Tuesday, April 12, 2016

CONTOH KASUS HAP: KASUS AKIL MOCHTAR

KASUS AKIL MOCHTAR
TEMPO.COM, Jakarta - JAKARTA - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Abraham Samad menjelaskan penyelidik lembaganya sudah mengincar Ketua Mahkamah Konstitusi sejak awal September 2013. Menurut Abraham, sejak diselidiki, KPK mendapat informasi penyerahan uang di rumah dinas Akil, di Jalan Widya Chandra III Nomor 7, Jakarta."Infonya, akan ada penyerahan duit yang akan diserahkan pihak-pihak yang berperkara," kata Abraham di gedung kantornya, Kamis, 3 Oktober 2013.
Kemudian, penyelidik langsung berangkat dan memantau di sekitar rumah Akil. Para penyelidik itu tiba di daerah rumah Akil sekitar pukul 22.00, pada Rabu, 2 Oktober 2013. Ketika sedang memantau, tiba-tiba datang mobil Toyota Fortuner putih yang dikendarai oleh seseorang berinisial M. M adalah suami anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Partai Golongan Karya Chairunissa.
Di dalam mobil, Chairunissa ditemani oleh pengusaha tambang asal Palangkaraya Cornelis Nalau. "Kemudian, dua orang dari mobil itu turun dan masuk ke rumah AM. Tak berapa lama, tim langsung mendekat dan melakukan operasi tangkap tangan," kata Abraham. Dari rumah Akil itu, KPK membawa barang bukti duit Sin$ 294.050, US$ 22.000, yang disimpan dalam amplop cokelat.
Selanjutnya >> Pengungkapan kasus Lebak.
"Kemudian, dalam kasus Lebak, kronologinya, kami sudah mengetahui STA sudah dikenal oleh AM," kata Abraham merujuk kepada advokat Susi Tur Andayani.
Abraham mengatakan KPK sudah mengetahui Susi telah menerima uang dari Tubagus Chaeri Wardana, di Apartment Aston milik seseorang berinisial F. Duit itu dimasukkan ke dalam travel bag biru. "Duit di dalam travel bag itu dibawa dan disimpan oleh STA, ke rumah orang tuanya di Tebet," kata Abraham. Uang tersebut akan diserahkan ke Akil.
Pukul 15.00, Susi berangkat ke Lebak. Keberangkatan Susi ini diikuti oleh tim KPK. "Akhirnya melakukan penangkapan di Lebak," kata Abraham. Lalu, tim KPK berangkat ke Jalan Denpasar IV Nomor 35, Kuningan, Jakarta, untuk mencokok Tubagus. "Setelah itu, tim mendatangi rumah orang tua STA untuk mengambil uang."
Abraham mengatakan lembaganya secara resmi menetapkan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar menjadi tersangka dua kasus dugaan suap sengketa Pemilihan Kepala Daerah. Menurut Abraham, dalam ekspose yang dilakukan, KPK telah menemukan bukti permulaan yang cukup tentang adanya dugaan tindak pidana korupsi sehingga kasus ditingkatkan ke tahap penyidikan.
"Pihak yang dapat dimintai pertanggungjawaban pidana adalah AM," kata Abraham.
Selanjutnya >> Akil tersangka untuk dua kasus.
KPK melakukan ekspose dalam dua kasus. Pertama, kasus dugaan korupsi pada pengurusan sengketa Pilkada Gunung Mas, Kalimantan Tengah. Kedua, kasus dugaan korupsi pengurusan sengketa Pilkada Lebak Banten. Akil terkena di dua kasus tersebut.
Di kasus Gunung Mas, status tersangka ditetapkan kepada Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Partai Golongan Karya Chairunissa, Bupati Gunung Mas Hambit Bintih, dan seorang pengusaha tambang bernama Cornelis Nalau. Akil dan Chairunissa disangka sebagai penerima suap, sedangkan Hambit dan Cornelis disangka sebagai pemberi suap.
Di kasus Lebak, status tersangka ditetapkan kepada advokat Susi Tur Handayani, dan Tubagus Chaeri Wardana, suami Airin Rachmi Diany. Airin adalah adik Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah. Akil dan Susi disangka sebagai penerima suap, sedangkan Tubagus sebagai pemberi suap.[1]


ANALISIS KASUS AKIL MOCHTAR BERDASARKAN HUKUM ACARA PIDANA
         Penangkapan terhadap Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mocthar oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memang cukup mencengangkan.Pasalnya, sebagai pimpinan lembaga penegak hukum dia malah ditangkap terkait kasus dugaan suap penanganan sengketa Pilkada Gunung Mas, Kalimantan Tengah, dan Lebak, Banten.
                        Dalam hal ini sebenarnya penyelidik dari KPK sudah lama memantau Akil Mochtar.Pada hari Rabu 2 Oktober 2013 melakukan penangkapan dan dari situ ditemukan alat bukti uang bentuk dolar yang kalau dirupiahkan bernilai Rp3 miliar.
               Dalam penangkapan Akil Mochtar diatas sudah sesuai dengan prosedur yang sudah ada dalam undang-undang.Dalam hal ini Akil Mochtar tertangkap tangan oleh penyelidik KPK pada saat melakukan transaksi suap untuk memenangkan sejumlah perkara terkait pemilukada.

Menurut KUHAP Pasal 18 ayat 2 bahwa dalam hal tangkap tangan penangkapan dilakukan tanpa surat perintah, dengan ketentuan bahwa penangkapan harus segera menyerahkan tertangkap beserta barang bukti yang ada kepada penyidik atau penyidik pembantu yang terdekat. Dalam hal tertangkap tangan tentang penagkapan itu siapa saja, baik pejabat maupun bukan, tanpa syarat apapun berwenang untuk menangkap orang yang bersalah, akan tetapi harus segera menyerahkan tangkapannya kepada penyidik atau penyidik pembantu.

Setelah ditangkap berikut barang buktinya tersangka mendapat penahanan sebagaimana dalam pasal 20 KUHAP ayat 1, 2, dan 3.
1.      Untuk kepentingan penyidikan, penyidik atau penyidik pembantu atas perintah penyidik sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 berwenang melakukan penahanan.
2.      Untuk kepentingan penuntutan, penuntut umum berwenang melakukan penahanan atau penahanan lanjutan.
3.      Untuk kepentingan pemeriksaan hakim di siding pengadilan dengan penetapannya berwenang melakukan penahanan.
Tahap selanjutnya yang dilalui Akil Mochtar adalah proses penyidikan.Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi guna menemukan tersangkanya. Penyidik dalam hal kasus Akil Mochtar ini adalah KPK.Dan kegiatan akhir dari penyidikan tindak pidana Akil Mochtar ini adalah pembuatan resume, penyusunan isi berkas perkara, dan pemberkasan.Setelah penyidikan dirasa cukup maka tahapan yang harus diproses selanjutnya adalah penyelesaian dan penyerahan berkas perkara.

Tahap Pertama, penyidik hanya menyerahkan berkas perkara saja ke kejaksaan.Tahap Kedua, dalam hal penyidikan sudah dinyatakan lengkap (P.21), penyidik menyerahkan tanggung jawab Tersangka dan barang bukti. Namun apabila berkasnya belum lengkap atau dalam artian disini belum terpenuhi unsur formil dan materiilnya maka akan dikeluarkan (P.18) dan diikuti oleh (P.19) yang merupakan petunjuk.

Apabila Jaksa sudah menyatakan lengkap berkasnya (P.21) maka akan diajukan lagi kepada penyidik dalam hal ini penyidik KPK.Dan untuk selanjutnya diserahkan kepada jaksa penuntut umum beserta BAP, barang bukti, dan tersangka untuk dibuatkan surat dakwaan untuk diajukan ke pengadilan. Disini KPK yang sudah memulai dengan penyelidikan yaitu memeriksa perkara dengan menangkap dan menahan perkara, ia tidak bisa menghentikan penyidikan itu dengan diam-diam begitu saja, ia harus meneruskan perkara tersebut kepada jaksa.Demikian pula jaksa jikalau ia sudah sekali menerima itu untuk dituntut, tidak diperkenankan dengan diam-diam menghentikan pemeriksaan penuntutan itu.Ia harus meneruskan perkara itu, yaitu dengan mengirimkan ke pengadilan negeri yang berwenang.

Untuk proses selanjutnya yaitu parperadilan.Dalam Pasal 77 KUHAP disebutkan bahwa Pengadilan negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus , sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang ini:
a.       Sah atau tidaknya penagkapan, penahanan, penghentian, penyelidikan atau penghentian penuntutan.
b.      Ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyelidikan atau penuntutan.
Jadi dalam hal ini pengadilan negeri berwenang untuk mengadili perkara atau sengketa yang timbul khusus akibat penyelidikan dan penuntutan perkara pidana Akil Mochtar diatas.
         Pasal 84 KUHAP ayat 1 menyebutkan bahwa Pengadilan negeri berwenang mengadili segala perkara mengenai tindak pidana yang dilakukan dalam daerah hukumnya.Jadi kalau melihat dari bunyi pasal tersebut Akil Mochtar harus diproses didaerah hukum tempat melakukan tindak pidananya, yaitu di Jakarta Selatan.

0 comments:

Post a Comment