. Percobaan ( pogging )
Contoh Kasus 1 :
Andik adalah seorang pegawai suatu kantor pos. Andik memiliki niatan untuk mencuri paket kiriman dikantor poss. Ketika jam kerja selesai dan teman – teman sekerjanya pulang Andik menyelinap dan bersembunyi dikamar mandi. Saat suasana sepi dia mencoba memilih paketan untuk di curi. Akan tetapi ternyata kepala kantor Andik masih belum pulang dan sesaat ketika mau pulang dengan tidak sengaja melihat andik berada didalam gudang. Karena curiga, kepala kantor pos menanyakan apa yang sedang dilakukan Andik. Berhubung ketahuan maka Andik tidak jadi mencuri. Karena kebingungan andik membuat alasan kalau sedang mengecek barang. Namun, kepala kantor tida percaya begitu saja. Dan memperkarakan ke meja hijau.
Analisis :
Kasus ini termasuk poging ( percobaan ), hal ini sesuai dengan dasar hukum yakni diatur didalam KUHP pasal 53 :
(1) Mencoba melakukan kejahatan dipidana, jika niat untuk itu telah ternyata dari adanya permulaan pelaksanaan, dan tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri.
(2) Maksimum pidana pokok terhadap kejahatan, dalam hal percobaan dikurangi sepertiga.
(3) Jika kejahatan diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, dijatuhkan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
(4) Pidana tambahan bagi percobaan sama dengan kejahatan selesai.
Hasil identifikasi dalam kasus ini adalah sebagai berikut :
1. Andik berencana untuk mencuri pos paket
2. Andik masuk ke kamar mandi
Hal sudah dianggap sebagai permulaan pelaksanaan melakukan percobaan pencurian. Karena dengan masuknya andik ke kamar mandi adalah awal dari pencurian itu.
3. Masuk ke Gudang
Saat masuk ke gudang dan memilih barang sudah merupakan kelanjutan dari permulaan.
4. Andik ketahuan saat mau melakukan kejahatan
Aksi Andi untuk mencuri pos paket, tapi kajahatan yang dilakukan oleh andik belum bisa dikatakan sukses atau mencapai sasaran, karena ditengah aksinya andik udah ketahuan duluan sama kepala kantornya dan kemudian diproses dimeja hijau.
Dari contoh kasus fiktif trsebut, termasuk serangkaian perbuatan yang telah dilakukan Andik untuk melaksanakan kehendaknya dengan misi mencuri pos paket.sehingga andik dapat dikenakan pidana sesuai pasal 53 ayat (1), (2), dan (3). Hukuman yang dapat dijatuhkan terhadap percobaan ini adalah dikurangi 1/3 dari pidana pokok yang dijatuhkan oleh hakim. Jika hakim menjatuhkan hukuman 9 tahun penjara, maka hukuman yang harus dijalani andik adalah 6 tahun hukuman penjara.
Contoh Kasus 2 :
BOGOR, KOMPAS.com — Kasus pemerkosaan penumpang di angkutan umum hampir terjadi lagi. MD (48), sopir angkutan kota trayek 38 Cibinong-Gunung Putri, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, mencoba memerkosa penumpangnya, B (15), siswi kelas III SMP, di dalam angkot.
Percobaan pemerkosaan itu terjadi pada Selasa (24/1/2012) sekitar pukul 20.00. Penyidik Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Bogor berhasil membekuk sopir angkot itu pada Rabu sore.
”Pemerkosaan terhadap korban belum terjadi. Namun, pelaku berbuat cabul kepada korban yang tidak melawan karena dia masih anak-anak dan pelaku juga sempat mengancam korban,” tutur Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Bogor Ajun Komisaris Imron Ermawan di Cibinong, Kamis (26/1/2012).
Pelaku kini terancam hukuman 15 tahun penjara karena melanggar Pasal 81 dan 82 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Saat kejadian, korban naik angkot bernomor polisi F 1915 MB yang dikemudikan pelaku di depan Rumah Sakit Bina Husada, Cibinong, untuk pulang ke rumahnya di Gunung Putri. Di dalam angkot masih ada tujuh penumpang.
Namun, satu per satu penumpang turun sehingga tinggal tersisa korban. Saat itu, pelaku meminta korban yang duduk di belakang pindah ke depan. Korban tidak curiga.
Setelah korban duduk di depan, MD berbuat tidak senonoh sambil membawa angkot ke tempat sepi di Kampung Tlajung, Desa Cikeas Udik, Kecamatan Gunung Putri. Pelaku kemudian memaksa korban pindah ke bagian belakang angkot.
Dia menggunakan jok angkot sebagai alas untuk memerkosa korban, tetapi karena melihat orang lewat dan berupaya mendekatinya, MD berhenti dan melarikan diri dengan angkotnya dan meninggalkan korban di jalan.
”Korban pulang naik ojek, lalu menceritakan kejadian itu kepada orangtuanya, lalu mereka melapor kepada kami. Berdasarkan ciri-ciri pelaku dan ciri mobil, kami menangkap MD,” ujar Imron.
Analisis :
Berdasarkan kasus diatas maka dapat disimpulkan bahwa supir angkot telah melanggar kasus pidana pada pasal 53 ayat (1) :
“Mencoba melakukan dipidana, jika niat itu telah ternyata dari adanya permulaan pelaksanaan dan tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri”
Pelaku yang berupaya mencoba memperkosa korban dan berhenti tidak jadi memperkosa karena ada seseorang yang sedang lewat dan mendekati pelaku. Hal ini dapat dianalisis dari kejadian di atas adalah :
Sopir angkutan berencana untuk memperkosa siswi kelas III SMP. Sopir angkot mencoba memperkosa siswi tersebut, tapi kejahatan yang dilakukan sopir angkot belum sepenuhnya selesai, karena ditengah aksinya sopir angkot melihat orang lewat dan berupaya untuk mendekatinya, pelaku yang berhenti dan melarikan diri dengan angkotnya dan meninggalkan korban di jalan. Inilah yang kemudian disebut percobaan dalam hukum pidana.
Dari kejadian diatas maka pelaku dihukum 10 tahun penjara. Hal ini dikarenakan hukuman yang dijatuhkan hakim yaitu 15 tahun dikurangi 1/3nya yaitu 5 tahun.
Kesimpulan :
Dari kedua contoh diatas dapat disimpulkan bahwa tergolong Percobaan yang terhenti. Hal ini dikarenakan bahwa dalam aksi kejahatannya belum selesaii sampai akhir dan terhenti saat melakukan aksinya.
Jadi yang dimaksud dengan Percobaan (Poging) adalah Bentuk kejahatan yang dilakukan oleh seseorang yang berupaya jahat kepada orang lain atau hal lain dan belum selesai dalam menjalankan aksinya / sudah selesai aksinya, namun tidak sesuai dengan rencana awl (niat) maka akan dipidana.
2. Penyertaan
Contoh Kasus 1 :
25 September lalu, Ihsan merampok ATM di Universitas Bung Hatta dengan membawa senjata api. Dan berupaya mengancam petugas yang sedang berjaga. Aksi pencurian ini berhasil. Kemudian ihsan lari kerumah rekannya untuk bersembunyi. Setelah itu Ihsan menghitung uang hasil rampokan, dan memberikan uang kepada rekannya yang bernama Rahmad Syamsurizal dan istrinya Eni Erawati senilai 10 juta sebagai uang tutup mulut dan ucapan terima kasih telah disediakan tempat untuk bersembunyi. Naas selang beberapa hari mereka bertiga tertangkap dan di sidangkan di pengadilan.
Jaksa Penuntut Umum (JPU), menuntut Ihsan dengan hukuman 12 tahun penjara. Sedangkan Rahmad Syamsurizal bersama istrinya, Eni Erawati ,hany a dituntut tiga tahun, karena tidak terlibat langsung dalam .
Dalam tuntutannya, JPU Gusnefi menyebutkan, kalau Ihsan sudah melanggar pasal 365 ayat 2 KUHP, dan pasal 1 ayat 1 Undang-Undang RI nomor 12 tahun 1951 jo pasal 55 ayat 1 KUHP. Terdakwa melakukan perampokan dan memiliki senjata tanpa izin. Ancaman hukuman 12 tahun, setimpal dengan perbuatannya,” jelas Gusnefi. Sementara, Rahmad dan Eni tidak dihukum berat dikarenakan keduanya tidak ikut serta dalam perampokan. Keduanya hanya menikmati hasil perampokan, serta menyediakan tempat bagi perampok untuk berkumpul. JPU menyebutkan, Eni dan Rahmad menerima hasil rampokan senilai Rp10 juta, yang dibelikan perhiasan emas dan uang tunai Rp1,1 juta.
Setelah membacakan tuntutan, ketiganya langsung digiring menuju sel tahanan. Ihsan, Rahmad dan Era, diberikan waktu seminggu untuk menyusun pembelaannya secara tertulis, dan akan dibacakan pada sidang, Senin depan. Bagaimana nasib anak-anak, kalau saya dan uda dipenjara. Mereka mau mengadu sama siapa,? jelas Era sembari menangis.
Analisis :
Terdakwa Ihsan dikenai pasal 55 ayat (1) karena tindak pidananya ini termasuk dalam kasus penyertaan yang pelakunya lebih dari satu orang, sehingga memenuhi rumusan pasal tersebut yang berbunyi :
Dipidana sebagai pelaku tindak pidana:
1. mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan;
2. mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan.
Kedua terdakwa lain, Rahmad dan Eni, meski tidak terlibat langsung dalam perampokan yang dilakukan terdakwa Ihsan, tapi mereka ikut membantu menyediakan tempat bagi terdakwa Ihsan serta menikmati hasil rampokan. Maka, terdakwa Rahmad dan Eni termasuk dalam istilah medeplegen (turut melakukan) dari pasal 56 KUHP dan memenuhi syarat bekerja sama. Bekerja sama ini terjadi sejak mereka merancang niat untuk bekerja sama untuk melakukan perampokan.
Dipidana sebagai pembantu kejahatan:
1. mereka yang sengaja memberi bantuan pada waktu kejahatan dilakukan;
2. mereka yang sengaja memberi kesempatan, sarana atau ke- terangan untuk melakukan kejahatan.
Untuk hukumannya dujelaskan pada pasal 57 :
(1) Dalam hal pembantuan, maksimum pidana pokok terhadap kejahatan, dikurangi sepertiga.
(2) Jika kejahatan diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, dijatuhkan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
(3) Pidana tambahan bagi pembantuan sama dengan kejahatannya sendiri.
(4) Dalam menentukan pidana bagi pembantu, yang diperhitungkan hanya perbuatan yang sengaja dipermudah atau diperlancar olehnya, beserta akibat-akibatnya.
Contoh Kasus 2 :
Suatu ketika Rohim berjalan-jalan di mall bersama temannya Rina. Saat jalan2 dia tertarik pada sepatu New Era keluaran terbaru dan melihatnya, sepatu itu Rp. 300 ribu. Disaat bersamaan ada pembeli lain yang akan membeli sepatu tersebut. Karena sakit perut, Pembeli pergi ke toilet dan menitipkan barang tersebut di toko. Karena uang yang dimilki Rohim tidak ckup, maka dia ingin mengambil sepatu yang sudah dibayar pembeli lain itu dengan menyuruh Rina temannya. Dia menyuruh mengambil sepatu yang sudah dibelinya, padahal yang membeli adalah orang lain. Karena Rina tidak tahu dia langsung mengambil saja sepatu itu dikasir. Karena pengamanan yang tidak begitu ketat, kasih begitu percaya saja dan memberikan sepatunya kepada RinaTidak lama kemudian pembeli yang sudah membayar datang dan mengambil sepatu. Sekita itu Rina sudah sampai di depan toko dan kasir berusaha mengejar dan memberhentikan Rina. Rina ditangkap dan dimintai keterangan oleh satpam mall. Dan tidak lama kemudian Rohim juga ditangkap saat mau keluar mall.
Analisis :
Dari contoh kasus diatas, maka Kejahatan tersebut dapat dikenakan kasus pidana penyertaan yang diatur KUHP pasal 55 dan pasal 56 yaitu hanya pada Rohim saja. Untuk Rina tidak dihukum berdasarkan pasal 66 KUHP :
Dipidana sebagai pembantu kejahatan:
1. mereka yang sengaja memberi bantuan pada waktu kejahatan dilakukan;
2. mereka yang sengaja memberi kesempatan, sarana atau ke- terangan untuk melakukan kejahatan.
Hal di atas karena Rina hanya orang yang disuruh dan tidak tahu kalau dibohongi jika sepatu tersebut adalah milik Rohim.
Rohim dikenai hukuman sebagaimana pelanggaran yang dilakukan Rina. Hal ini dikarenakan pelaku atau otak kejahatan adalah Rohim, sehingga Rohim dihukum sesuai pasal 55 :
(1) Dipidana sebagai pelaku tindak pidana:
1. mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan;
2. mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan.
(2) Terhadap penganjur, hanya perbuatan yang sengaja dianjurkan sajalah yang diperhitungkan, beserta akibat-akibatnya.
Kesimpulan
Kasus yang melibatkan lebih dari satu orang pelaku disebut penyertaan, dan biasanya terdapat dalam kasus perampokan.
Perampokan adalah pencurian yang diketahui oleh orang lain dan mengancam orang tersebut dengan kekerasan. Pada kasus di atas, pelaku terdiri lebih dari satu orang, dan si pelaku utama mencuri dengan menggunakan kekerasan.
Penyertaan diatur dalam pasal 55 dan 56 KUHP, sedangkan pembantuan diatur dalam pasal 56,57 dan 60 KUHP . Menurut pasal 55 KUHP terdapat 4 yang dapat dikategorikan sebagai pelaku dalam tindakan penyertaan yaitu:
1. Orang yang melakukan (dader)
2. Orang yang menyuruh melakukan (doenpleger)
3. Orang yang turut melakukan (mededader)
4. Orang yang sengaja membujuk (uitlokker)
Untuk setiap orang yang melakukan, menyuruh melakukan, turut melakukan dan sengaja membujuk memperoleh hukuman yang sama. Turut serta memiliki hal yang berbeda dengan pembantuan. Dalam perbuatan turut serta mengikat siapapun yang terlibat dalam tindak pidana tersebut.
Jadi yang dimaksud dengan Penyertaan adalah seseorang yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan kejahatan yang telah direncanakan sebelumnya oleh pelaku kejahatan.
3. Perbarengan (Concurcus)
a) Concurcus Idealis (Pasal 63 KUHP)
Contoh Kasus 1 :
Karena nafsu yang tidak tertahan karena habis melihat film Porno tadi malam, sebut saja RD telah meluapkan nafsunya pada anak dibawah umur, sebut saja bunga. Peristiwa ini terjadi saat bunga dan teman-temanya bernain dilapangan. RD sedang jalan2 meihat pemandangan, karena keadaan sepi, RD mendekati Bunga, karena hanya dia yang dianggap cantik dan memiliki tubuh yang agak besar dari teman lainnya, RD langsung melucuti pakaiannya terus memperkosa gadis 10 tahun itu di depan teman-temannya. Teman-temannya tidak bisa apa-apa karena sudah diancam RD sebelumnya.
Analisis :
RD telah melanggar tindak pidana, disamping memperkosa dimuka umum (pasal 281) :
Diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah:
1. barang siapa dengan sengaja dan terbuka melanggar kesusilaan;
2. barang siapa dengan sengaja dan di depan orang lain yang ada di situ bertentangan dengan kehendaknya, melanggar kesusilaan
dia juga telah melanggar pasal 290 tentang perbuatan cabul yaitu :
Diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun:
1. barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan seorang, padahal diketahuinya bahwa orang itu pingsan atau tidak berdaya;
2. barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan seorang padahal diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya, bahwa umumya belum lima belas tahun atau kalau umumya tidak jelas, yang bersangkutan belum waktunya untuk dikawin
3. –
Berdasarkan keterangan diatas maka dapat disimpulkan bahwa RD telah melanggar KUHP pasal 63 mengenai Perbarengan yang berbunyi :
(1) Jika suatu perbuatan masuk dalam lebih dari satu aturan pidana, maka yang dikenakan hanya salah satu di antara aturan-aturan itu; jika berbeda-beda, yang dikenakan yang memuat ancaman pidana pokok yang paling berat.
(2) Jika suatu perbuatan masuk dalam suatu aturan pidana yang umum, diatur pula dalam aturan pidana yang khusus, maka hanya yang khusus itulah yang diterapkan.
Maka dapat disimpulkan bahwa hukuman yang dijatukan kepada RD adalah hukuman yang terberat yaitu pada pasal 290, hukumannya adalah maksimal 7 tahun penjara.
Contoh kasus 2
DM ingin merampok rumahn majikannya sebut saja namanya ED. Niatnya dilakukan pada hari jumat pukul 12.00 tepatnya saat ED sedang lengah menyelesaikan arsip / berkas kantor hariannya. Kemudian DM mulai memasuki rumah ED dan mulai menjalankan aksinya tersebut. Saat DM melihat-lihat sekelilig rumah majikannya, keadaan rumah majikannya begitu sepi dan mendorong niat untuk mencuri semakin kuat. Alhasil perbuatannya dilihat oleh majikannya. Dan majikannya berteriak keras. Tapi untuk menghentikan teriakannya itu maka ED membungkam mulut majikannya, tapi majikannya semakin meronta keras. tanpa piker panjang DM menghabisi sang korban dengan tusukan tepat diperutnya menggunakan pisau di atas meja. Seketika itu korban mati dan DM menguras habis harta benda seluruh isi rumah.
Analisis :
Berdasarkan peristiwa di atas maka dapat dianalisis bahwa Pelaku dapat dijerat dengan pasal tentang pencurian yaitu pasal 362 :
Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.
Dan pidana pembunuhan (pasal 338) dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara :
Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Berdasarkan ancaman hukuman diatas maka hukuman terberat adalah ancaman hukuman pembunuhan yaitu 15 tahun. Sehingga Pelaku dihukum menggunakan asas sistem absorpsi.
Kesimpulan :
Jadi yang dimaksud dengan Concurcus Idealis adalah seseorang yang melakukan satu perbuatan tetapi melanggar lebih dari satu pasal dalam KUHP atau UU lainnya, dengan hukuman yang dijatuhkan adalah yang terberat dari pasal-pasal yang mengaturnya (sistem absorpsi).
b) Concurcus Realis (Pasal 65 KUHP)
Contoh Kasus 1 :
Argo adalah pelaku pencurian dirumah mewah perumahan di Royal Regency. Mereka tidak hanya mencuri, tetapi memperkosa anak Pemilik rumah yang berumur 17 tahun dengan menampar terlebih dulu sampai pinsan. Dan juga membunuh satpam dengan tembakan karena mencoba melawan. Keesokan harinya pelaku dapat dibekuk oleh polisi setempat. Dan akhirnya pelaku di siding di pengadilan Surabaya. Para keluarga korban meminta agar pelaku di hukum berat dengan hukuman mati.
Analisis :
Berdasarkan kasus di atas maka dapat disimpulkan bahwa pelaku Argo telah melakukan tindak pidana berupa :
1. Pencurian
2. Pemerkosaan
3. Pembunuhan
Pelaku dapat dijerat dengan pasal tentang pencurian yaitu pasal 362 :
Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.
Dengan hukuman 5 tahun penjara. Ke-2 yaitu tentang pemerkosaan (pasal 290) dengan hukuman 7 tahun penjara dan pidana pembunuhan (pasal 338) dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara.
Berdasarkan ancaman ketiga pidana di atas maka dapat disimpulkan bahwa hukuman yang diberikan tidak boleh melebihi hukuman terberat (15 tahun) di tambah 1/3 hukuman terberat (5 tahun ) yaitu 20 tahun. Oleh karena itu, maksimal hukuman yang diberikan Argo maksimal 20 tahun penjara.
Kesimpulan :
Jadi yang dimaksud dengan Concurcus Realis adalah seseorang yang melakukan tindak pidana lebih dari 1 kejahatan yang berbeda dan dapat disidangkan sekaligus dalam 1 waktu bersamaan dengan system hukuman pidana tidak boleh lebih dari hukuman terberat yang ditambah 1/3 dari hukuman terbarat (sistem absorpsi terberat).
c) Perbuatan Lanjutan (Pasal 63 KUHP)
Contoh Kasus 1
Andik memegang uang kasnya budi, karena tergiur jumlahnya yang banyak yaitu Rp. 600.000.000, 00. Maka andik berniat untuk bisa menguasai kesemua uang tersebut. sehingga dengan niat yang kuat dan menggebu – gebu, Andik berniat untuk mencuri uang kas tersebut. maka untuk mewujudkan niatnya, andik mulai melaksanakan kehendaknya untuk mencuri uang kas tersebut. agar budi tidak curiga dan perbuatannya tercapai, maka ia mengambil uang kas tersebut, secara bertahap / beberapa kali namun dalam interval waktu yang tak lama yakni selama 3 hari. Dengan cara hari pertama mengambil 200.000.000,00 hari ke 2 mengambil 200.000.000,00 dan hari ke – 3 mengambil 200.000,00,00. Sehingga jumlah uangnya genap Rp. 600.000.000. 00.
Analisis :
Contoh diatas termasuk perbuatan lanjutan karena :
1. Andik melakukan perbuatannya untuk mencuri uang tersebut dengan cara berulang
2. Perbuatan berupa kejahatan / pelanggaran yang berdri sendiri
3. Ada kaitannya / hubungan antara satu keputusan kehendak yang dilarang, perbuatannya sejenis yakni ingim mencuri uang kas, dan interwaktunya juga tidak terlalu lama yakni dalam kurun waktu 3 hari dengan tujuan mencuri / menguasai uang sebesar Rp. 600.000.000,00.
Adapun dasar hukum yang sesuai dengan kasus ini diatur dalam pasal 64 KUHP, yang rumusannya sebagai berikut :
“ jika beberapa perbuatan perhubungan, sehingga demikian harus dipandang sebagai satu perbuatan yang diteruskan, maka hanya ada satu ketentuan pidana saja yang digunakan walaupun masing – masing perbuatan itu menjadi kenjahatan atau pelanggaran, jika hukumannya berlainan, maka yang digunakan ialah peraturan terberat hukuman utamanya ”.
Contoh Kasus 2 :
Dio ingin mencuri suatu tumpukan batu bata, akan tetapi Dio tidak sanggup mengangkut batu itu sekali jalan. Jadi, Dio terpaksa beberapa kali mondar mandir dengan gerobaknya untuk mengangkut batu bata itu semuanya. Perbuatan mencuri batu bata itu dapat dia selesaikan dalam interval waktu yang tidah terlalu lama.
Analisis :
Dari hal-hal tersebut maka point yang menjadi pegangan untuk menyebut adanya suatu perbuatan berlanjut adalah :
Terdakwa melakukan beberapa perbuatan (kejahatan atau pelanggaran) yang sejenis, berasal dari satu keputusan kehendak dan dilakukan dalam tenggang waktu yang tidak terlalu lama.
Adapun dasar hukum yang sesuai dengan kasus ini diatur dalam pasal 64 KUHP, yang rumusannya sebagai berikut :
“ jika beberapa perbuatan perhubungan, sehingga demikian harus dipandang sebagai satu perbuatan yang diteruskan, maka hanya ada satu ketentuan pidana saja yang digunakan walaupun masing – masing perbuatan itu menjadi kenjahatan atau pelanggaran, jika hukumannya berlainan, maka yang digunakan ialah peraturan terberat hukuman utamanya ”.
Kesimpulan :
Berdasarkan ke-2 contoh diatas, maka dapat disimpulkan bahwasannya perbuatan lanjutan adalah suatu bentuk perbutan yang berupa kejahatan / pelanggaran yang dilakukan secara berulang – ulang serta dilakukan oleh seseorang dalam waktu interval yang tidak terlalu lama.
Share this:
Contoh Kasus 1 :
Andik adalah seorang pegawai suatu kantor pos. Andik memiliki niatan untuk mencuri paket kiriman dikantor poss. Ketika jam kerja selesai dan teman – teman sekerjanya pulang Andik menyelinap dan bersembunyi dikamar mandi. Saat suasana sepi dia mencoba memilih paketan untuk di curi. Akan tetapi ternyata kepala kantor Andik masih belum pulang dan sesaat ketika mau pulang dengan tidak sengaja melihat andik berada didalam gudang. Karena curiga, kepala kantor pos menanyakan apa yang sedang dilakukan Andik. Berhubung ketahuan maka Andik tidak jadi mencuri. Karena kebingungan andik membuat alasan kalau sedang mengecek barang. Namun, kepala kantor tida percaya begitu saja. Dan memperkarakan ke meja hijau.
Analisis :
Kasus ini termasuk poging ( percobaan ), hal ini sesuai dengan dasar hukum yakni diatur didalam KUHP pasal 53 :
(1) Mencoba melakukan kejahatan dipidana, jika niat untuk itu telah ternyata dari adanya permulaan pelaksanaan, dan tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri.
(2) Maksimum pidana pokok terhadap kejahatan, dalam hal percobaan dikurangi sepertiga.
(3) Jika kejahatan diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, dijatuhkan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
(4) Pidana tambahan bagi percobaan sama dengan kejahatan selesai.
Hasil identifikasi dalam kasus ini adalah sebagai berikut :
1. Andik berencana untuk mencuri pos paket
2. Andik masuk ke kamar mandi
Hal sudah dianggap sebagai permulaan pelaksanaan melakukan percobaan pencurian. Karena dengan masuknya andik ke kamar mandi adalah awal dari pencurian itu.
3. Masuk ke Gudang
Saat masuk ke gudang dan memilih barang sudah merupakan kelanjutan dari permulaan.
4. Andik ketahuan saat mau melakukan kejahatan
Aksi Andi untuk mencuri pos paket, tapi kajahatan yang dilakukan oleh andik belum bisa dikatakan sukses atau mencapai sasaran, karena ditengah aksinya andik udah ketahuan duluan sama kepala kantornya dan kemudian diproses dimeja hijau.
Dari contoh kasus fiktif trsebut, termasuk serangkaian perbuatan yang telah dilakukan Andik untuk melaksanakan kehendaknya dengan misi mencuri pos paket.sehingga andik dapat dikenakan pidana sesuai pasal 53 ayat (1), (2), dan (3). Hukuman yang dapat dijatuhkan terhadap percobaan ini adalah dikurangi 1/3 dari pidana pokok yang dijatuhkan oleh hakim. Jika hakim menjatuhkan hukuman 9 tahun penjara, maka hukuman yang harus dijalani andik adalah 6 tahun hukuman penjara.
Contoh Kasus 2 :
BOGOR, KOMPAS.com — Kasus pemerkosaan penumpang di angkutan umum hampir terjadi lagi. MD (48), sopir angkutan kota trayek 38 Cibinong-Gunung Putri, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, mencoba memerkosa penumpangnya, B (15), siswi kelas III SMP, di dalam angkot.
Percobaan pemerkosaan itu terjadi pada Selasa (24/1/2012) sekitar pukul 20.00. Penyidik Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Bogor berhasil membekuk sopir angkot itu pada Rabu sore.
”Pemerkosaan terhadap korban belum terjadi. Namun, pelaku berbuat cabul kepada korban yang tidak melawan karena dia masih anak-anak dan pelaku juga sempat mengancam korban,” tutur Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Bogor Ajun Komisaris Imron Ermawan di Cibinong, Kamis (26/1/2012).
Pelaku kini terancam hukuman 15 tahun penjara karena melanggar Pasal 81 dan 82 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Saat kejadian, korban naik angkot bernomor polisi F 1915 MB yang dikemudikan pelaku di depan Rumah Sakit Bina Husada, Cibinong, untuk pulang ke rumahnya di Gunung Putri. Di dalam angkot masih ada tujuh penumpang.
Namun, satu per satu penumpang turun sehingga tinggal tersisa korban. Saat itu, pelaku meminta korban yang duduk di belakang pindah ke depan. Korban tidak curiga.
Setelah korban duduk di depan, MD berbuat tidak senonoh sambil membawa angkot ke tempat sepi di Kampung Tlajung, Desa Cikeas Udik, Kecamatan Gunung Putri. Pelaku kemudian memaksa korban pindah ke bagian belakang angkot.
Dia menggunakan jok angkot sebagai alas untuk memerkosa korban, tetapi karena melihat orang lewat dan berupaya mendekatinya, MD berhenti dan melarikan diri dengan angkotnya dan meninggalkan korban di jalan.
”Korban pulang naik ojek, lalu menceritakan kejadian itu kepada orangtuanya, lalu mereka melapor kepada kami. Berdasarkan ciri-ciri pelaku dan ciri mobil, kami menangkap MD,” ujar Imron.
Analisis :
Berdasarkan kasus diatas maka dapat disimpulkan bahwa supir angkot telah melanggar kasus pidana pada pasal 53 ayat (1) :
“Mencoba melakukan dipidana, jika niat itu telah ternyata dari adanya permulaan pelaksanaan dan tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri”
Pelaku yang berupaya mencoba memperkosa korban dan berhenti tidak jadi memperkosa karena ada seseorang yang sedang lewat dan mendekati pelaku. Hal ini dapat dianalisis dari kejadian di atas adalah :
Sopir angkutan berencana untuk memperkosa siswi kelas III SMP. Sopir angkot mencoba memperkosa siswi tersebut, tapi kejahatan yang dilakukan sopir angkot belum sepenuhnya selesai, karena ditengah aksinya sopir angkot melihat orang lewat dan berupaya untuk mendekatinya, pelaku yang berhenti dan melarikan diri dengan angkotnya dan meninggalkan korban di jalan. Inilah yang kemudian disebut percobaan dalam hukum pidana.
Dari kejadian diatas maka pelaku dihukum 10 tahun penjara. Hal ini dikarenakan hukuman yang dijatuhkan hakim yaitu 15 tahun dikurangi 1/3nya yaitu 5 tahun.
Kesimpulan :
Dari kedua contoh diatas dapat disimpulkan bahwa tergolong Percobaan yang terhenti. Hal ini dikarenakan bahwa dalam aksi kejahatannya belum selesaii sampai akhir dan terhenti saat melakukan aksinya.
Jadi yang dimaksud dengan Percobaan (Poging) adalah Bentuk kejahatan yang dilakukan oleh seseorang yang berupaya jahat kepada orang lain atau hal lain dan belum selesai dalam menjalankan aksinya / sudah selesai aksinya, namun tidak sesuai dengan rencana awl (niat) maka akan dipidana.
2. Penyertaan
Contoh Kasus 1 :
25 September lalu, Ihsan merampok ATM di Universitas Bung Hatta dengan membawa senjata api. Dan berupaya mengancam petugas yang sedang berjaga. Aksi pencurian ini berhasil. Kemudian ihsan lari kerumah rekannya untuk bersembunyi. Setelah itu Ihsan menghitung uang hasil rampokan, dan memberikan uang kepada rekannya yang bernama Rahmad Syamsurizal dan istrinya Eni Erawati senilai 10 juta sebagai uang tutup mulut dan ucapan terima kasih telah disediakan tempat untuk bersembunyi. Naas selang beberapa hari mereka bertiga tertangkap dan di sidangkan di pengadilan.
Jaksa Penuntut Umum (JPU), menuntut Ihsan dengan hukuman 12 tahun penjara. Sedangkan Rahmad Syamsurizal bersama istrinya, Eni Erawati ,hany a dituntut tiga tahun, karena tidak terlibat langsung dalam .
Dalam tuntutannya, JPU Gusnefi menyebutkan, kalau Ihsan sudah melanggar pasal 365 ayat 2 KUHP, dan pasal 1 ayat 1 Undang-Undang RI nomor 12 tahun 1951 jo pasal 55 ayat 1 KUHP. Terdakwa melakukan perampokan dan memiliki senjata tanpa izin. Ancaman hukuman 12 tahun, setimpal dengan perbuatannya,” jelas Gusnefi. Sementara, Rahmad dan Eni tidak dihukum berat dikarenakan keduanya tidak ikut serta dalam perampokan. Keduanya hanya menikmati hasil perampokan, serta menyediakan tempat bagi perampok untuk berkumpul. JPU menyebutkan, Eni dan Rahmad menerima hasil rampokan senilai Rp10 juta, yang dibelikan perhiasan emas dan uang tunai Rp1,1 juta.
Setelah membacakan tuntutan, ketiganya langsung digiring menuju sel tahanan. Ihsan, Rahmad dan Era, diberikan waktu seminggu untuk menyusun pembelaannya secara tertulis, dan akan dibacakan pada sidang, Senin depan. Bagaimana nasib anak-anak, kalau saya dan uda dipenjara. Mereka mau mengadu sama siapa,? jelas Era sembari menangis.
Analisis :
Terdakwa Ihsan dikenai pasal 55 ayat (1) karena tindak pidananya ini termasuk dalam kasus penyertaan yang pelakunya lebih dari satu orang, sehingga memenuhi rumusan pasal tersebut yang berbunyi :
Dipidana sebagai pelaku tindak pidana:
1. mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan;
2. mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan.
Kedua terdakwa lain, Rahmad dan Eni, meski tidak terlibat langsung dalam perampokan yang dilakukan terdakwa Ihsan, tapi mereka ikut membantu menyediakan tempat bagi terdakwa Ihsan serta menikmati hasil rampokan. Maka, terdakwa Rahmad dan Eni termasuk dalam istilah medeplegen (turut melakukan) dari pasal 56 KUHP dan memenuhi syarat bekerja sama. Bekerja sama ini terjadi sejak mereka merancang niat untuk bekerja sama untuk melakukan perampokan.
Dipidana sebagai pembantu kejahatan:
1. mereka yang sengaja memberi bantuan pada waktu kejahatan dilakukan;
2. mereka yang sengaja memberi kesempatan, sarana atau ke- terangan untuk melakukan kejahatan.
Untuk hukumannya dujelaskan pada pasal 57 :
(1) Dalam hal pembantuan, maksimum pidana pokok terhadap kejahatan, dikurangi sepertiga.
(2) Jika kejahatan diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, dijatuhkan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
(3) Pidana tambahan bagi pembantuan sama dengan kejahatannya sendiri.
(4) Dalam menentukan pidana bagi pembantu, yang diperhitungkan hanya perbuatan yang sengaja dipermudah atau diperlancar olehnya, beserta akibat-akibatnya.
Contoh Kasus 2 :
Suatu ketika Rohim berjalan-jalan di mall bersama temannya Rina. Saat jalan2 dia tertarik pada sepatu New Era keluaran terbaru dan melihatnya, sepatu itu Rp. 300 ribu. Disaat bersamaan ada pembeli lain yang akan membeli sepatu tersebut. Karena sakit perut, Pembeli pergi ke toilet dan menitipkan barang tersebut di toko. Karena uang yang dimilki Rohim tidak ckup, maka dia ingin mengambil sepatu yang sudah dibayar pembeli lain itu dengan menyuruh Rina temannya. Dia menyuruh mengambil sepatu yang sudah dibelinya, padahal yang membeli adalah orang lain. Karena Rina tidak tahu dia langsung mengambil saja sepatu itu dikasir. Karena pengamanan yang tidak begitu ketat, kasih begitu percaya saja dan memberikan sepatunya kepada RinaTidak lama kemudian pembeli yang sudah membayar datang dan mengambil sepatu. Sekita itu Rina sudah sampai di depan toko dan kasir berusaha mengejar dan memberhentikan Rina. Rina ditangkap dan dimintai keterangan oleh satpam mall. Dan tidak lama kemudian Rohim juga ditangkap saat mau keluar mall.
Analisis :
Dari contoh kasus diatas, maka Kejahatan tersebut dapat dikenakan kasus pidana penyertaan yang diatur KUHP pasal 55 dan pasal 56 yaitu hanya pada Rohim saja. Untuk Rina tidak dihukum berdasarkan pasal 66 KUHP :
Dipidana sebagai pembantu kejahatan:
1. mereka yang sengaja memberi bantuan pada waktu kejahatan dilakukan;
2. mereka yang sengaja memberi kesempatan, sarana atau ke- terangan untuk melakukan kejahatan.
Hal di atas karena Rina hanya orang yang disuruh dan tidak tahu kalau dibohongi jika sepatu tersebut adalah milik Rohim.
Rohim dikenai hukuman sebagaimana pelanggaran yang dilakukan Rina. Hal ini dikarenakan pelaku atau otak kejahatan adalah Rohim, sehingga Rohim dihukum sesuai pasal 55 :
(1) Dipidana sebagai pelaku tindak pidana:
1. mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan;
2. mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan.
(2) Terhadap penganjur, hanya perbuatan yang sengaja dianjurkan sajalah yang diperhitungkan, beserta akibat-akibatnya.
Kesimpulan
Kasus yang melibatkan lebih dari satu orang pelaku disebut penyertaan, dan biasanya terdapat dalam kasus perampokan.
Perampokan adalah pencurian yang diketahui oleh orang lain dan mengancam orang tersebut dengan kekerasan. Pada kasus di atas, pelaku terdiri lebih dari satu orang, dan si pelaku utama mencuri dengan menggunakan kekerasan.
Penyertaan diatur dalam pasal 55 dan 56 KUHP, sedangkan pembantuan diatur dalam pasal 56,57 dan 60 KUHP . Menurut pasal 55 KUHP terdapat 4 yang dapat dikategorikan sebagai pelaku dalam tindakan penyertaan yaitu:
1. Orang yang melakukan (dader)
2. Orang yang menyuruh melakukan (doenpleger)
3. Orang yang turut melakukan (mededader)
4. Orang yang sengaja membujuk (uitlokker)
Untuk setiap orang yang melakukan, menyuruh melakukan, turut melakukan dan sengaja membujuk memperoleh hukuman yang sama. Turut serta memiliki hal yang berbeda dengan pembantuan. Dalam perbuatan turut serta mengikat siapapun yang terlibat dalam tindak pidana tersebut.
Jadi yang dimaksud dengan Penyertaan adalah seseorang yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan kejahatan yang telah direncanakan sebelumnya oleh pelaku kejahatan.
3. Perbarengan (Concurcus)
a) Concurcus Idealis (Pasal 63 KUHP)
Contoh Kasus 1 :
Karena nafsu yang tidak tertahan karena habis melihat film Porno tadi malam, sebut saja RD telah meluapkan nafsunya pada anak dibawah umur, sebut saja bunga. Peristiwa ini terjadi saat bunga dan teman-temanya bernain dilapangan. RD sedang jalan2 meihat pemandangan, karena keadaan sepi, RD mendekati Bunga, karena hanya dia yang dianggap cantik dan memiliki tubuh yang agak besar dari teman lainnya, RD langsung melucuti pakaiannya terus memperkosa gadis 10 tahun itu di depan teman-temannya. Teman-temannya tidak bisa apa-apa karena sudah diancam RD sebelumnya.
Analisis :
RD telah melanggar tindak pidana, disamping memperkosa dimuka umum (pasal 281) :
Diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah:
1. barang siapa dengan sengaja dan terbuka melanggar kesusilaan;
2. barang siapa dengan sengaja dan di depan orang lain yang ada di situ bertentangan dengan kehendaknya, melanggar kesusilaan
dia juga telah melanggar pasal 290 tentang perbuatan cabul yaitu :
Diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun:
1. barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan seorang, padahal diketahuinya bahwa orang itu pingsan atau tidak berdaya;
2. barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan seorang padahal diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya, bahwa umumya belum lima belas tahun atau kalau umumya tidak jelas, yang bersangkutan belum waktunya untuk dikawin
3. –
Berdasarkan keterangan diatas maka dapat disimpulkan bahwa RD telah melanggar KUHP pasal 63 mengenai Perbarengan yang berbunyi :
(1) Jika suatu perbuatan masuk dalam lebih dari satu aturan pidana, maka yang dikenakan hanya salah satu di antara aturan-aturan itu; jika berbeda-beda, yang dikenakan yang memuat ancaman pidana pokok yang paling berat.
(2) Jika suatu perbuatan masuk dalam suatu aturan pidana yang umum, diatur pula dalam aturan pidana yang khusus, maka hanya yang khusus itulah yang diterapkan.
Maka dapat disimpulkan bahwa hukuman yang dijatukan kepada RD adalah hukuman yang terberat yaitu pada pasal 290, hukumannya adalah maksimal 7 tahun penjara.
Contoh kasus 2
DM ingin merampok rumahn majikannya sebut saja namanya ED. Niatnya dilakukan pada hari jumat pukul 12.00 tepatnya saat ED sedang lengah menyelesaikan arsip / berkas kantor hariannya. Kemudian DM mulai memasuki rumah ED dan mulai menjalankan aksinya tersebut. Saat DM melihat-lihat sekelilig rumah majikannya, keadaan rumah majikannya begitu sepi dan mendorong niat untuk mencuri semakin kuat. Alhasil perbuatannya dilihat oleh majikannya. Dan majikannya berteriak keras. Tapi untuk menghentikan teriakannya itu maka ED membungkam mulut majikannya, tapi majikannya semakin meronta keras. tanpa piker panjang DM menghabisi sang korban dengan tusukan tepat diperutnya menggunakan pisau di atas meja. Seketika itu korban mati dan DM menguras habis harta benda seluruh isi rumah.
Analisis :
Berdasarkan peristiwa di atas maka dapat dianalisis bahwa Pelaku dapat dijerat dengan pasal tentang pencurian yaitu pasal 362 :
Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.
Dan pidana pembunuhan (pasal 338) dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara :
Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Berdasarkan ancaman hukuman diatas maka hukuman terberat adalah ancaman hukuman pembunuhan yaitu 15 tahun. Sehingga Pelaku dihukum menggunakan asas sistem absorpsi.
Kesimpulan :
Jadi yang dimaksud dengan Concurcus Idealis adalah seseorang yang melakukan satu perbuatan tetapi melanggar lebih dari satu pasal dalam KUHP atau UU lainnya, dengan hukuman yang dijatuhkan adalah yang terberat dari pasal-pasal yang mengaturnya (sistem absorpsi).
b) Concurcus Realis (Pasal 65 KUHP)
Contoh Kasus 1 :
Argo adalah pelaku pencurian dirumah mewah perumahan di Royal Regency. Mereka tidak hanya mencuri, tetapi memperkosa anak Pemilik rumah yang berumur 17 tahun dengan menampar terlebih dulu sampai pinsan. Dan juga membunuh satpam dengan tembakan karena mencoba melawan. Keesokan harinya pelaku dapat dibekuk oleh polisi setempat. Dan akhirnya pelaku di siding di pengadilan Surabaya. Para keluarga korban meminta agar pelaku di hukum berat dengan hukuman mati.
Analisis :
Berdasarkan kasus di atas maka dapat disimpulkan bahwa pelaku Argo telah melakukan tindak pidana berupa :
1. Pencurian
2. Pemerkosaan
3. Pembunuhan
Pelaku dapat dijerat dengan pasal tentang pencurian yaitu pasal 362 :
Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.
Dengan hukuman 5 tahun penjara. Ke-2 yaitu tentang pemerkosaan (pasal 290) dengan hukuman 7 tahun penjara dan pidana pembunuhan (pasal 338) dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara.
Berdasarkan ancaman ketiga pidana di atas maka dapat disimpulkan bahwa hukuman yang diberikan tidak boleh melebihi hukuman terberat (15 tahun) di tambah 1/3 hukuman terberat (5 tahun ) yaitu 20 tahun. Oleh karena itu, maksimal hukuman yang diberikan Argo maksimal 20 tahun penjara.
Kesimpulan :
Jadi yang dimaksud dengan Concurcus Realis adalah seseorang yang melakukan tindak pidana lebih dari 1 kejahatan yang berbeda dan dapat disidangkan sekaligus dalam 1 waktu bersamaan dengan system hukuman pidana tidak boleh lebih dari hukuman terberat yang ditambah 1/3 dari hukuman terbarat (sistem absorpsi terberat).
c) Perbuatan Lanjutan (Pasal 63 KUHP)
Contoh Kasus 1
Andik memegang uang kasnya budi, karena tergiur jumlahnya yang banyak yaitu Rp. 600.000.000, 00. Maka andik berniat untuk bisa menguasai kesemua uang tersebut. sehingga dengan niat yang kuat dan menggebu – gebu, Andik berniat untuk mencuri uang kas tersebut. maka untuk mewujudkan niatnya, andik mulai melaksanakan kehendaknya untuk mencuri uang kas tersebut. agar budi tidak curiga dan perbuatannya tercapai, maka ia mengambil uang kas tersebut, secara bertahap / beberapa kali namun dalam interval waktu yang tak lama yakni selama 3 hari. Dengan cara hari pertama mengambil 200.000.000,00 hari ke 2 mengambil 200.000.000,00 dan hari ke – 3 mengambil 200.000,00,00. Sehingga jumlah uangnya genap Rp. 600.000.000. 00.
Analisis :
Contoh diatas termasuk perbuatan lanjutan karena :
1. Andik melakukan perbuatannya untuk mencuri uang tersebut dengan cara berulang
2. Perbuatan berupa kejahatan / pelanggaran yang berdri sendiri
3. Ada kaitannya / hubungan antara satu keputusan kehendak yang dilarang, perbuatannya sejenis yakni ingim mencuri uang kas, dan interwaktunya juga tidak terlalu lama yakni dalam kurun waktu 3 hari dengan tujuan mencuri / menguasai uang sebesar Rp. 600.000.000,00.
Adapun dasar hukum yang sesuai dengan kasus ini diatur dalam pasal 64 KUHP, yang rumusannya sebagai berikut :
“ jika beberapa perbuatan perhubungan, sehingga demikian harus dipandang sebagai satu perbuatan yang diteruskan, maka hanya ada satu ketentuan pidana saja yang digunakan walaupun masing – masing perbuatan itu menjadi kenjahatan atau pelanggaran, jika hukumannya berlainan, maka yang digunakan ialah peraturan terberat hukuman utamanya ”.
Contoh Kasus 2 :
Dio ingin mencuri suatu tumpukan batu bata, akan tetapi Dio tidak sanggup mengangkut batu itu sekali jalan. Jadi, Dio terpaksa beberapa kali mondar mandir dengan gerobaknya untuk mengangkut batu bata itu semuanya. Perbuatan mencuri batu bata itu dapat dia selesaikan dalam interval waktu yang tidah terlalu lama.
Analisis :
Dari hal-hal tersebut maka point yang menjadi pegangan untuk menyebut adanya suatu perbuatan berlanjut adalah :
Terdakwa melakukan beberapa perbuatan (kejahatan atau pelanggaran) yang sejenis, berasal dari satu keputusan kehendak dan dilakukan dalam tenggang waktu yang tidak terlalu lama.
Adapun dasar hukum yang sesuai dengan kasus ini diatur dalam pasal 64 KUHP, yang rumusannya sebagai berikut :
“ jika beberapa perbuatan perhubungan, sehingga demikian harus dipandang sebagai satu perbuatan yang diteruskan, maka hanya ada satu ketentuan pidana saja yang digunakan walaupun masing – masing perbuatan itu menjadi kenjahatan atau pelanggaran, jika hukumannya berlainan, maka yang digunakan ialah peraturan terberat hukuman utamanya ”.
Kesimpulan :
Berdasarkan ke-2 contoh diatas, maka dapat disimpulkan bahwasannya perbuatan lanjutan adalah suatu bentuk perbutan yang berupa kejahatan / pelanggaran yang dilakukan secara berulang – ulang serta dilakukan oleh seseorang dalam waktu interval yang tidak terlalu lama.
Share this:
0 comments:
Post a Comment