Wednesday, April 13, 2016

ANALISIS KASUS PIDANA P3

ANALISIS KASUS PIDANA P3
 
Kasus pembunuhan ini menimpa Sofiatun (70). Nenek renta itu dibunuh kemudian dimasukkan karung dan dibuang ke sungai. Satuan Reskrim Polres Kediri berhasil membekuk tiga pelaku yang masih memiliki hubungan keluarga dengan korban. Mereka, Rimayah (32), keponakan korban dan dua orang anaknya yang masih di bawah umur, Bad (13) dan Her (10). Rinayah dan Sofiatun tinggal beberapa meter di Dusun Bulurejo, Desa/Keamatan Badas, Kabupaten Kediri.
Kapolres Kediri AKBP Benyamin MM mengatakan, penangkapan ketiga pelaku berdasarkan hasil penyelidikan yang dilakukan petugas. “Ketiganya telah mengakui perbuatannya, kini tengah menjalani pemeriksaan,” ujar AKBP Benyamin, Sabtu (27/3).
Dalam proses penyelidikan, polisi sempat terkecoh. Pasalnya, alat bukti berupa sebuah perhiasan emas milik korban ditemukan di balik tempat tidur milik anaknya, Sopingi. Sehingga, Sopingi pun sempat dicurigai oleh. Namun, berkat kejelian petugas dalam melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi dari kalangan keluarga, akhirnya diketahui bahwa pelaku utama pembunuhan adalah Rimayah. Rimayah juga dengan sengaja menyelipkan perhiasan itu ke tempat tidur Sopingi. “Tiba giliran Rimayah, kami terus mengorek keterangan. Dengan segala alibi yang disampaikan tersebut, akhirnya malah membuatnya terdesak untuk mengakui,” terang AKBP Benyamin. Yang mengejutkan, dua anak Rimayah yang masih di bawah umur terlibat dalam aksi kejahatan itu. Dengan polos keduanya mengaku telah membunuh korban secara sadis.  Di hadapan petugas akhirnya mereka berterus terang dengan segala yang telah diperbuat terhadap korban.
Dari keterangan pelaku, Sabtu (20/3) sekitar 12.00 WIB merupakan hari terakhir Sofiatun menghirup napasnya. Awalnya, Bad, anak Rimayah yang sudah memiliki rencana bersama ibu dan adiknya memanggil korban dengan cara memberinya sebuah jam dinding. Tanpa curiga, nenek renta itu tertarik, dan memenuhi panggilan untuk datang ke rumah pelaku yang hanya berjarak beberapa meter saja. Tiba di rumah pelaku, korban diajak Bad masuk ke kamarnya. Saat itu, Rimayah sudah menunggu bersama Her. Korban pun langsung disambut dengan bekapan tangan ke mulutnya. Dengan sadis, Rimayah mencekik leher korban dengan jarinya, kemudian Her mengikat leher korban dengan tali rafia yang memang sudah dipersiapkan. Kondisi tubuhnya yang memang sudah renta, membuat korban hanya mampu pasrah. Tidak bertahan lama, jantung nenek renta itu berhenti berdetak.  Rimayah berusaha memastikan targetnya benar-benar sudah mati. Kemudian Rimayah melucuti pakaian korban, dan memasukkan ke dalam dua buah karung bekas pupuk merk Daun Buah. Karung itu dijahit olehnya. Rimayah kemudian mengambil harta korban yang jumlahnya mencapai Rp 5 juta. Setelah menunggu malam, Rimayah dan anaknya kembali beraksi. Tepat pukul 22.00 WIB, mereka membawa jenazah korban di dalam karung itu ke sungai yang berjarak sekitar 3 kilometer dari rumahnya dengan menggunakan sepeda motor Honda Revo. Mereka membuang jenazah korban ke sungai, sampai akhirnya ditemukan esok harinya.
Di hadapan petugas, Rimayah mengaku tega membunuh karena tertarik perhiasan yang dimiliki. Rimayah mengaku telah merencanakan aksi pembunuhan itu dengan anak-anaknya karena mereka tengah diburu angsuran sepeda motor yang dibelinya secara kredit. “Bulan Maret ini kami belum bisa bayar. Angsuran motor saya Revo setiap bulannya sebesar Rp 515 ribu. Sementara suami saya bekerja di Bali tidak juga kirim uang,” aku Rimayah, polos.[beritajatim.com/ims]


Kakak Beradik Ikut Bunuh Nenek Atas Ajakan Ibu
Senin, 10 Mei 2010 | 16:48 WIB
KEDIRI - Pengadilan Negeri Kabupaten Kediri, Senin (10/5), menyidangkan kasus pembunuhan yang melibatkan kakak beradik, Baharudin Hariadi, 14 tahun, dan Agus Herianto, 11 tahun.
Baharudin, siswa kelas 2 Madrasah Tsanawiyah Krecek, dan Agus Herianto, siswa kelas 3 Dekolah Dasar Badas I, Kecamatan Badas, Kabupaten Kediri, membunuh neneknya, Nyonya Sofiatun, 72 tahun, setelah diajak ibunya, Nyonya Riyamah, 35 tahun.
Majelis hakim yang diketuai Teguh Sarosa melakukan sidang secara tertutup. Persidangan hari ini merupakan yang kedua dengan agenda pemeriksaan saksi yang memberatkan kedua terdakwa.
Sesuai dakwaan jaksa penuntut umum Teguh Saroso, Baharudin dan Agus dijerat dengan pasal-pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yakni pasal 340 juncto pasal 55 tentang pembunuhan berencana yang dilakukan secara bersama-sama, pasal 353 juncto pasal 365 tentang penganiayaan hingga menimbulkan kematian, dan pasal 265 tentang pencurian dengan pemberatan. Ancaman hukumannya adalah penjara di atas lima tahun.
Kasus tersebut berawal dari penemuan mayat Sofiatun, yang terbungkus karung di bawah jembatan Desa Badas, 4 April 2010. Kepolisian Resor Kediri menemukan pelaku pembunuhan nenek itu adalah Riyamah, yang tak lain adalah keponakan korban. Riyamah menghabisi korban dengan mengajak anaknya Baharudin dan Agus.
Kepada TEMPO Baharudin mengaku tidak bisa menolak ajakan ibunya. Saat itu Riyamah mengatakan sedang kesulitan keuangan. Ayah Barahrudin yang bekerja sebagai kuli di Bali jarang mengirimkan uang untuk keluarga dengan empat anak itu. “Apa kamu tidak kasihan melihat adik-adikmu kelaparan,” kata Bahar menirukan ucapan ibunya saat mengajak membunuh neneknya.
Sang nenek dibunuh agar bisa mengambil perhiasan di tubuh korban sebagai biaya hidup sehari-hari. Dua hari sebelum pembunuhan itu, kata Baharudin, dia dan ketiga adiknya memang kelaparan.
Riyamah mengawali pembunuhan dengan memukul kepala korban hingga terjatuh. Agus diminta menjerat leher korban dengan tali hingga tewas. Kemudian mayat korban dibawa dengan sepeda motor oleh Baharudin bersama ibunya untuk dibuang ke sungai.
Hingga saat ini Bahar dan adiknya Agus sudah mendekam di ruang tahanan selama 1,5 bulan, yakni satu bulan di Polres Kediri dan dua pekan di Lembaga Pemasyarakatan Kediri. HARI TRI WASONO.
Analisis Kasus
            Kasus di atas menceritakan tentang kasus terbunhnya seorang nenek oleh dua orang anak di bawah umur atas perintah ibunya. Meskipun masih memiliki hubungan keluarga, pembunuhan tidak terelakkan terjadi bahkan mayat korban pun dibuang di sungai. Berdasarkan keterangan tersangka, penganiayaan dan pembunuhan tersebut dilakukan untuk mendapatkan harta korban, selain untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari juga untuk membayar cicilan motor. Sang anak mematuhi perintah ibunya karena sudah beberapa hari sebelum peristiwa terjadi mereka kelaparan. Demikianlah kasus ini terjadi. Kemudian saya akan coba menganalisa kasus ini dari beberapa sudut pandang.
•         Dalam Peniadaan Pidana karena Jabatan, kasus ini tidak memenuhi unsur-unsur yang terdapat didalam KUHP karena menurut pasal 50 KUHP disebutkan bahwa ”Barangsiapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan undang-undang tidak dipidana” namun pada kasus di atas perbuatannya tidak dibenarkan menurut Undang-undang . Karena baik pelaku maupun korban tidak melakukan sesuatu yang berhubungan dengan tugas maupun perintah jabatan.
•         Peniadaan pidana karena doktrin dapat digunakan maupun tidak dalam kasus di atas. Sehubungan dengan hal ini terdapat dasar penghapus diluar KUHP berdasarkan pendapat para sarjana yaitu:
o   Dasar Pembenar dimana seseorang dibenarkan melakukan suatu tindakan melawan hukum karena sesuai dengan rasa keadilan di dalam masyarakat. Namun, pembunuhan yang dilakukan oleh tersangka Rimayah dan kedua putranya sama sekali tidak dibenarkan dalam masyarakat justru sangat dikecam oleh masyarakat.
o   Dasar Pemaaf yang memiliki maksud pelaku tidak mengetahui perbuatan yang dilakukannya. Dasar ini jarang digunakan karena sulit membuktikan seorang pelaku sama sekali tidak tahu tindakannya merupakan tindak pidana atau bukan. Untuk kedua putra korban yang masih dibawah umur, dasar ini dapat digunakan sebagai dasar pembenar, karena dapat dikatakan bahwa kedua putra pelaku tidak mengetahui secara pasti apa perbuatan yang dilakukannya serta akibat yang ditimbulkan.
•         Pengurangan Pidana, secara umum ditentuksn dalam pasal 47 KUHP dan dapat ditemukan pada pasal 53 KUHP. Dasar-dasar yang memperingan pidana adalah:
o   Percobaan/poging dimana pidananya dikurangi 1/3. Dalam kasus di atas tindak pidananya telah terlaksana dengan sempurna dengan terlaksananya niat pelaku untuk menghabisi nyawa korban dan mencuri harta bendanya. Jadi persyaratan dari poging sendiri tidak terpenuhi dimana perbuatan tersebut tidak terselesaikan bukan karena niat dari pelaku.
o   Pembantuan/samenloop/concursus yang karena intensitas tindakan pelaku dalam cara penyertaan tindak pidana lebih rendah atau kurang. Pidananya dikurangi 1/3. Dalam kasus pembunuhan ini, menurut saya lebih pada penyertaan kedua putra tersangka dalam pembunuhan neneknya. Karena kedua putranya ikut serta dalam penganiayaan yang mengakibatkan meninggalnya korban.
o   Pemberatan Pidana / Delik yang dikualifisir karena objeknya tertentu, caranya tertentu, waktu tertentu atau karenja timbulnya akibat.
o   Dasar-dasar pemberat yaitu:
1.      Recidive atau pengulangan tindak pidana.
Menurut doktrin terdpat dua jenis sistem dalam recidive yaitu:
a)      Umum yaitu setiap pengulangan tindak pidana apapun dan lakukan kapanpun.
b)      Khusus yaitu pengulangan tindak pidana tertentu dan dalam tenggang waktu tertentu.
KUHP menganut kedua-duanya asalkan berdasarkan kelompok dalam pasal 486-488 KUHP. Tenggang waktunya adalah lima tahun sejak keluar dari penjara. Hukumannya ditambah 1/3. Recidive untuk pelanggaran menurut KUHP terdapat dalam pasal 489, 492, 495, 501, dan 512 KUHP (recidive khusus). Recidive pada pelanggaran harus sejenis.
2.      Gabungan tindak pidana atau samenloop/concursus
Pemberatan pidana karena gabungan tindak pidana masih diperdebatkan karena dalam prakteknya justru membuat hukumannya menjadi ringan. Persamaan antara recidive dengan samenloop adalah keduanya terdiri dari beberapa tindak pidana. Perbedaannya adalah pada recidive sudah ada putusan hakim sedangkan pada samenloop belum memperoleh kekuatan hukum tetap.
o   Melihat dari deskripsi sebelumnya, saya mengkategorikan kasus di atas sebagai samenloop. Berikut penjabarannya:
*Tersangka Baharudin dan Agus serta Ibunya ingin mencuri harta Nenek mereka Sofiatun. Untuk itu mereka melakukan beberapa tindak pidana sebagai berikut:
a) Menganiaya Sofiatun hingga tewas.
b) Membuang mayat nya dengan sepeda motor ke sungai untuk menghilangkan jejak.
c) Menaruh sebagian barang curian ke tempat tidur anak korban untuk memfitnah.

o   Anak-anak di bawah umur/belum dewasa. Dimana batas usia dewasa menurut KUHP adalah 16 tahun. Hukumannya dapat berupa:
§  Dikembalikan kepada orangtuanya tanpa pidana apapun.
§  Diserahkan kepada pemerintah sampai batas anak berumur 18 tahun.
§  Dipidana dengan maksimum pidana pokok dikurangi sepertiga.
§  Menurut Undang-undang nomor 3 tahun 1997 terdapat pembagian pidana untuk anak yaitu:
•         Usia 8-12 tahun diadakan pengawasan kepada sang anak.
•         Usia 12-18 tahun dapat dipidana namun dikurangi setengah.
Kedua putra korban, Baharudin Hariadi,14 tahun dan adiknya Agus Herianto 11 tahun, masuk dalam kategori di bawah umur dimana  keduanya tidak dapat dijatuhi hukuman secara penuh mengingat mereka juga melakukan perbuatan pidana tersebut atas perintah ibunya.

•         Pasal 48 KUHP
Pasal 48 KUHP biasa disebut overmacht atau setiap paksaan /dorongan yang tidak dapat dilawan. Menurut Mvt/memori penjelasan KUHP terdapat dua macam overmacht yaitu:
1.      overmacht absolut/vis absoluta: daya paksa yang sifatnya mutlak dan tidak mungkin dilawan. Seperti seseorang yang melakukan perbuatan pidana karena dihipnotis orang lain sehingga orang tersebut meskipun tidak memiliki kehendak untuk melakukan suatu tindak pidana tetap saja tidak dapat melawan kehendak si penghipnotis. Maka orang yang bersangkutan tidak dapat dituntut atau dipidana karena perbuatannya.
2.      overmacht relatif/vis compulsicva atau daya paksa yang mungkin dilawan. Masih ada kemungkinan untuk dilawan tetapi pada umumnya orang akan melakukan apa yang disuruh dan hanya orang-orang tertentu saja, yang mempunyai keberanian lebih yang bisa melawan.
Yang diatur dalam pasal 48 KUHP adalah vis compulsicva bukan vis absoluta. Daya paksa disini memiliki arti tindak pidana yang dilakukan di bawah tekanan (secara psikis). Daya paksa tersebut memili syarat yang harus dipenuhi yaitu:
1.      Syarat subsidioritas: mutlak perlu, tidak aja jalan lain, tindakan tersebut satu-satunya jalan kaluar.
2.      Syarat proporsionalitas: seimbang, ada keseimbangan antara hal yang dilindungi dan hal yang dikorbankan. Nyawa-nyawa tidak sebanding denga nyawa-harta.
•         Dasar Peringan Pidana
Dasar peringan pidana adalah dasar-dasar yang menyebabkan seseorang dihapus pidananya meskipun ia telah memnuhi unsur-unsur dalam pasal tersebut atau dasar-dasar yang meringankan pidana seseorang atau yang menyebabkan peringanan pidana seseorang.
Dasar-dasar peringan pidana:
1.      delik sudah selesai
2.      pelaku memenuhi semua unsur tindak pidana
3.      pelaku telah diancam dengan pidana lebih ringan dari ancaman pidana
4.      alasan hakim menjatuhkan pidana lebih ringan dari ancaman pidana
5.      percobaan melakukan tindak pidana tidak dipidana (pasal 53 KUHP)
6.      membantu melakukan tindak pidana (pasal 57 KUHP) ada yang berkata bahwa:
6.1 membantu melakukan, pidana harus diperberat karena pelaku justru mempunyai peran yang penting.
6.2 membantu melakukan, pidananya justru dikurangi karena pelaku tidak memnuhi unsur-unsur dan delik tersebut belum selesai.
•         Pembidangan Dasar Peringan Pidana
•         Ada dua pembidangan pidana umum. Yaitu seseorang dapat dikurangi pidananya karena:
o   tindakan pidana yang dilakukan oleh anak/orang yang belum dewasa. Menurut KUHP (pasal 47 KUHP), anak tersebut kurang dafri 16 tahun dan belum pernah kawin.
o   diatur dalam undang-undang nomor 3 tahun 1997 tentang pengadilan anak yang mengganti pasal 45-47 KUHP, dimana keberlakuannya sesuai dengan pasal 103 KUHP.
Anak nakal adalah anak yang melakukan delik/tindak pidana atau anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak, baik menurut peraturan perundang-undangan maupun peraturan hukum yang hidup dan berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.
Menurtu pasal 4 UU No. 3/1997, anak dapat diajukan ke sidang anak jika telah berusia 8 tahun. Sedangkan anak yang melakukan tindak pidana kurang dari usia 8 tahun tidak dapat dipertanggungjawabkan. Terhadapnya hany adilakukan pemeriksaan oleh penyidik. Untuk memeriksa apakah ia melakukan tindak pidana tersebut sendiri atau bersama orang dewasa atau jika tindak pidana yang dilakukan terkait dengan penyertaan (deelneming) dengan orang dewasa pasal 5 undang-undang nomor 3 tahun1997.
Pidana bagi anak dapat berupa penjara, kurungan, denda atau pengawasan. Prinsip utamanya adalah pemberian hukuman bagi anak itu tujuannya bukan semata-mata untuk menghukum tetapi lebih untuk mendidik kembali (re-educate). Penghukuman itu memperhatikan kepentingan sang anak.

•         Perbuatan Berlanjut
•         Pengaturannya terdapat di dalam pasal 64 KUHP yang berbunyi:
1)      “Jika antara beberapa perbuatan meskipun masing-masing merupakan kejahatan pelanggaran, ada hubungannya sedemikian sehingga harus dipandang sebagai perbuatan berlanjut ( voortgezette handeling ), maka hanya dikenakan satu aturan pidana yang memuata ancaman pidana pokok yang paling berat.”
2)      “Begitu juga hanya dikenakan satu aturan pidana, jika orang yang dinyatakan salah melakukan pemalsuan atau perusakan mata uang, dan menggunakan barang yang dipalsu atau yang dirusak itu.”
3)      “Akan tetapi, jika orang melakukan kejahatan-kejahatan tersebut dalam pasal 364, 373, 378, 407 ayat (1), sebagai perbuatan berlanjut dan nilai kerugian yang ditimbulkan jumlahnya lebih dari Rp. 25,00, maka ia dikenai aturan pidana tersebut dalam pasal 362, 372, 378, dan 406.”
•         Dapat diambil kesimpulan yaitu:
a.       Seseorang melakukan beberapa perbuatan.
b.      Perbuatan-perbuatan tersebut masing-masing merupakan kejahatan atau pelanggaran.
c.       Antara perbuatan-perbuatan tersebut harus ada hubungan sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut. Menurut Mvt, harus dipenuhi tiga syarat yaitu:  Harus ada satu keputusan kehandak. Masing-masing perbuatan harus sejenis (tidak harus sama).Tenggang waktu antara perbuatan –perbuatan itu tidak terlalu lama.
•         Penyertaan/ DEELNEMING
Penyertaan atau deelneming adalah terlibatnya lebih dari satu orang dalm satu tindak pidana (sebelum dan atau pada saat deliik terjadi). Sebelum atau pada saat delik terjadi merupakan syarat yang terpenting atau batasan-batasan yang perlu untuk diingat.
Kalau setelah delik terjadi namanya bukan penyertaan tetapi delik tersebut adalah delik yang berdiri sendiri. Yang menjadi permasalahan adalah bagaimana para pelaku tersebut mempertanggungjawabkan pidananya. Seperti dalam pasal berikut:
Pasal 55 KUHP berbunyi:
2.      “Dipidana sebagai pembuatan (dader) suatu perbuatan pidana:
            Ke-1 mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan. Ke-2  mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu, dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain untuk melakukan perbuatan.”
3.      “Terhadap penganjur hanya perbuatan yang sengaja dianjurkan sajalah yang diperhitungkan, beserta akibat-akibatnya.”

Pasal 56 KUHP berbunyi:
“Dipidana sebagai pembantu (medeplechtigheid) sesuatu kejahatan:
      Ke-1 mereka sengaja memberi bantuan pada waktu kejahatan dilakukan
      Ke-2 mereka sengaja memberi kesempatan, sarana, atau keterangan untuk melakukan kejahatan.”
Pasal 57 KUHP berbunyi:
(1)   “Dalam hal pembantuan, maksimum pidana pokok terhadap kejahatan, dikurangi sepertiga.”
(2)   “Jika kejahatan diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, dijatuhkan pidana penjara paling lama lima belas tahun.”
(3)   “Pidana tambahan bagi pembantuan adalah sama dengan kejahatannya sendiri.”
(4)   “Dalam menentukan pidana bagi pembantu, yang diperhitungkan hanya perbuatan yang sengaja dipermudah atau diperlancar olehnya, beserta akibat-akibatnya.”

3.      Keterlibatan Seseorang dalam suatu delik dapat dikategorikan:
1.      Yang melakukan
2.      Yang menyuruh melakukan
3.      Yang turut melakukan
4.      Yang menggerakkan atau menganjurkan untuk melakukan atau memancing
5.      Yang membantu melakukan
Nomor 1-4 dikategorikan sebagai ”pelaku” pembuat sesuai dengan pasal 55 KUHP dimana
a.       pelaku memenuhi semua unsur delik
b.      dianggap sebagai pelaku tapi mereka:
                                                              i.      memenuhi sebagian unsur delik
                                                            ii.      sama sekali tidak memenuhi unsur delik
                                                          iii.      pidananya sama dengan seorang pelaku
Nomor 5 merupakan pembantu sesuai dengan pasal 56 dan 57 KUHP
4.      Bentuk-Bentuk Penyertaan
Ada 4 (Empat) bentuk penyertaan yaitu;
1.      doenplegen / menyuruh melakukan
2.      medeplegen / turut serta melakuakan
3.      uitloken/uitlokking/menggerakkan/menacing
4.      medeplichtigheid/ membantu melakukan
5.      DOENPLEGEN
Adalah seorang yang punya kehendak sendiri untuk melakukan tindak pidana, tetapi tidak dia melaksanakannya sendiri tetapi menyuruh orang lain untuk melakukannya (bisa dengan penyesatan, bisa dengan pemaksaan/overmacht).
Yang menyuruh diancam pidana sebagaimana seorang pelaku. Yang disuruh (sebagai pelaku langsung/pelaku materil) tidak diancam pidana, karena dalam kondisi overmacht, sesat mengenai fakta, gila dan sebagainya. Daya upaya pada orang yang menyuruh tidak dirumuskan secara limitatif.
6.      MEDEPLEGEN
Adalah beberapa orang bersama-sama melakukan tindak pidana. Ada kemungkinan:
1.      Semua dari mereka yang terliabat, masing-masing memenuhi semua unsur delik.
2.      ada yang memenuhi semua unsur delik, ada yang memenuhi sebagian saja, bahkan ada juga yang tidak memenuhi unsur semua delik (ada pembagian tugas yang jika dilihat secara keseluruhan adlah hal yang memungkinkan terjadinya tindak pidana tersebut).
3.      semua hanya memenuhi sebagian saja unsur-unsur delik.
Syarat turut melakukan/medeplegen  adalah:
1.      Ada kerjasama secara sadar (tidak harus dirundingkan terlebih dahulu). Yang penting adalah kesengajaan dari masing-masing pelaku, tidak perlu ada kesepakatan. Para pelaku bekerja sama dan pelaku ingin mencapai hasil yang berupa tindak pidana tersebut.
2.      Ada pelaksanaan bersama-sama secara fisik. Dahulu para pelaku harus berada di tempat yang sama tetapi sekarang tidak lagi.
7.      UITLOKKEN
Seseorang mempunyai kehandak untuk melakuakn delik, tetapi tidak melakukannya sendiri, melainkan menggerakkan orang lain untuk melaksanakan niatnya tersebut. Pembujuknya itu disebut actor intellectualis/dalang. Sebutan lain dari uitlokken adalah membujuk, menganjurkan, menggerakkan, dan sebagainya.
Syarat-syarat penggerakan yang dapat dipidana adalah sebagai berikut:
1.      Ada kesengajaan menggerakkan orang lain untuk melakukan delik.
2.      mengegrakkan dengan upaya-upaya yang ada dalam pasal 55 (1) KUHP butir ke-2 yaitu memberi janji, penyalahgunaan kekuasaan, pengaruh, kekerasan, ancaman kekerasan, tipu daya, memberi kesempatan, alat, memberi kesempatan, alat, sarana atau keterangan.
3.      ada daya tergerak untuk melakukan delik akibat dengan sengaja digerakkan dengan upaya-upaya dalam pasal 55 (1) butir ke-2 KUHP tersebut. Ada hubungan kausal (sebab-akibat) antara penggerak dan yang digerakkan.
4.       yang digerakkan melakukan delik yang dianjurkan/percobaannya, lihat pasal 163 bis yang berbuinyi:
(1)   ”barangsiapa dengan menggunakan salah satu sarana tersebut dalam pasal 55 ke-2, mencoba menggerakkan orang lain supaya melakukan kejahatan, diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun atau denda paling banyak tiga ratus rupiah, jika tidak mengakibatkan kejahtan atau percobaan kejahatan yang dipidana, tetapi dengan ketentuan, bahwa sekali-kali tidak dapat dijatuhkanpidana yang lebih berat daripada yang ditentukan terhadap kejahatan itu sendiri.”
(2)   ”Aturan tersebut tidak berlaku, jika mengakibatkan kejahatan atau percobaan kejahatan yang dipidana itu disebabkan karena kehendaknya sendiri.”
5.      Yang digerakkan dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya. Para pelaku kasus diatas yang usianya dibawah 16 tergolong anak-anak yang dinilai belum mampu bertanggungjawab atas perbuatan [idana yang dilakukannya. Sehingga hal ini menjadi suatu perbandingan tersendiridalam memutuskan suatu perkara pidana.
•         MEDEPLICHTIGHEIT
•         Seseorang yang memberikan pembantuan terhadap terjadinya suatu tindak pidana baik dalam bentuk sarana maupun informasi agar suatu tindak pidana dapat tercapai.
•         Gugurnya hak menuntut pidana
Adalah hal-hal yang menyebabkan hapusnya kewenangan menuntut pidana. Hal-hal tercantum ada yang tercantum di dalam KUHP yaitu:
1.      tidak adanya pengaduan pada delik-delik aduan, tercantum dalam pasal 72 dan 75 KUHP.
2.       azas nebis in idem, tercantum dalam pasal 76 KUHP.
3.      matinya terdakwa, tercantum dalam pasal 77 KUHP.
4.      daluwarsa penuntutan, tercantum dalam pasal 78-81 KUHP.
5.      penyelesaian di luar sidang, tercantum dalam pasal 82 KUHP
•         Hapusnya kewengan menjalankan pidana di dalam KUHP
Berikut ini merupakan pengandaian apabila dalam kasus di atas kewenangan dalam menjalankan pidana dapat dihapus apabila:
a) Matinya terpidana, terrcantum dalam pasal 83 KUHP yang berbunyi:
”Kewenangan menjalankan pidana hapus jika terpidana meninggal dunia.”
b) Daluwarsa dalam menjalankan pidana, tercantum dalam pasal 84 dan 85 KUHP.
Pasal 84 yang berbunyi:
(1)   ”kewenangan menjalankan pidana hapus karena daluwarsa.”
(2)   ”tenggang daluwarsa mengenai semua pelanggaran lamanya dua tahun, mengenai kejahatan yang dilakukan dengan sarana percetakan lamanya lima tahun, dan mengenai kejahatan-kejahatan lainnya lamanya sama dengan tenggang daluwarsa bagi penuntutan pidana, ditambah sepertiga.”
(3)   ”bagaimanapun juga, tenggang daluwarsa tidak boleh kurang dari lamanya pidana yang dijatuhkan.”
(4)   ”wewenang menjalankan pidana mati tidak daluwarsa.”
Pasal 85 berbunyi:
(1)    ”tenggang daluwarsa mulai berlaku pada esok harinya setelah putusan hakim dapat dijalankan.”
(2)    ”jika seseorang terpidana melarikan diri selama menjalani pidana, maka pada esok harinya setelah melarikan diri itu mulai berlaku tenggang daluwarsa baru. Jika suatu pelepasan bersyarat dicabut, maka pada esok harinya setelah pencabutan, mulai berlaku tenggang daluwarsa baru.”
(3)     ”tenggang daluwarsa tertuduh sellama penjalanan pidana ditunda menurut perintah dalam suatu peraturan umum, dan juga selama terpidana dirampas kemerdekaannya, meskipun perampasan kemersekaan itu berhubung dengan pemidanaan lain.”
•         Pencegahan/stuiting
Jika terpidana melarikan diri ketika menjalani pidana (sudah ada vonis) maka diadakan pencegahan daluwarsa menjalankan pidana. Tenggang waktu daluwarsa baru dihitung pada keesokan harinya setelah melarikan diri.
Jika pada pelepasan bersyarat yang dicabut, daluwarsa menjalankan pidana dihitung satu hari setelah pelepasan bersyarat itu dicabut. Pelepasan bersyarat itu syaratnya adalah jika terpidana sudah menjalani minimal 2/3 dari hukuman, sekurang-kurangnya 9 bulan. Tenggang waktu yang telah dilalui hilang sama sekali(tidak dihitung).
•         Penundaan/schorsing
Menjalankan pidana ditunda menurut undang-undang selama terpidana dirampas kemerdekaannya tenggang waktu selama ditunda tidak dihapus. Misalnya A sudah dipenjara tetapi ditahan untuk kasus yang baru/delik yang tertinggal dalam pasal 71 KUHP yang berbunyi:
”jika seseorang telah dijatuhi pidana, kemudian dinyatakan bersalah lagi karena melakukan kejahatan atau pelanggaran lain sebelum ada putusan pidana itu, maka pidana yang dahulu diperhitungkan pada pidana yang dijatuhkan dengan menggunakan aturan-aturan dalam bab ini mengenai hal perkara-perkara diadili pada saat yang sama.”
•         Hapusnya kewenangan menjalankan pidana diluar KUHP
Hapusnya kewenangna menjalankan pidana di luar KUHP (diatur dalam pasal 14 UUD 1945) yaitu:
1.Amnesti
2.Grasi yaituy pengampunan berupa perubahan, peringan, pengurangan, penghapusan, pelaksanaan pidana kepada terpidana yang diberikan oleh presiden. Diatur dalam Undang-undang Nomor 22 tahun 2002, putusan pemidanaannya yang dapat dimohonkan grasi adalah:
      1.pidana mati.
      2.pidana seumur hidup.
      3.pidana penjara paling rendah 2 tahun.
Grasi bisa diterima (pemidanaan dikurangi atau bebas) dan ditolak.
•         Gabungan Tindak Pidana disebut juga perbarengan tindak pidana/concursus/samenloop. Pasl-pasal yang mengatur yaitu pasal 63-71 KUHP. Pengertian gabungan tindak pidana yaitu:
a.       Satu orang
b.      Melakukan satu perbuatan/beberapa perbuatan
c.       Melanggar satu aturan pidana/beberapa aturan pidana
d.      Perbuatan itu belum ada uyang dijatuhi pidana
•         Stelsel Pemidanaan
Terdapat dua stelsel pemidanaan yaitu;
1)Pokok/murni
            a)pokok absorpsi
               contohnya apabila A melakuakan dua delik (delik pertama ancaman hukuman 3 tahun dan delik kedua ancaman 5 tahun) maka yang dijatuhkan yang paling berat yaitu yang 5 tahun.
            b)pokok akumulasi
            contoh yang sama dengan yang di atas, maka yang dapat dikenakan adalah keduanya yaitu 3 tahun + 5 tahun = 8 tahun penjara ancamannya.
2) Tambahan
            a)Absorpsi dipertajam/diperberat.
            Contohnya B melakukan dua delik (delik pertama ancaman hukumannya 3 tahun dan delik kedua ancamannya 6 tahun) maka yang dijatuhkan yang paling berat ditambah sepertiga. ((1/3 x 6 Th) + 6 Th = 8 Tahun).
            b)Kumulasi Terbatas.
            Ancaman pidana yang ditambahkan tidak boleh lebih dari yang lebih berat ditambah 1/3.
•         Jenis Gabungan
Ada tig ajenis gabungan tindak pidana yaitu:
1.      Gabungan berupa perbuatan (eedaadse samenloop/concursus idealis) dengan dasar hukum pasal 62 KUHP.
a.Concursus idealis homogenius
seseorang melanggar suatu pasal berulangkali
b.Concursus idealis heterogenius
Seseorang melakukan satu perbuatan dan perbuatan tersebut melanggar beberapa pasal yang berbeda-beda.
2.      Gabungan beberapa perbuatan (meerdaadse samenloop/corcursus realis) dengan dasar hukum pasal 65, 66, 70 KUHP.
a.Concursus realis homogenius
Dengan beberapa perbuatan melanggar satu pasal beberapa kali.
b.Concursus realis heterogenius
Dengan beberapa perbuatan mealnggar beberapa pasal yang berbeda-beda.
3.      Perbuatan berlanjut (voortgezette handeling) dengan dasar hukum pasal 64 KUHP.

•         Concursus Idealis
Jika suatu perbuatan masuk dalam lebih dari satu aturan pidana, maka yang dikenakan hanya salah satu/yang paling berat (sistem absorpsi).
Bunyi pasal 63 KUHP adalah:
(1)   ”Jika suatu perbuatan masuk lebih dari satu aturan pidana, maka yang dikenakan hanyalah salah satu diantara aturan-aturan itu, jika berbeda-beda maka yang digunakan yang memuat ancaman pidana pokok yang paling berat.”
(2)   ”Jika suatu perbuatan, yang masuk dalam suatu aturan pidana yang umum, ditur pula dalam aturan pidana yang khusus, maka hanya yang khusus itulah yang digunakan.
•         Concursus Realis
Bunyi pasal 65 KUHP adalah:
(1)     ”dalam hal perbarengan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri-sendiri, sehingga merupakan beberapa kejahatan yang diancam dengan pidana pokok yang sejenis, maka dijatuhkan satu pidana.”
(2)     ”Maksimum pidana yang dijatuhkan ialah jumlah maksimum pidana yang diancamkan terhadap perbuatan itu, tetapi tidak lebih dari maksimum pidana yang terberat ditambah sepertiga.”
Menurut artikel di atas, tersangka dijerat pasal 340 juncto pasal 55 tentang pembunuhan berencana yang dilakukan secara bersama-sama, pasal 353 juncto pasal 365 tentang penganiayaan hingga menimbulkan kematian, dan pasal 265 tentang pencurian dengan pemberatan. Serta dikenai Ancaman hukumannya adalah penjara di atas lima tahun. Saya akan menguraikan unsur-unsur yang terkait pada kasus di atas menurut KUHP.
8.      Pasal 340 KUHP
”Barangsiapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam, karena pembunuhan denagn rencana (moord), dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun.
b)      Barangsiapa : setiap orang, dalam kasus ini adalah tersangka Baharudin Hariadi dan Agus Herianto beserta ibunya.
c)      Sengaja dan dengan rencana lebih dahulu : dilihat dari pengakuan tersangka bahwa sebelum melakukan tindakan pidana tersebut mereka telah merencanakannya terlebih dahulu.
d)     Merampas nyawa orang lain : mengakibatkan kematian korban atau target yaitu nenek dari tersangka.
Melihat dari klasifikasi di atas, tersangka telah memenuhi ketentuan yang ada di dalam pasal sehingga jeratan hukuman yang tertulis di dalam KUHP dapat ditimpakan terhadap tersangka.
9.      Pasal 55 KUHP
(1)   Dipidana sebagai pembuat (dader) sesuatu perbuatan pidana:
Ke-1. mereka yang melakukan, yang menyuruh lakukan dan yang turut serta melakukan perbuatan.
Ke-2. mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu, dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan.
(2)   Terhadap penganjur hanya perbuatan yang sengaja dianjurkan sajalah yang diperhitungkan, beserta akibat-akibatnya.
a). Pasal 55 ayat (1) ke-1
*mereka yang melakukan = tersangka Baharudin Hariadi
*yang menyuruh melakukan = Ibunda tersangka Ny. Rimayah
*yang turut serta melakukan perbuatan =tersangka Agus Herianto
10.  Pasal 353
1.      Pasal 353 (1) Penganiayaan dengan rencana lebih dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
2.      Pasal 353 (2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah dikenakan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
3.      Pasal 353 (3) Jika perbuatan mengakibatkan mati, dia dikenakan pidana penjara paling lama sembilan tahun.
Dilihat dari kasus di atas, ketentuan dalam pasal 353 telah terpenuhi semua.berikut uraian yang mencakup kasus di atas.
11.  Penganiayaan dengan rencana lebih dulu : tersangka merencanakan terlebih dahulu untuk menganiaya korban menurut pengakuan dari tersangka saat di interogasi polisi.
12.  Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat : perbutana tersangka terhadap korban mengakibatkan luka berat yang diderita korban bahkan mengakibatkan kematian.
13.  Jiak perbuatan mengakibatkan mati : seperti telah disebutkan dan diuraikan pelaku saat melakukan penganiayaan terhadap korban yang mengakibatkan kematian korban.
14.  Pasal 365
1.      Pasal 365 (1) Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun, pencurian yang didahului,disertai atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, terhadap orang, dengan maksud untuk mempersiap atau mempermudah pencurian, atau dalam hal tertangkap tangan, untuk memungkinkan melarikan diri sendir atau peserta lainnya, atau untuk tetap menguasai barang yang dicurinya.
2.      Pasal 365 (2) KUHP Diancam dengna pidana penjara paling lama dua belas tahun:
Ke-1. jika perbuatan dilakukan pada waktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, di jalan umum, atau dalam kereta api atau trem yang sedang berjalan.
Ke-2. jika perbuatan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu
Ke-3. jiak masuknya ke tempat melakukan kejahatan, dengan merusak atau memanjat atua dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan palsu.
Ke-4 jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat.
3.      Pasal 365 (3) Jika perbuatan mengakibatkan mati, maka dikenakan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
4.      Pasal 365 (4) Diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun, jika perbuatan mengakibatkan luka berat atau mati dan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu, pula disertai oleh salah satu hal yang diternagkan dalam no. 1-3.
Menurut kasus di atas yang memenuhi pasal 365 ini adalah:
a)      pencurian yang didahului,disertai atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan: setelah menganiaya korban hingga meninngal, tersangka mengambil harta korban senilai lima juta rupiah.
b)      perbuatan mengakibatkan luka berat atau mati dan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu, pula disertai oleh salah satu hal yang diternagkan dalam no. 1-3.: perbuatan yang dilakukan oleh ketiga tersangka terhadap korban mengakibatkan kematian korban.
Demikianlah yang dapat saya analisa dari kasus seorang Ibu yang mengajak kedua anaknya untuk membunuh nenek mereka. Dengan motif ingin menguasai harta kekayaan sang nenek untuk mencukupi kebutuhan hidup, keluarga pun menjadi sasaran kekrasan.

0 comments:

Post a Comment