Thursday, April 14, 2016

TUGAS MATA KULIAH LEGAL DRAFTING RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO

                                          TUGAS MATA KULIAH LEGAL DRAFTING                     RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO


                                                               NOMOR…….TAHUN……..

T E N T A N G

LARANGAN PELACURAN DI KABUPATEN PONOROGO

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI PONOROGO,

Menimbang :     a.     bahwa pelacuran merupakan perbuatan yang merendahkan harkat dan martabat manusia, bertentangan dengan agama, idiologi Pancasila dan kesusilaan;

    b.     bahwa palacuran akan berdampak pada timbulnya gangguan kesehatan, keamanan, ketertiban, serta meresahkan kehidupan masyarakat, sehingga harus dilarang di seluruh wilayah Kabupaten Ponorogo;

    c.     bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Daerah Kabupaten Ponorogo tentang Larangan Pelacuran di Kabupaten Ponorogo;

Mengingat :     1.     Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana jo. Undang-Undang Nomor 73 Tahun 1958 tentang Menyatakan Berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana Untuk Seluruh Wilayah Republik Indonesia dan Mengubah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Lembaran Negara Tahun 1950 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1660);

    2.     Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3495);

    3.     Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209);

    4.     Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran negara Nomor 4548);

    5. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1950 tentang Penetapan Mulai berlakunya Undang-Undang 1950 Nomor 12, 13, 14 dan 15 (Berita Negara Republik Indonesia Tanggal 14 Agustus 1950);

    6.     Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Ponorogo Nomor 5 Tahun 1987 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Ponorogo Ponorogo (Lembaran Daerah Tahun 1987 Seri D Nomor 7);

    7.     Peraturan Daerah Kabupaten Ponorogo Nomor 07 Tahun 2005 tentang Transparansi dan Partisipasi Publik dalam Penyelenggaraan Pemerintahan di Kabupaten Ponorogo (Lembaran Daerah Tahun 2005 Seri C Nomor 1);


                                                            Dengan Persetujuan Bersama

                  DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN PONOROGO
                                                                             dan
                                                              BUPATI PONOROGO,


                                                              M E M U T U S K A N :

Menetapkan :     RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO TENTANG LARANGAN PELACURAN DI KABUPATEN PONOROGO.

                                                                          BAB I
                                                            KETENTUAN UMUM

                                                                          Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :

1.     Daerah adalah Kabupaten Ponorogo;
2.     Bupati adalah Kepala Daerah Kabupaten Ponorogo.
3.     Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Ponorogo;
4. Pelacuran adalah serangkaian tindakan yang dilakukan setiap orang atau badan hukum meliputi ajakan, membujuk, mengorganisasi, memberikan kesempatan, melakukan tindakan, atau memikat orang lain dengan perkataan, isyarat, tanda atau perbuatan lain untuk melakukan perbuatan cabul;
5.    Bangunan adalah setiap bangunan yang dipergunakan untuk kegiatan pelacuran;
6.     Mucikari atau dengan sebutan lain yang sejenis adalah seseorang yang yang menjadi induk semang yang mengorganisasikan orang lain untuk melakukan perbuatan cabul;
7.     Perbuatan cabul adalah segala perbuatan yang tidak senonoh atau perbuatan yang melanggar kesusilaan, termasuk persetubuhan.


                                                                           BAB II
                                                                         TUJUAN

                                                                            Pasal 2

Peraturan Daerah ini bertujuan untuk menciptakan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan kepastian hukum, dengan melarang kegiatan pelacuran di seluruh wilayah Daerah.

                                                                         BAB III
                                                                    LARANGAN

                                                                           Pasal 3

(1)     Setiap orang dilarang melakukan pelacuran di wilayah Daerah.

(2)     Setiap orang dilarang menjadi mucikari di wilayah Daerah.

Pasal 4

Setiap orang atau badan hukum dilarang menyediakan bangunan untuk dipergunakan melakukan pelacuran di Daerah.

Pasal 5
Setiap orang dilarang menyediakan tempat untuk dipergunakan melakukan pelacuran didaerah
Pasal 6

Setiap orang atau masyarakat dilarang melindungi kegiatan pelacuran di seluruh wilayah Daerah.

Pasal 7

Kegiatan usaha yang terbukti diikuti kegiatan pelacuran, aparat Pemerintah Daerah berwenang untuk melakukan penutupan.

                                                                          BAB IV
                                                                  PENGAWASAN

                                                                           Pasal 8

(1)     Masyarakat berhak melakukan pengawasan dan melaporkan kepada aparat di lingkungan Pemerintah Daerah atau pejabat lain yang berwenang berkenaan dengan terjadinya pelacuran di wilayah Daerah.

(2) Pemerintah Daerah melakukan pengawasan terhadap semua wilayah di Daerah agar tidak dipergunakan untuk kegiatan pelacuran.

(3)     Mekanisme pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur oleh Bupati.

BAB V
KETENTUAN PIDANA
Pasal 9

(1)     Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 3 dan/atau Pasal 4 dan atau Pasal 5, diancam pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp.10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).

(2)  Tidak pidana sebagaimana dimaksud ayat (1) pelanggaran.


                                                                           BAB VI
                                                        KETENTUAN PENYIDIKAN
                                                                           Pasal 10

(1)     Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu dilingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan atas pelanggaran ketentuan dalam Peraturan Daerah ini sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang hukum acara pidana yang berlaku.

(2)    Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang:
    a.     menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana;
    b.     melakukan tindakan pertama pada saat itu di tempat kejadian dan melakukan pemeriksaan;
    c.     menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka;
    d.     melakukan penyitaan benda atau surat;
    e.     mengambil sidik jari dan memotret seseorang;
    f.     memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
    g.     mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara;
    h.     mengadakan penghentian penyidikan setelah mendapat petunjuk dari Penyidik Polisi Republik Indonesia, bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana dan selanjutnya melalui Penyidik Polisi Republik Indonesia memberitahukan hal tersebut kepada Penuntut Umum, tersangka atau keluarganya;
    i.    mengadakan tindakan lain menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.

(3)     Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

                                                                           BAB VII
                                                                    PELAKSANAAN
Pasal 11

(1)     Pelaksanaan penegakan hukum dalam pelaksanaan Peraturan Daerah ini ditugaskan kepada Satuan Polisi Pamong Praja.
(2)     Pelaksanaan pembinaan masyarakat dalam pelaksanaan Peraturan Daerah ini diatur oleh Bupati.


                                                                          BAB VIII
                                                           KETENTUAN PENUTUP
                                                                            Pasal 12

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam lembaran Daerah Kabupaten Ponorogo.




Ditetapkan di Ponorogo
pada tanggal ……………….
BUPATI PONOROGO,

              Ttd



(…………………….)


0 comments:

Post a Comment