Contoh Judul-Judul Skripsi Syariah Ahwalu Syakhsiyah
Inilah contoh Judul-Judul Skripsi Syariah Ahwalu Syakhsiyah
1. Konsep Keluarga Sakinah menurut Jama’ah Tablig Perspektif Hukum Islam
2. Pandangan Ibn Qayyim Al-Jawziyyah tentang Persetujuan Anak Gadis dalam Perkawinannya
3. Pemberian Nafkah bagi Mantan Isteri menurut Hukum Islam (Studi Atas Pemikiran Asghar Ali Engineer)
4. Tinjauan Hukum Islam tentang Hukuman Mati terhadap Kasus Narkoba
5. Peranan Hakim Pengadilan Agama dalam Hukum Islam (Positif Legality) dan Sosio Kultur
6. Konsekuensi Yuridis Harta Bersama terhadap Kewajiban Suami Memberi Nafkah dalam Kompilasi Hukum Islam
7. Perselisihan Agama sebagai Alasan Perceraian
8. Praktek Perkawinan Waria Ditinjau Dari Hukum Islam
9. Studi Terhadap Pemikiran M. Quraish Shihab tentang Makna Ahl Al-Kitab dan Implikasinya Terhadap Hukum Perkawinan Beda Agama di Indonesia
10. Teknologi Pemilian Jenis Kelamin Anak Prespektif Hukum Islam
11. Zakat Gaji di Kalangan Pegawai pada Kanwil Depag Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
12. Konsep Perwalian dalam persepektif hukum perdata Islam dengan hukum perdata Sipil (Study Komparatif )
13. Pemikiran Djamal Doa dan Didin Hafidhuddin mengenai Permasalahan Pajak dan Zakat
14. Batas-Batas Hak Suami dalam Memperlakukan Isteri Saat Nusyuz dan Kemungkinan Sanksi Pidananya
15. Etika Profesi Hakim dalam Perspektif Hukum Islam (Studi Analisis Terhadap Kode Etik Profesi Hakim Indonesia)
16. ‘Iddah Perempuan Hamil karena Zina : Studi Pasal 53 KHI
17. Perjanjian Ekstradisi dalam Perspektif Fiqih Siyasah
18. Demokrasi Terpimpin dalam Pemikiran Idham Chalid
19. Euthanasia dalam Prespektif Fiqh Jinayah
20. Konsep Kafaah Menurut KGPAA Mangkunegara IV
21. Konsep Manusia Menurut Hasan Langgulung dan Implikasinya
22. Konsep Otentitas Wahyu Tuhan dalam Hermeneutika Hassan Hanafi
23. Konsep Pendidikan Tauhid Dalam Keluarga
24. Konsep Percaya Diri dalam Al-Qur'an
25. Konsep Pluralisme Abdurrahman Wahid (Dalam Prespektif Pendidikan Islam)
26. Kosep Wilayat Al-Faqih dalam Sistem Politik Islam Syi’ah Imamiyah
Studi Analisis Pendapat Yusuf Al-Qardhawi Tentang Menceraikan Perempuan Waktu Datang Bulan
Thalak atau perceraian adalah perbuatan yang diperbolehkan tetapi sangat dibenci oleh Allah. Thalak berarti pembatalan pernikahan, sementara pernikahan adalah perjanjian maslahah yang disunnahkan bahkan bisa menjadi diwajibkan, sebab pernikahan merupakan sarana menuju kepada maslahah dunia dan akhirat. Sementara pembatalan maslahah itu suatu kerusakan dan juga memutuskan sunnah serta menghilangkan kewajiban,sehingga Allah tidak suka dan tidak rela terhadap thalak.
Syariat Islam menetapkan berbagai persyaratan untuk terlaksananya perceraian. Tujuannya adalah menjaga ikatan perkawinan sebagai hal yang suci, tidak boleh hancur berantakan hanya karena persoalan yang remeh, bukan karena terdesak keadaan memaksa. Diantara berbagai persyaratan itu ialah ketentuan waktu perceraian. Siapa yang hendak mencerakan istrinya -bila tidak dapat dicegah- ia harus memilih waktu yang cocok dan sesuai dengan keadaan lstri yang hendak dicerainya.
Menurut sunnah, isteri hanya boleh dicerai dalam keadaan thuhr (suci), tidak dalam keadaan haid atau suci dan sudah digauli. Firman Allah:
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاء فَطَلِّقُوهُنَّ لِعِدَّتِهِنَّ وَأَحْصُوا الْعِدَّةَ
Artinya: “Hai Nabi, (katakanlah kepada orang-orang yang beriman) jika kalian (berniat) mencerai istri-istri kalian, hendaklah mereka kalian cerai pada waktu mereka dapat menghadapi (iddahnya) tanpa kesulitan”. (QS. at-Thalak: 1)
Kalimat لِعِدَّتِهِنَّ (dapat menghadapi iddahnya) diartikan “pada waktu dalam keadaan thuhr dan belum digauli” dengan maksud agar mereka tidak menghadapi kesulitan setelah dicerai. Sebagaimana dapat diketahui bahwa haid membuat wanita dalam keadaan lemah dan tidak bugar karena itu suami tidak boleh melepaskannya sebelum thuhr sehingga kondisi fisik dan mentalnya menjadi sehat bugar kembali. Jadi yang benar menurut syariat adalah mencerai istri dalam keadaan thuhr dan belum digauli. Mencerai istri dalam keadaan haid atau dalam keadaan thuhr setelah digauli, merupakan thalak yang dipandang haram (terlarang).
Demikian juga dalam Kompilasi Hukum Islam mengatur perihal putusnya perkawinan. Diantaranya pada pasal 116 menyebutkan tentang alasan-alasan yang diharus dipenuhi untuk melakukan talak. Dan pada pasal 122 tentang tidak bolehnya menjatuhkan talak pada waktu istri dalam keadaan haid (datang bulan) atau dalam keadaan suci tapi sudah dicampuri pada waktu suci tersebut.
Persoalan thalak yang dilakukan terhadap perempuan apalagi jika talak itu dilakukan terhadap wanita yang sedang dalam kondisi haid perlu mendapat perhatian yang lebih serius mengingat fenomena yang ada, yakni berkaitan dengan maraknya praktek perceraian, kawin kemudian cerai lagi nampak pada akhir-akhir ini kembali menjadi trend pada sebagian masyarakat kita sehingga membutuhkan kajian ulang mengenai berbagai hal yang berkaitan dengan hukum thalak (perceraian) tersebut. Sebab diharapkan perceraian yang terjadi tidak meninggalkan permasalahan yang lebih rumit di kemudian hari terutama yang berkaitan dengan persoalan thalak yang dilakukan terhadap perernpuan yang sedang dalam kondisi haid.
Untuk menyikapi persoalan tersebut perlu adanya upaya pemahaman dan pencarian dasar hukum yang kuat untuk mengatasi problematika tersebut, yang dalam hal ini penulis akan melacak pendapat Yusuf al¬-Qardhawi.
Gagasan mengadakan studi analisis kritis terhadap pendapat Yusuf al-Qardhawi ini dipandang perlu, mengingat adanya fenomena perkembangan tehnologi modern yang nantinya akan berpengaruh terhadap pola pikir dan pola pemahaman terhadap agama khususnya mengenai hal¬-hal yang berkaitan dengan hukum. Disamping itu keinginan adanya studi analisis terhadap suatu pemikiran hukum bersifat alami, hal ini didasarkan pada prinsip bahwa hukum itu berjalan sesuai dengan illatnyaatau dengan kata lain hukum dipengaruhi perkembangan waktu, situasi dan tempat yang menyertai tokoh tersebut.
Contoh Skripsi Syari’ah; Analisis Terhadap Poligami Bawah Tangan dan Implikasinya pada Kehidupan Rumah Tangga (Studi Kasus)
BAB I
PENDAHULUAN
Beberapa alasan yang menjadikan seseorang melakukan poligami bawah tangan antara lain, yaitu:
1. Proses poligami yang dianggap sangat menyulitkan dan terlalu berbelit-belit.
2. Kurangnya kesadaran akan pentingnya arti sebuah perkawinan, sehingga dengan jalan pintas melakukan poligami bawah tangan.
3. Atas dasar keterpaksaan. Ini lebih dimungkinkan karena calon isteri yang yang akan dipoligami sudah mengandung.
4. Adanya rasa ketidakpuasan atau kurangnya ketentraman dalam sebuah rumah tangga.
5. Jauh dari isteri, sehingga jarang untuk melakukan hubungan intim.
Untuk membahas tentang poligami, maka perlu peneliti menjelaskan terlebih dahulu tentang perkawinan. Perkawinan merupakan salah satu asas pokok hidup yang terutama dalam pergaulan atau masyarakat yang sempurna, bukan saja perkawinan itu satu jalan yang amat mulia untuk mengatur kehidupan rumah tangga dan keturunan, tetapi perkawinan itu dapat dipandang sebagai satu jalan menuju pintu perkenalan antara satu kaum dengan kaum yang lain. Serta perkenalan itu akan menjadi jalan untuk saling tolong-menolong antara yang satu dengan yang lain.
Perkawinan, atau tepatnya “berpasangan” merupakan ketetapan Ilahi atas segala makhluk. Mendambakan pasangan merupakan fitrah sebelum dewasa, dan dorongan yang sulit dibendung setelah dewasa. Oleh karena itu, agama mensyari’atkan dijalinnya pertemuan antara pria dan wanita, dan kemudian mengarahkan pertemuan itu sehingga terlaksananya “perkawinan” menuju ketentraman keluarga.
Dalam hal ini sesuai dengan pasal 1 Undang-undang No.1 tahun 1974 tentang perkawinan, bahwa:
“Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istreri dengan tujuan membentuk keluarga, rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Dalam hadits Nabi Muhammad SAW dijelaskan:
عَنْ عِمَارَةَ بْنِ عُمَيْرٍ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمنِ بْنِ يَزِيْدٍ، عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ مَسْعُوْدٍ، قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ”يَامَعْشَرَالشَّبَابِ! مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ. فَاِنَّهُ أََََغَضُّ لِلْبَصَرِ، وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ. وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ، فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَاِنَّهُ وِجَاء.ٌ{رواه مسلم}
“Dari I’marah bin Umair, dari Abdur Rahman bin Yazid, dari Abdullah bin Mas’ud, ia berkata; Rasulullah saw bersabda kepada kami: Hai kaum pemuda, apabila di antara kamu kuasa untuk kawin, hendaklah ia kawin. Sebab kawin itu lebih kuasa untuk menjaga mata dan kemaluan, dan barang siapa tidak kuasa hendaklah ia berpuasa sebab puasa itu penjaga baginya”. (HR.Muslim)
Pada dasarnya perkawinan juga dianjurkan oleh Islam. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-qur’an surat An-nisa’ ayat 3:
فََََانْكِحُوْا مَا طَابَ لَكُمْ مِّنَ النِّسَآءِ مَثْنى وَثُلثَ وَرُبعَ ج فَاِنْ خِفْتُمْ الاَتَعْدِلُوْا َفوَاحِدَةً اوَمَامَلَكَتْ اَيْمَانُكُمْقلى ذلِكَ اَدْنىاَلاَّتَعُوْلُوْا.{النّسآء: 3}
“Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi; dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.[5] (QS. An-nisa’: 3)
Pada asasnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai seorang isteri. Seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami. Namun pengadilan dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristeri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan. (Pasal 3 ayat 1 dan 2 UU. No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan).
Ada 5 asas penting yang perlu diketahui dalam Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan, yaitu:
1. Bahwa tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
2. Bahwa suatu perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu, dan disamping itu tiap-tiap perkawinan harus dicatat menurut perundang-undangan yang berlaku.
3. Bahwa calon suami isteri harus telah masak jiwa raganya untuk dapat melangsungkan perkawinan, sehingga perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun.
4. Bahwa Undang-undang ini menganut asas monogami, yaitu seorang pria hanya boleh mengawini seorang wanita. Namun apabila dikehendaki oleh yang bersangkutan, maka diperbolehkannya poligami. Karena memang dasar hukum dan agama Islam mengizinkan seorang suami dapat beristri lebih dari seorang.
5. Bahwa suami isteri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang menjadi sendi dasar dari susunan masyarakat. Sehingga hak dan kewajiban istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup dalam masyarakat untuk membina keluarga.[6]
Undang-undang RI tentang perkawinan maupun hukum Islam sama-sama membolehkan poligami, jika syarat-syarat yang dapat menjamin keadilan suami kepada isteri terpenuhi. Hukum Islam tidak menutup rapat pintu kemungkinan untuk berpoligami, atau beristeri lebih dari seorang wanita, sepanjang persyaratan keadilan di antara isteri dapat dipenuhi dengan baik.
Hukum Islam memang memperbolehkan poligami, namun hukum Islam tidak mengatur tata cara secara administratif dalam pelaksanaan poligami. Agar poligami dapat dilaksanakan tertib secara hukum pemerintah, tidak merugikan salah satu pihak dan tidak terjadi kesewenang-wenangan terhadap isteri, maka hukum Islam di Indonesia mengatur mengenai proses poligami tersebut.
Dalam peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1975 tentang pelaksanaan UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan pasal 40 menyebutkan, bahwa:
“Apabila seorang suami bermaksud untuk beristeri lebih dari seorang, maka ia wajib mengajukan permohonan secara tertulis kepada pengadilan”.
Sedangkan Inpres No. 1 tahun 1991 tentang kompilasi hukum Islam pasal 56 dan pasal 57 disebutkan:
Pasal 56:
1) Suami yang hendak beristeri lebih dari satu orang harus mendapat izin dari Pengadilan Agama.
2) Pengajuan permohonan izin dimaksud pada ayat (1) dilakukan menurut tata cara sebagaimana diatur dalam Bab VIII Peraturan Pemerintah No.9 Tahun 1975
3) Perkawinan yang dilakukan dengan isteri kedua, ketiga atau keempat tanpa izin dari Pengadilan Agama, tidak mempunyai kekuatan hukum.
Pasal 57:
“Pengadilan Agama hanya memberikan izin kepada suami yang akan beristeri lebih dari seorang apabila:
1. Isteri tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai isteri
2. Isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan
3. Isteri tidak dapat melahirkan keturunan.
Selanjutnya dalam pasal 58 dijelaskan bahwa seorang suami yang akan berpoligami juga harus mendapat persetujuan isteri dan adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan hidup isteri-isteri dan anak-anak mereka. Persetujuan isteri ini dapat diberikan secara tertulis ataupun secara lisan, namun begitu persetujuan ini harus dipertegas secara lisan oleh isteri atau isteri-isterinya di pengadilan agama.
Pengadilan agama setelah menerima permohonan izin poligami, kemudian memeriksa:
1. Ada atau tidaknya alasan yang memungkinkan seorang suami kawin lagi.
2. Ada atau tidaknya persetujuan dari isteri, baik persetujuan lisan maupun tertulis, apabila persetujuan itu merupakan persetujuan lisan, persetujuan itu harus diucapkan di depan sidang pengadilan.
3. Ada atau tidaknya kemampuan suami untuk menjamin keperluan hidup isteri-isteri dan anak-anak, dengan memperlihatkan:
1. Surat keterangan mengenai penghasilan suami yang ditanda tangani oleh bendahara tempat bekerja.
2. Surat keterangan pajak penghasilan.
3. Surat keterangan lain yang dapat diterima oleh pengadilan.
Beberapa alasan yang menjadikan seseorang melakukan poligami bawah tangan antara lain, yaitu:
1. Proses poligami yang dianggap sangat menyulitkan dan terlalu berbelit-belit.
2. Kurangnya kesadaran akan pentingnya arti sebuah perkawinan, sehingga dengan jalan pintas melakukan poligami bawah tangan.
3. Atas dasar keterpaksaan. Ini lebih dimungkinkan karena calon isteri yang yang akan dipoligami sudah mengandung.
4. Adanya rasa ketidakpuasan atau kurangnya ketentraman dalam sebuah rumah tangga.
5. Jauh dari isteri, sehingga jarang untuk melakukan hubungan intim.
Adanya penyimpangan-penyimpangan itu disebabkan oleh faktor norma yang berlaku di masyarakat yang telah lama mengakar semenjak Islam berkembang di Indonesia. Sehingga hukum Islam yang berlaku di Indonesia dapat dibagi dalam dua bentuk;
1. Hukum Islam yang berformil yuridis, yaitu sebagian dari hukum Islam yang mengatur hubungan manusia di dalam masyarakat yang disebut dengan muamalah.
2. Hukum Islam yang berlaku normatif, yaitu bagian hukum Islam yang yang telah berkembang pada masyarakat. Pelaksanaannya tergantung pada kuat-lemahnya kesadaran masyarakat muslim mengenai norma-norma hukum Islam yang bersifat normatif itu.
Kenyataan seperti ini tidak mudah untuk dihilangkan sehingga tidak sedikit ditemukan penyimpangan-penyimpangan dalam hukum perkawinan terutama poligami. Masalah penyimpangan tidak hanya terdapat pada suatu daerah tertentu saja, hampir di semua daerah yang memiliki norma hukum berbeda dengan ketentuan formal yuridis, cenderung melakukan pelanggaran hukum.
Berangkat dari latar belakang di atas, peneliti ingin mengetahui lebih jauh mengenai praktek poligami bawah tangan, faktor-faktor apa yang menyebabkan poligami bawah tangan serta bagaimana pengaruhnya terhadap keluarga. Maka rasa ingin tahu tersebut tertuang dalam bentuk penulisan skripsi dengan judul: “Analisis Hukum Islam Tentang Poligami Bawah Tangan Dan Pengaruhnya Terhadap Keluarga (Studi Kasus)”.
A. PERMASALAHAN
Berdasarkan dari uraian latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam skripsi ini adalah:
1. Bagaimana praktek poligami bawah tangan?
2. Faktor-Faktor apa yang menyebabkan terjadinya praktek poligami bawah tangan?
3. Sejauh mana pengaruh poligami bawah tangan terhadap kehidupan keluarga?
B. TUJUAN PENULISAN SKRIPSI
Adapun tujuan penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui praktek poligami bawah tangan.
2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya praktek poligami bawah tangan.
3. Untuk mengetahui pengaruh poligami bawah tangan terhadap kehidupan keluarga.
C. TELAAH PUSTAKA
Telaah pustaka adalah menyediakan informasi tentang penelitian-penelitian atau karya-karya ilmiah lain yang berhubungan dengan penelitian yang akan diteliti agar tidak terjadi duplikasi atau pengulangan dengan penelitian yang telah ada.
Di samping itu, dapat memberikan rasa percaya diri dalam melakukan penelitian. Sebab dengan telaah pustaka semua konstruksi yang berhubungan dengan penelitian yang telah tersedia, kita dapat menguasai banyak informasi yang berhubungan dengan penelitian yang kita lakukan.
Berikut ini adalah beberapa karya ilmiah baik dalam bentuk buku yang berkaitan dengan penelitian, antara lain:
Dalam buku yang berjudul “Bahan Penyuluhan Hukum” (Departemen Agama Republik Indonesia tahun 2000), menjelaskan tentang Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan, peraturan pemerintah RI Nomor 9 tahun 1975 tentang pelaksanaan undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan dan Inpres Nomor 1 tahun 1991 tentang kompilasi Hukum Islam dari pasal perpasal.[13]
M. Quraish Shihab, dalam bukunya yang berjudul ”Wawasan Al-qur’an” (2000), dijelaskan tentang pengertian nikah dan poligami, tujuan perkawinan, syarat sahnya perkawinan dan tanggung jawab suami terhadap keluarga.
Siti Musdah Mulia, dalam bukunya yang berjudul “Islam Menggugat Poligami”, menjelaskan tentang makna poligami, sejarah asal-usul poligami, alasan berpoligami di masyarakat, dan berbagai implikasi poligami baik implikasi sosio-psikologis, implikasi kekerasan terhadap perempuan dan implikasi sosial terhadap masyarakat. Dalam buku tersebut juga diterangkan perlunya upaya-upaya pemberdayaan perempuan, terutama agar mereka mengerti akan hak-hak mereka sehingga memiliki posisi tawar yang tinggi dalam kehidupan rumah tangga.
Yusuf Qardhawi, dalam bukunya yang berjudul “Fatwa-fatwa Kontemporer”, yang menjelaskan tentang tata cara pernikahan dan poligami serta hikmah pernikahan dan poligami.
Sulaiman Rasjid, dalam bukunya yang berjudul “Fiqh Islam”, menjelaskan tentang hukum nikah dan poligami, syarat dan rukun nikah, serta pergaulan di dalam keluarga.
Abdul Manan, M. Fauzan, dalam bukunya yang berjudul “Pokok-Pokok Dalam Hukum Perdata (Wewenang Peradilan Agama)” menjelaskan tentang; Bidang-bidang hukum perkawinan (izin beristeri lebih dari satu orang), izin melakukan perkawinan dan pernyataan tentang sahnya perkawinan yang terjadi sebelum undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dan dijalankannya menurut peraturan yang lain.
Rahmat Hakim, dalam bukunya yang berjudul “Hukum Perkawinan Islam”, yang membahas tentang arti dan hukum nikah, tujuan dan hikmah nikah, saksi dalam nikah, wali dalam nikah, pelaksanaan nikah dan poligami.
Dari beberapa karya ilmiah dalam bentuk buku tersebut di atas dapat dijelaskan oleh penulis bahwa pembahasan mengenai poligami bawah tangan dan pengaruhnya terhadap keluarga dapat mengambil sebagian pendapat dari para ahli tersebut berdasarkan bukunya masing-masing.. Hal ini dimaksudkan untuk memberi gambaran atau pendapat penulis sekaligus memberikan pertimbangan untuk mengemukakan pendapat mengenai poligami bawah tangan.
Adapun hal-hal yang perlu diungkap berdasarkan pertimbangan pendapat para ahli oleh penulis antara lain tentang pengertian nikah, dasar hukum nikah, tujuan dan hikmah nikah, saksi dalam nikah, wali dalam nikah, pelaksanaan nikah dan poligami berdasarkan syaria’at Islam dan ketentuan undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan sekaligus Inpres No 1 tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam.
D. METODE PENULISAN SKRIPSI
Metode merupakan cara utama yang dipergunakan untuk mencapai tujuan tertentu, yaitu cara-cara yang dipergunakan untuk menganalisa atau menguraikan bentuk teoritis untuk diimplementasikan dalam bentuk applikatif.
1. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif, yaitu strategi dan teknik penelitian yang digunakan untuk memahami masyarakat, masalah atau gejala dalam masyarakat dengan mengumpulkan sebanyak mungkin fakta secara detail dan mendalam. Data yang disajikan pun dalam bentuk verbal dan bukan dalam bentuk angka.
Pendekatan kualitatif ini digunakan dengan pertimbangan:
1. Menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan ganda.
2. Metode ini menyajikan secara langsung pada hakekat hubungan antara peneliti dengan responden.
3. Metode ini lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan pola-pola nilai yang dihadapi anak didik.
2. Sifat Penelitian
Penelitian ini bersifat kualitatif, artinya data yang dikumpulkan berupa kata-kata, hasil pengamatan, dan bukan angka-angka, dimana disebabkan oleh adanya penerapan metode kualitatif. Dalam pengertian ini, hal yang akan dideskripsikan adalah tentang praktik poligami bawah tangan dan pengaruhnya keluarga.
3. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam skripsi ini adalah terdiri dari:
1. Sumber Data Primer
Sumber data primer adalah sumber data yang langsung berkaitan dengan obyek penelitian, yaitu berupa kata-kata dan tindakan yang secara langsung melakukan poligami bawah tangan. Sedangkan data diperoleh melalui observasi lapangan dan wawancara.
1. Sumber Data Sekunder
Sedangkan yang dimaksud sumber sekunder adalah berbagai data yang mendukung dan berkaitan dengan judul skripsi, sedangkan sumber sekunder yang dipakai dalam skripsi ini dapat berasal sumber tidak langsung yang biasanya berupa data dokumentasi dan arsip resmi, dan data-data lain yang terkait dengan masalah yang diteliti.
4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Observasi (Pengamatan).
Metode observasi adalah metode pengamatan dan pencatatan dengan sistematis fenomena-fenomena yang diselidiki.
b. Studi Pustaka
Dalam mengumpulan data di penelitian ini juga menggunakan metode studi pustaka (library research), yaitu data yang berasal dari sumber-sumber literatur atau data kepustakaan, peneliti melakukan penelaahan terhadap buku-buku yang berkaitan dengan pokok permasahan yang dibahas, yaitu dengan cara membaca, memahami dan menyimpulkan dari berbagai buku dan karya ilmiah yang berkaitan dengan penelitian ini.
Studi pustaka yang diterapkan dalam penelitian ini digunakan untuk memperoleh data skunder tentang poligami dan pengaruhnya terhadap keluarga.
Studi pustaka yang dilakukan peneliti juga akan membantu peneliti untuk menemukan persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan tentang pendapat para ahli dalam masalah ini.
c. Teknik Wawancara
Metode pengumpulan data yang digunakan penulis adalah dengan metode wawancara, yaitu cara mendapatkan informasi dengan cara bertanya langsung kepada responden. Metode ini digunakan untuk memperoleh data-data yang mendukung tentang masalah-masalah yang dibahas dalam masalah ini. Sedangkan obyek dari teknik wawancara ini adalah orang-orang yang sehari-harinya dekat dengan obyek penelitian, yaitu warga sebagai sample yang melakukan poligami bawah tangan serta orang-orang yang bersangkutan. Hal ini untuk mengetahui factor dan pengaruh yang ditimbulkannya atas poligami bawah tangan.
5. Teknik Analisis Data
Setelah data terkumpul melalui teknik pengumpulan data, langkah selanjutnya adalah menganalisis data tersebut dengan memberikan penafsiran data yang diperoleh dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif, yaitu suatu metode yang berusaha mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa atau kejadian yang terjadi pada saat sekarang yang berhubungan dengan tema atau obyek penelitian.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan salah satu jenis penelitian deskriptif, yaitu studi kasus (case study). Studi kasus merupakan penelitian tentang status subyek penelitian yang berkenaan dengan fase spesifik atau khas dari keseluruhan personalitas. Subyek penelitian dapat saja individu, kelompok, lembaga maupun masyarakat. Tujuan studi kasus ini untuk memberikan gambaran secara mendetail tentang latar belakang, sifat-sifat serta karakter-karakter yang khas dari kasus atau pun status dari individu yang kemudian akan dijadikan suatu hal yang bersifat umum.
Dalam penelitian ini, data yang terkumpul berbentuk kata-kata, dan bukan angka. Kalau pun ada angka-angka, sifatnya hanya sebagai penunjang. Data yang diperoleh meliputi transkip, interview, catatan lapangan dan lain-lain.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode observatif kualitatif, dimana setelah memperoleh data dari hasil pengamatan dan wawancara, peneliti kemudian menyusun data tersebut, menjelaskan dan dilanjutkan dengan menganalisis data tersebut.
Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut:
1. Menelaah data yang diperoleh dari informan dan literature terkait
2. Mengklasifikasikan data dan menyusun berdasarkan kategori-kategori
3. Setelah data tersusun data terklasifikasi kemudian langkah selanjutnya adalah kesimpulan atau penarikan kesimpulan berdasarkan data yang ada.
E. SISTEMATIKA PENULISAN SKRIPSI
Sistematika Penulisan ini merupakan hal yang sangat penting karena mempunyai fungsi untuk menyatakan garis-garis besar masing-masing bab yang saling berurutan. Hal ini dimaksudkan agar penulis dapat memperoleh penelitian yang alamiah dan sistematis. Dalam usulan penelitian ini, penulis akan membagi dalam lima bab dengan sistematika penulisan sebagai berikut:
Bab I menjelaskan tentang latar belakang permasalahan mengapa penulis mengambil topik ini, kemudian akan dipaparkan batasan-batasan perumusan masalah untuk menghindari meluasnya pembahasan skripsi ini. Selanjutnya dijelaskan tentang tujuan penulisan skripsi ini dan tinjauan kepustakaan guna mempermudah penulis dalam mencari data-data pendukung tentang poligami, yang paling substansial adalah memuat metodologi yang akan menjadi pembahasan pada bab berikutnya. Dalam hal ini, penulis menggunakan metode deskriptif kualitatif untuk memaparkan masalah-masalah poligami.
Bab II membahas secara umum tentang nikah dan poligami dimulai dari pengertian dan dasar hukum nikah, tujuan nikah, rukun dan syarat nikah. Di samping itu, juga memaparkan tentang poligami dalam Islam.
Bab III menjelaskan tentang sosio-geografis obyek. Pada bab ini, juga memaparkan tentang praktek poligami bawah tangan dan pengaruhnya terhadap keluarga.
Bab IV adalah analisis data dari semua data yang telah diperoleh. Sehingga nantinya dapat menghasilkan pemahaman baru tentang poligami bawah tangan dan pengaruhnya terhadap keluarga.
Bab V merupakan bab penutup yang di dalamnya akan dikemukakan kesimpulan-kesimpulan dari seluruh upaya penulis dalam penelitian ini. Di samping itu, penulis tidak lupa untuk memberikan saran-saran dan harapan-harapan. Penelitian ini juga dimaksudkan untuk memperoleh kritik dari pembaca agar nantinya penulis dapat berkarya lebih baik.
Demikian contoh-contoh masalah judul SCRIPSI semoga yang membaca cepat wisuda dan mendapatkan ilmu yang bermanfaat.,.amiinn,.,.
0 comments:
Post a Comment