Thursday, March 24, 2016

FIQIH TENTANG PUASA



MAKALAH FIQIH TENTANG PUASA


BAB I
 PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah
       Seperti yang kita ketahui agama islam mempunyai lima rukun islam yang salah satunya ialah puasa, yang mana puasa termasuk rukun islam yang keempat. Karena puasa itu termasuk rukun islam jadi, semua umat islam wajib melaksanakannya namun pada kenyataannya banyak umat islam yang tidak melaksanakannya, karena apa? Itu semua karena mereka tidak mengetahui manfaat dan hikmah puasa. Bahkan, umat muslim juga masih banyak yang tidak mengetahui pengertian puasa, dan bagaimana menjalankan puasa dengan baik dan benar.
Banyak orang-orang yang melakasanakan puasa hanya sekedar melaksanakan, tanpa mengetahui syarat sahnya puasa dan hal-hal yang membatalkan puasa. Hasilnya,pada saat mereka berpuasa mereka hanyalah mendapatkan rasa lapar saja. Sangatlah rugi bagi kita jika sudah berpuasa tetapi tidak mendapatkan pahala. Seperti yang dikatakan hadits: urung rampung
Oleh karena itu dalam makalah ini kami akan membahas tentang apa itu puasa, manfaat puasa, dan hikmah puasa.
 B.Rumusan Masalah
1. Apa pengertian puasa?
2.Apa macam macam puasa sunah?
3.Apa hikmahnya?

  
BAB II
PEMBAHASAN

 1. Definisi Dan Makna puasa.
Kata puasa berasal dari bahasa Arab dari akar kata sha-wa-ma yang secara tat bahasa berarti menahan, berhenti atau diam, tidak melakukan aktifitas. Manusia yang berusaha menahan diri dari apapun kegiatannya disebut al-insan shaim (orang itu berpuasa).
Dalam Al-Quran, kata-kata al-ahiyam disebutkan sebanyak delapan kali yaitu dalam surat Al-Baqarah ayat 182, 187, 196, 196, Al-Nisa, ayat 92, Al-Maidah ayat 89 dan 95, serta surat Al-Mujadilah ayat  4. Kesemuanya dalam arti puasa menurut pengertian syariah. Satu kali al-Quran menggunakan kata shaum, tetapi maknanya adalah menahan diri untuk  tidak berbicara. Yaitu ucapan Maryam ketika ada yang mempertanyakan perihal kelahiran anaknya (Isa as) ; “Sesungguhnya Aku telah bernazar berpuasa unuk Tuhan yang Maha pemurah, Maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusiapun pada hari ini”. (Maryam : 26)
Al-Quran juga menggunakan dalam bentuk perintah berpuasa di bulan Ramadhan. Disebutkan dalam bentuk kata kerj yang menyatakan bahwa berpuasa adalahbaik bagi kamu dalam surat Al-Baqarah ayat 184; dan barangsiapa menyaksikan bulan itu (Ramadhan) hendaknya berpuasa dalam surat Al-Baqarah ayat 185. Al-Quran juga sekali menunjuk kepada para pelaku puasa laki-laki maupun perempuan dalam surat Al-ahzab ayat 35.
Makna al-shiyam dalam syariat Islam memiliki dua penertian : Pertama, menahan diri dari segala perbuatan yang mufthirat (membatalkan); Kedua, menahan diri dari segala perbuatan yang muhlikat (merusak).
Mufthirat ialah segala tuntutan jasmaniah seperti makan, minum, dan hubungan seksual suami istri. Menahan diri dari mufthirat berarti menghentikan segala kegiatan jasmaniah tadi sejak terbit fajar hingga terbenam matahari selama bulan ramadhan, dilandasi keimanan dan ketaatan terhadap Allah, serta mengharapkjan keridhaan-Nya semata-mata. Padahal pada hari-hari biasa (di luar Ramadhan), semua perbuatan itu dihalalkan.
Muhlikat ialah segala tuntutan nafsu dan syahwat yang menjurus kepada perbuatan dosa (munkar dan maksiat) seperti berdusta, menista, memfitnah, menghasut, menggunjing, mengadu domba, menipu, dan perbuatan keji tidak terpuji lainnya. Semua perbuatan muhlikat tadi diharamkan bagi manusia mukmin bukan pada bulan Ramadhan saja melainkan juga pada setiap saat.
Memahan diri dari perbuatan mufthirat dan muhlikat itulah yang dimaksut dengan ibadah puasa dalam syariat Islam. Nabi Muhammad saw bersabda : “Bukanlah puasa itu (menahan diri) dari makan dan minum saja, melainkan juga menahan diri dari perbuatan jahat dan keji. Bila ada orang mencaci-maki atau hendak belaku jahat kepadamu, maka katakanlah kepadanya : “Sesungguhnya aku berpuasa, sesungguhnya aku berpuasa”. (HR. Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, dan Hakim).
“Barang siapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta, dan beramal dengannya, maka tidak ada penilaian Allah atas jerih payahnya meninggalkan  makan dan minum itu”. (HR. Jamaah)[1].
 2. Keutamaan Puasa.
Di dalam kitab Allah dan sunnah Rasulullah saw terdapat banyak nash yang mendorong orang uintuk melakukan puasa, menjelaskan keutamaannya dan pahala yang Allah janjikan bagi orang-orang yang berpuasa. Berikut penjelasannya ;
1.      Dasar dari Al-Quran.
“Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang Muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetep dalam dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar”. (Al-Ahzab : 35)
“Mereka itu adalah orang-orang yang bertaubat, yang beribadat, yang memuji, yang melawat, yang ruku’, yang sujud, yang menyuruh berbuat ma’ruf dan mencegah perbuatan munkar dan yang memelihara hukum-hukum Allah. Dan gembirakanlah orang-orang mukmin itu”. (At-Taubah : 112)
As-Sa’ihun (orang-orang yang melawat) artinya orang-orang yang berpuasa.

2.      Dasar dari hadits Rasulullah saw.
Dari Abu Huraira ra, ia berkata bahwa Rasulullah saw bersabda, “Semua amal anak Adam adalah untuknya kecuali puasa, maka ia untuk-Ku dan Aku akan membalasnya. Puasa adalah perisai (dari perbuatan maksiat) dan apabila seorang darimu telah berpuasa, maka janganlah dia berkata kotor, brteriak dengan suara keras dan bila seorang mencelanya atau mengajaknya berkelahi, hendaknya ia mengatakan, “ Sesungguhnya aku sedang berpuasa. “Demi Dzat yang jiwa Muhammad di tangan-Nya, sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih wangi di sisi allah dari minyak kasturi. Orang yang berpuasa meraih dua kesenangan; bila ia berbuka ia merasa senang dan ia berjumpa dengan Rabbnya ia senang dengan puasanya”. (HR. Bukhari dan Musim)
Dari Sahal bin Said ra, dari Nabi saw, beliau bersabda, “sesungguhnya di dalam surga ada sebuah pintu yang disebut dengan ar-Rayyan yang kelak pada hari kiamat akan dimasuki oleh orang-orang yang berpuasa dan tidak ada orang lain selain mereka yang memasukinya. Dikatakan, “Mana orang-orang yang berpuasa? “ Mereka lalu bangun dan tak seorangpun yang masuk selain mereka. Ketika mereka telah masuk, pintu dikunci sehingga tidak ada yang masuk kecuali mereka”. (HR. Bukhari dan Musliu)
Dari Abu Huraira ra, bahwasannya Rasulullah saw berabda “Barang siapa menafkahkan dua harta kekayaannya di jalan Allah, maka ia akan dipanggil dari pintu-pintu surga, “Wahai hamba Allah ini adalah kebaikan! “Barangsiapa termasuk orang-orang yang melakukan shalat, maka ia akan dipanggil dari pintu shalat, barangsiapa termasuk sebagai orang-orang berjihad, maka ia akan dipanggil dari pintu jihad, barang siapa termasuk orang-orang yang melakukan puasa, maka ia akan di panggil dari pinyu ar-Rayyan dan barangsiapa termasuk orang-orang yang bershadaqah, maka ia akan di panggil dari pintu shadaqah. Lalau Abu Bakar berkata, “Bapakku dan Ibuku sebagai tebusanmu wahai Rasulullah, tidak seorangpun yang butuh dipanggil dari pintu-pintu itu, namun adakah orang yang dipanggil dari semua pintu-ointu itu? “Beliau menjawab, “Ya, ada dan aku berharap engkau termasuk dari mereka”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Dari Abu Said al-Khudri ra iaberkata bahwa rasulullah saw bersabda, “Tidaklah seorang hamba berpuasa satu hari di jalan Allah melainkan Allah akan menjauhkan wajahnya dengan puasanya itu dari api neraka selama tujuh puluh tahun”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Dari Hudzaifah bin al-Yaman ra, ia berkata bahwa umar ra berkata, “Siapakah yang menghafal hadits dari Rasulullah saw tentang fitnah? “Hudzaifah menjawab, “Aku mendengar Rasulullah saw bersabda, “Fitnah (ujian) yang menimpa seorang pada istrinya, hartanya dan tetangganya akan di hapus oleh shalat, puasa dan shadaqah”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Dari Ibnu Mas’ud ra ia berkata, “Aku bersama Rasulullah saw lalu beliau bersabda, “Barangsiapa mampu menikah, menikahlah, karena menikah lebih mampu menahan pandangan dan menjaga kemaluan dan barangsiapa tidak mampu, hendaknya ia berpuasa, karena puasa akan lebih mampu menahan nafsu syahwat”. (HR. Bukhari dan Musli)
Dari Abu Umamah al-bahili ra ia berkata, “Aku mendatangi Rasulullah saw, lalu aku berkata, “Perintahkanlah aku melakukan sesuatu yang aku terima darimu! “Beliau bersabda, “Berpuasalah, karena puasa tidak ada tandingannya”. (HR. An-Nasa’i, ahmad, Ibnu Khuzaimah, Ibnu hibban, al-Hakim dan Abu na’im). [2]
Oleh karena puasa bertujuan menjadikan manusia yang taqwa, maka ia tentu saja mamiliki hikmah, baik ditinjau dari segi kejiwaan (psikologi), jasmani (pisiologi), maupun kemasyarakatan (sosiologi). ditinjau dari segi kejiwaan (psikologi) hikmah puasa yang terpenting ialah membentuk watak untuk patuh dan disiplin terhadap suatu peraturan. Orang yang melakukan puasa berusaha untuk mengendalikan diri serta mematuhi peraturan, yaitu pepraturan yang melarang untuk makan, minum dan melakukan hubungan seks yang sah dalam jangka waktu tertentu. Ia mematuhi peraturan itu tanpa perasaan takut sedikit pun kepada sanksi hukuman. Tetapi betul-betul karena kepatuhan dan kecintaan. Singkatnya, hikmah puasa yang terutama ditinjau dari segi psikologi ialah mengendalikan diri (self-discipline). [3]
Karena puasa bertujuan membentuk manusia yang taqwa, maka ia tentu memiliki hikmah dan faedah yang besar bagi para remaja. Remaja yang masih dalam keadaan transisi yang penuh krisis dan gejolak itu sangat membutuhkan bimbingan dang pegangan yang mantap, sehingga ia akan mampu melewati masa itu dengan selamat dan sukses. Bimbingan dan pegangan yang ampuh untuk mengatasi segala gejolak itu tiada lain hanyalah puasa dan pendidikan agama. Dengan berpuasa yang betul dan seperti yang dikehendaki oleh Allah, segala nafsu-nafsu syetan, seperti onani, homoseks, akan terkendalikan.
Tentang keampuhan puasa dalam memberikan bimbingan kepada remaja dalam mengendalikan diri dari nafsu birahi telah dijelaskan oleh Rasulullah dengan sabdanya:
     "Wahai para pemuda! barangsiapa di antara kamu telah sanggup (memilili biaya untuk kawin), maka hendaklah kawin, karena sesungguhnya kawin itu memelihara mata dan menjaga kesucian faraj. Dan barangsiapa yang belum mampu, maka hendaklah berpuasa. sesungguhnya puasa itu baginya dapat mangurangi nafsu syahwat."
jadi dari hadits di atas, puasa akan bisa mengurangi intensitas nafsu syahwat. Dan inilah media yang paling baik untuk melumpuhkan dorongan syahwat pada diri remaja, yang memang kadang-kadang sulit untuk dikendalikan, sehingga membawa akibat bejatnya moral remaja. Demikian di antara hikmah puasa bagi remaja.[4]

 3. Macam-Macam Puasa Sunnah. 

1. Puasa Enam Hari Di Bulan Syawal.
            Disunnahkan mengiringi puasa Ramadhan dengan puasa enam hari di bulan syawal dan itu sebanding dengan puasa selama setahun.
            Diriwayatkan dari Abu Ayyub al-Anshari ra bahwa Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadhan, lalu ia mengiringnya dengan puasa enam hari di bulan syawal, maka ia seperti berpuasa selama setahun”. (HR. Muslim)
            Imam an-Nawawi berkata dalam syarh Muslim mengatakan, “Para ulama mengatakan bahwa itu sebandingdengan puasa setahun karenasatu kebaikan balasannyasepuluh kali lipat dan puasa sebulan Ramadhan sama dengan puasa sepuluh bulan, sedang puasa enam hari sama dengan puasa dua bulan. Keterangan ini juga terdapat pada hadits marfu’ dalam kitab an-nasa’i.
            Apakah syarat enam hari harus dilakukan secara berurutan?
            “Tidak disyaratkan dilakukan secara berturut. Sehingga boleh saja dilakukan langsung setelah berbuka (pada hari raya), atau terpisah antara keduanya, atau dilakukan berurutan, atau secara acak. Sebab Nabi saw bersabda, “Dan iringilah puasa Ramadhan dengan puasa enam hari bulan syawal”.
            Rasulullah saw menjadikan bulan syawal semuanya waktu untuk berpuasa tanpa mengkhususkan sebagian dari sebagian yang lain. Seandainya beliau menentukan sebagian saja, tentu beliau mengatakan enam hari pada awal bulan atau enam hari pada akhir bulan. Mengiringi Ramadhan dengan puasa enam hari bisa dilakukan di awal syawal dan bisa pula di akhir. Sebab pasti antara puasa tersebut dan puasa Ramadhan terpisah dengan hari raya, padahal hari itu juga ternasuk bulan syawal.
            Dengan demikian dapat juga diketahuibahwa puasa syawal pasti tidak menyatu dengan puasa Ramadhan (karena di pisahkan dengan harti raya). Kemudian karena melakukannya di awal bulanitu kuat karena lebih dekat dengan Ramadhan dan lebih tersambung, dan melakukannya di akhir juga kuat karena menghindari menyatukan dengan puasa Ramadhan dengan puasa selainnya, atau menjadikan hari raya seperti yang dilakukan sebagian orang, maka keduanya adalah seimbang (di awal atau di akhir)”.

2. Puasa Sepuluh Hari Pertama Bulan Dzulhijjah.
            Disunnahkan puasa pada sepuluh hari pertama pada bulan dzulhijjah sebagaimana yang diriwayatkan Ibnu Abbas ra bahwa Rasulullah saw bersabda, “Tidak ada amal yang dilakukan pada hari-hari lain yang lebih baik daripada yang dilakukan pada sepuluh hari ini. “Para sahabat bertanya, “Tidak pula jihad? “Beliau menjawab, “Tidak pula jihad, kecuali seorang laki-laki yang keluar dengan jiwa dan hartanya lalu ia tidak kembali dengan membawa apapun”. 

3. Puasa Arafah.
Disunnahkan berpuasa pada hari Arafah bagi selain orang yang melakukan haji berdasarkan hadits riwayat Abu Qatadah bahwa Rasulullah saw bersabda; “Berpuasa pada hari Arafah aku mengharapkan Allah menghapus dosa-dosa pada tahun lalu dan dosa-dosa pada tahun yang akan datang”. (HR. Muslim).
Imam an-Nawawi berkata dalam al-Majmu mengatakan sabda Nabi mengenai hari arafah bahwa, “Ia dapat menghapus dosa-dosa di tahun yang lalu dan tahun yang akan datang”.
Dikemukakan olah al-Mawardi dalam al-Hawi bahwa hadits ini memiliki dua penafsiran :
Pertama, Allah menghapus dosa-dosa yang dilakukan seseorang selama dua tahun.
Kedua, Allah menjaga seseorang dari melakukan dosa selama dua tahun, sehingga selama itu ia tidak akan bermaksiat.
AS-Sarkhasi berkata, “Adapun pada tahun pertama, maka semua dosa yang dilakukan pada masa itu akan dihapus. “Selanjutnya ia mengatakan, “Sementara itu ulama berbeda pendapat dalam memahami makna penghapusan dosa pada tahun yang akan datang. Sebagian mengatakan “Jika seseorang melakukan maksiat pada tahun itu, maka Allah akan menjadikan puasa hari arafah yang lalu sebagai penghapusnya, sebagaimana ia menjadi penghapus dosa-dosa tahun sebelumnya. “Sebagian lagi mengatakan, Allah menjaganya melakukan dosa-dosa di tahun depan”.
Penulis al-Uddah mengatakan bahwa penghapusan dosa-dosa pada tahun depan memiliki dua makna :
Pertama, meksudnya adalah tahun yang lalu. Sehingga maknanya adalah bahwa puasa itu menghapus dosa-dosa yang dilakukan dua tahun yang lalu.
Kedua, maksudnya memang menghapus dosa-dosa di tahun yang lalu dan tahun yang akan datang.
Dia juga berkata, “Tidak ada ibadah yang sama dengannya yang dapat menghapus dosa-dosa di masa yang akan datang. Ini hanya pada diri Rasulullah saw secara khusus, dimana Allah telah mengampuni kesalahannya yang lalu dan yang akan datang berdasarkan Al-Quran”.
Imam al-Haramain telah menyebutkan dua makna ini. Ia berkata, “Semua hadits-hadits yang menerangkan tentang penghapusan dosa, menurut saya berlaku pada dosa-dosa kecil bukan dosa besar”. Inilah pendapatnya yang didukung oleh hadits shahih diantaranya hadits Utsman ra yang mengatakan.
“Aku mendengar Rasulullah saw bersabda, “apabila telah tiba bagi seorang Muslim saatnya melakukan shalat wajib, lalu ia memperbaiki wudhunya, kekusyuannya dan rukuknya maka semua itu akan menghapuskan dosa-dosanya yang lalu selama ia tidak melakukan dosa besar dan itu berlaku  sepanjang masa”. (hr. Muslim)

4. Puasa Di Bulan Muharram.
            Rasulullah saw menganjurkan puasa pada bulan Muharram dan menjadikannya sebagai bulan yang mulia  setelah bulan Ramadhan.
            Abu Huraira berkata bahwa Rasululla saw bersabda, “Puasa yang paling utama setalah puasa Ramadhan adalah puasa bulan Muharram dan shalat yang paling utama setelah shalat wajib adalah shalat malam”. (HR. Muslim)
            Perkataan Ibnu Rajab dalam Lathaif al-Ma’arif : “Nabi saw menamakan bulan Muharram dengan bulan Allah dan penyandarannya kepada Allah menunjukkan kemuliaan bulan ini. Karena Allah tidak akan menyandarkan kepada-Nya kecuali makhluk pilihan-Nya. Seperti Dia menisbatkan Muhammad, Ibrahim, Ishaq, Ya’kub dan Nabi-Nabi yang lain kepada penghambaan-Nya. Allah juga menisbatkan kepada-Nya rumah-Nya (Baitullah) dan unta-Nya (Naqatullah). Ketika bulan ini memiliki keistimewaan dengan disandarkannya kepada-Nya dan puasa adalah ibadah yang juga disandarkan kepada-Nya karena puasa adalah milikNya, maka pantaslah bulan yang disandarkan kepada Allah mendapatkan keistimewaan tersendiri dengan amal yang juga disandarkan kepadaNya yakni puasa”. 

5. Puasa Hari Asyura (Tanggal Sepuluh Bulan Muharram)
            Disunnahkan puasa pada hari Asyura dan Ibnu Abdil bar dan an-Nawawi telah mengutip ijma’ ulama tentang disunnahkan puasa pada hari ini.
            Abu Qatadah ra mengatakan bahwa Rasulullah saw bersabda, “Puasa hari Asyura aku mengharapkan Allah akan menghapus dosa-dosa ditahun sebelumnya”. (HR. Muslim)
            Muawiyah bin Abu Sufyan berkata, “aku mendengar Rasulullah saw bersabda, “Ini adalah hari Asyura’ dan Allah tidak mewajibkan atas kalian berpuasa, Tetapi saya akan puasa, maka barangsiapa yang ingin puasa, puasalah dan barangsiapa ingin berbuka, berbukalah”. (HR. Bukhari dan Muslim)
            Namun demikian, alangkah lebih baiknya puasa hari Asyura diikuti dengan puasa pada tanggal sembilan bulan Muharram. Hal ini didasarkan pada hadits riwayat Muslim dalam Shahihnya dari Ibnu Abbas bahwa ia berkata, “Ketika Rasulullah saw berpuasa hari Asyura dan memerintahkannya, para sahabat berkata, “Wahai Rasulullah, ini adalah hari yang diagungkan kaum yahudi dan nasrani. “Lalu Rasulullah saw bersabda, “Pada tahun depan -insya Allah- kita akan berpuasa pada tanggal sembilan. “Ibnu Abbas berkata, “Sebelum tiba tahun depan Rasulullah saw telah wafat”.
            Diriwayatkan secara Shahih dari Ibnu Abbas bahwa ia berkata, “Berbedalah dengan kaum Yahudi dan berpuasalah pada tangga sembilan dan sepuluh”.
6. Puasa Sya’ban.
            Disunnahkan memperbanyak puasa pada bulan Sya’ban untuk mengikuti perbuatan Rasulullah saw, dimana beliau selalu berpuasa pada bulan tersebut kecuali beberapa hari saja beliau berbuka
            Aisyah berkata, “Rasulullah saw selalu berpuasa hingga kami mengatakan beliau pernah berbuka dan beliaupun berbuka hingga kami mengatakan beliau tidak berpuasa. Aku tidak pernah melihat Rasulullah saw berpuasa sebulah penuh kecuali pada bulan Ramadhan dan aku tidak pernah melihat beliau memperbanyak puasa seperti yang dilakukannya pada bulan Sya’ban”.
            Sementara dalam riwayat Muslim dikatakan, “Aku tidak pernah melihat Nabi saw berpuasa dalam satu bulan melebihi banyaknya puasa yang beliau lakukan pada bulan Sya’ban. Kadang beliau berpuasa pada bulan Sya’ban sebulan penuh dan kadang hanya beberapa hari saja beliau berbuka pada bulan itu.”

7. Puasa Senin Kamis
            Disunnahkan berpuasa pada hari senin dan kamis karena pada kedua hari itu amal-amal diangkat kepada Rabb alam semesta dan untuk mengikuti perbuatan Rasulullah saw dimana beliau selalu berupaya berpuasa pada kedua hari tersebut.
            Aisyah saw berkata, “Rasulullah saw selalu berupaya berpuasa pada hari senin dan kamis.”
            Abu Qatadah al-Anshari ra meriwayatkan bahwa Rasulullah saw ketika ditanya tentang bagaimana puasanya, beliau marah. Lalu Umar berkata, “Kami ridha Allah sebagai Rabb, Islam sebagai agama, Muhammad sebagai Rasulullah dan baiat kami sebagai baiat”. Lalu beliau ditanya tentang puasa seumur hidup? Beliau menjawab, “Berarti seseorang tidak berpuasa dan tidak pula berbuka? Lalu beliau ditanya tentang puasa dua hari dan berbuka sehari? Beliau menjawab, “Siapa yang mampu melakukan itu? “Lalu beliau ditanya tentang berpuasa sehari dan berbuka dua hari. Jawab beliau, “Semoga Allah memberikan kekuatan kepada kami untuk melakukan itu. “Lalu beliau ditanya tentang berpuasa sehari dan berbuka sehari. Beliau menjawab, “Itu adalah puasa saudaraku Nabi Daus as.”Lalu beliau ditanya tentang puasa hari senin. Beliau menjawab, “Itu adalah hari kelahiranku dan diutusnya aku atau diturunkan wahyu kepadaku”. Abu Qatadah mengatakan Rasulullah saw bersabda, “Berpuasa tiga hari setiap bulan dan berpuasa pada bulan Ramadhan hingga Ramadhan berikutnya adalah berpuasa seumur hidup. “Lalu beliau ditanya tentang berpuasa pada hari Arafah. Beliau menjawab, “Itu dapat menghapus dosa-dosa pada tahun lalu dan tahun yang akan datang”. Lalu beliau ditanya tentang berpuasa pada hari Asyura. Beliau menjawab, “Itu dapat menghapus dosa-dosa pada tahun lalu”. (HR. Muslim).

8. Berpuasa Tiga Hari Setiap Bulan.
            Berpuasa tiga hari setiap bulan adalah Sunnah dan sebanding dengan berpuasa sepanjang masa. Abu huraira ra berkata, Kekasihku (Rasulullah saw) mewasiatkan kepadaku tiga hal; berpuasa tiga hari setiap bulan, melakukan dua rakaat shalat dhuha dan melakukan shalat witir sebelum tidur.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
            Abu Darda’ ra berkata, “Kekasihkku Rasulullah saw mewasiatkan kepadaku tiga hal aku tidak meninggalkannya selama aku masih hidup; berpuasa tiga hari setiap bulan, melakukan shalat dhuha dan tidak tidur sebelum melakukan shalat witir”. (HR. Muslim)
            Disunnahkan melakukan puasa tiga hari pada hari-hari putih (tanggal 13, 14, 15) sebagaimana yang diriwayatkan Ibnu al-Hutakiyah. Ia berkata, “Siapa yang hadir bersama kami pada hari yang susah? “Abu dzar menjawab, “Aku”. Rasulullah saw diberi kelinci lalu laki-laki yang memberinya berkata, “Aku melihat kelinci itu terluka hingga mengeluarkan darah. “Rasulullah saw tidak makan lalu beliau bersabda, “Makanlah!” Seorang laki-laki berkata, “Sesungguhnya saya sedang berpuasa. “Nabi bertanya, “Puasa apa yang sedang kamu lakukan? “Dia menjawab, “Puasa tiga hari setiap bulan”. Beliau bertanya lagi, “Lalu apa yang kamu lakukan pada hari-hari yang putih terang; 13, 14, 15?“ (HR. An-Nasa’i, Ahmad, al-Humaidi, Abdurrazzaq, dan Ibnu Khuzaimah).

9. Berpuasa Sehari Dan Berbuka Sehari.
            Berpuasa sehari dan bebuka sehari adalah puasa Nabi Daud as dan itu adalah puasa yang paling utama, paling adil dan paling dicintai Allah.
            Abdullah bin Amr bin al-Ash berkata, “Sesungguhnya Rasulullah saw berkata kepadanya, “Shalat yang paling disukai Allah adalah shalat Nabi Daud as dan puasa yang disukai Allah juga puasa Nabi Daud as. Tidur separuh malam, shalat sepertiga malam dan tidur lagi seperenam malam. Ia berpuasa sehari dan berbuka sehari”. (HR. Bukhari dan Muslim)[5] .
  
BAB III
KESIMPULAN

·         Kata puasa berasal dari bahasa Arab dari akar kata sha-wa-ma yang secara tat bahasa berarti menahan, berhenti atau diam, tidak melakukan aktifitas. Manusia yang berusaha menahan diri dari apapun kegiatannya disebut al-insan shaim (orang itu berpuasa).
·         Macam macam puasa adalah:
1.Puasa 6 hari di bulan syawal
2.Puasa 10 hari pertama bulan dzulhijah
3.Puasa arafah
4.Puasa di bulan ramadhan
5.Puasa hari asyura
6.Puasa sya’ban
7.Puasa senin kamis
8.Puasa 3 hari setiap bulan
9.Puasa sehari dan berbuka sehari
·         Hikmah Puasa:
1.      Ditinjau dari segi kejiwaan (psikologi), jasmani (pisiologi), maupun kemasyarakatan (sosiologi). ditinjau dari segi kejiwaan (psikologi) hikmah puasa yang terpenting ialah membentuk watak untuk patuh dan disiplin terhadap suatu peraturan. Orang yang melakukan puasa berusaha untuk mengendalikan diri serta mematuhi peraturan, yaitu pepraturan yang melarang untuk makan, minum dan melakukan hubungan seks yang sah dalam jangka waktu tertentu. Ia mematuhi peraturan itu tanpa perasaan takut sedikit pun kepada sanksi hukuman. Tetapi betul-betul karena kepatuhan dan kecintaan. Singkatnya, hikmah puasa yang terutama ditinjau dari segi psikologi ialah mengendalikan diri (self-discipline).
2.       Dengan berpuasa yang betul dan seperti yang dikehendaki oleh Allah, segala nafsu nafsu syetan akan terkendalikan.


DAFTAR PUSTAKA

Alif, Habibi, Risalah Puasa, (Jombang; Darul Hikmah, 2009)
Mabukhin, Imam, Rahasia Puasa bagi Kesehatan Fisik da Psikis, (Yogyakarta; Mitra Pustaka, 2004)


[1][1] .Habibi Alif, Risalah Puasa, (Jombang ; Darul Hikmah, 2009), 7-8
[2] .Ibid,
[3] .Imam Mabukhin, Rahasia Puasa Bagi Kesahatan Fisik dan Psikis, (Yogyakarta;Mitra Pustaka), 207
[4] . Ibid,
[5] . Alif, Risalah Puasa, . . . . . . . . , 10-14

0 comments:

Post a Comment