harta asal
b.    Harta perkawinan
c.    Harta pusaka yang biasa disebut mbara-mbara nimana dalam hukum waris adat suku Kaili di Sulawesi Tengah
d.    Harta yang menunggu
Harta warisan menurut islam adalah harta bawaan ditambah dengan bagian dari harta bersama sesudah digunakan keperluan pewaris selama sakit sampai meninggalnya, biaya pengurusan jenazah, dan pembayaran utang serta wasiat pewaris.
Sedangkan harta warisan menurut hukum perdata atau BW adalah seluruh harta benda beserta hak dan kewajiban pewaris dalam lapangan hukum serta kekayaan yang dapat dinilai dengan uang.


                                                               DAFTAR PUSTAKA

Suparaman, Eman. 2007. Hukum Waris Inonesia. Bandung: PT Refika Aditama

Zainuddin.2010.Pelaksanaan Hukum Waris di Indonesia.Jakarta:Sinar Grafika

0 comments:

Post a Comment