MAKALAH FIQIH TENTANG PUASA
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Masalah
Seperti yang
kita ketahui agama islam mempunyai lima rukun islam yang salah satunya ialah
puasa, yang mana puasa termasuk rukun islam yang keempat. Karena puasa itu
termasuk rukun islam jadi, semua umat islam wajib melaksanakannya namun pada
kenyataannya banyak umat islam yang tidak melaksanakannya, karena apa? Itu
semua karena mereka tidak mengetahui manfaat dan hikmah puasa. Bahkan, umat
muslim juga masih banyak yang tidak mengetahui pengertian puasa, dan bagaimana
menjalankan puasa dengan baik dan benar.
Banyak
orang-orang yang melakasanakan puasa hanya sekedar melaksanakan, tanpa
mengetahui syarat sahnya puasa dan hal-hal yang membatalkan puasa.
Hasilnya,pada saat mereka berpuasa mereka hanyalah mendapatkan rasa lapar saja.
Sangatlah rugi bagi kita jika sudah berpuasa tetapi tidak mendapatkan pahala.
Seperti yang dikatakan hadits: urung rampung
Oleh karena itu
dalam makalah ini kami akan membahas tentang apa itu puasa, manfaat puasa, dan hikmah puasa.
B.Rumusan
Masalah
1. Apa
pengertian puasa?
2.Apa macam
macam puasa sunah?
3.Apa
hikmahnya?
BAB II
PEMBAHASAN
1. Definisi Dan Makna puasa.
Kata puasa
berasal dari bahasa Arab dari akar kata sha-wa-ma yang secara tat bahasa
berarti menahan, berhenti atau diam, tidak melakukan aktifitas. Manusia yang
berusaha menahan diri dari apapun kegiatannya disebut al-insan shaim (orang itu
berpuasa).
Dalam Al-Quran,
kata-kata al-ahiyam disebutkan sebanyak delapan kali yaitu dalam surat
Al-Baqarah ayat 182, 187, 196, 196, Al-Nisa, ayat 92, Al-Maidah ayat 89 dan 95,
serta surat Al-Mujadilah ayat 4.
Kesemuanya dalam arti puasa menurut pengertian syariah. Satu kali al-Quran
menggunakan kata shaum, tetapi maknanya adalah menahan diri untuk tidak berbicara. Yaitu ucapan Maryam ketika
ada yang mempertanyakan perihal kelahiran anaknya (Isa as) ; “Sesungguhnya Aku telah bernazar berpuasa
unuk Tuhan yang Maha pemurah, Maka aku tidak akan berbicara dengan seorang
manusiapun pada hari ini”. (Maryam : 26)
Al-Quran juga
menggunakan dalam bentuk perintah berpuasa di bulan Ramadhan. Disebutkan dalam
bentuk kata kerj yang menyatakan bahwa berpuasa adalahbaik bagi kamu dalam
surat Al-Baqarah ayat 184; dan barangsiapa menyaksikan bulan itu (Ramadhan)
hendaknya berpuasa dalam surat Al-Baqarah ayat 185. Al-Quran juga sekali
menunjuk kepada para pelaku puasa laki-laki maupun perempuan dalam surat
Al-ahzab ayat 35.
Makna al-shiyam
dalam syariat Islam memiliki dua penertian : Pertama, menahan diri dari segala
perbuatan yang mufthirat (membatalkan);
Kedua, menahan diri dari segala perbuatan yang muhlikat (merusak).
Mufthirat ialah segala tuntutan jasmaniah seperti makan, minum, dan hubungan
seksual suami istri. Menahan diri dari mufthirat berarti menghentikan segala
kegiatan jasmaniah tadi sejak terbit fajar hingga terbenam matahari selama
bulan ramadhan, dilandasi keimanan dan ketaatan terhadap Allah, serta
mengharapkjan keridhaan-Nya semata-mata. Padahal pada hari-hari biasa (di luar
Ramadhan), semua perbuatan itu dihalalkan.
Muhlikat ialah
segala tuntutan nafsu dan syahwat yang menjurus kepada perbuatan dosa (munkar
dan maksiat) seperti berdusta, menista, memfitnah, menghasut, menggunjing,
mengadu domba, menipu, dan perbuatan keji tidak terpuji lainnya. Semua
perbuatan muhlikat tadi diharamkan bagi manusia mukmin bukan pada bulan
Ramadhan saja melainkan juga pada setiap saat.
Memahan diri
dari perbuatan mufthirat dan muhlikat itulah yang dimaksut dengan ibadah puasa
dalam syariat Islam. Nabi Muhammad saw bersabda : “Bukanlah puasa itu (menahan diri) dari makan dan minum saja, melainkan
juga menahan diri dari perbuatan jahat dan keji. Bila ada orang mencaci-maki
atau hendak belaku jahat kepadamu, maka katakanlah kepadanya : “Sesungguhnya
aku berpuasa, sesungguhnya aku berpuasa”. (HR. Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban,
dan Hakim).
“Barang siapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta, dan beramal
dengannya, maka tidak ada penilaian Allah atas jerih payahnya meninggalkan makan dan minum itu”. (HR. Jamaah)[1].
2. Keutamaan Puasa.
Di dalam kitab
Allah dan sunnah Rasulullah saw terdapat banyak nash yang mendorong orang
uintuk melakukan puasa, menjelaskan keutamaannya dan pahala yang Allah janjikan
bagi orang-orang yang berpuasa. Berikut penjelasannya ;
1.
Dasar dari Al-Quran.
“Sesungguhnya
laki-laki dan perempuan yang Muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin,
laki-laki dan perempuan yang tetep dalam dalam ketaatannya, laki-laki dan
perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan
perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya,
laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) allah, Allah telah
menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar”. (Al-Ahzab : 35)
“Mereka itu
adalah orang-orang yang bertaubat, yang beribadat, yang memuji, yang melawat,
yang ruku’, yang sujud, yang menyuruh berbuat ma’ruf dan mencegah perbuatan
munkar dan yang memelihara hukum-hukum Allah. Dan gembirakanlah orang-orang
mukmin itu”. (At-Taubah : 112)
As-Sa’ihun (orang-orang yang melawat) artinya orang-orang yang berpuasa.
2.
Dasar dari hadits Rasulullah saw.
Dari Abu
Huraira ra, ia berkata bahwa Rasulullah saw bersabda, “Semua amal anak Adam
adalah untuknya kecuali puasa, maka ia untuk-Ku dan Aku akan membalasnya. Puasa
adalah perisai (dari perbuatan maksiat) dan apabila seorang darimu telah
berpuasa, maka janganlah dia berkata kotor, brteriak dengan suara keras dan
bila seorang mencelanya atau mengajaknya berkelahi, hendaknya ia mengatakan, “
Sesungguhnya aku sedang berpuasa. “Demi Dzat yang jiwa Muhammad di tangan-Nya,
sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih wangi di sisi allah dari minyak
kasturi. Orang yang berpuasa meraih dua kesenangan; bila ia berbuka ia merasa
senang dan ia berjumpa dengan Rabbnya ia senang dengan puasanya”. (HR. Bukhari
dan Musim)
Dari Sahal bin
Said ra, dari Nabi saw, beliau bersabda, “sesungguhnya di dalam surga ada
sebuah pintu yang disebut dengan ar-Rayyan yang kelak pada hari kiamat akan
dimasuki oleh orang-orang yang berpuasa dan tidak ada orang lain selain mereka
yang memasukinya. Dikatakan, “Mana orang-orang yang berpuasa? “ Mereka lalu
bangun dan tak seorangpun yang masuk selain mereka. Ketika mereka telah masuk,
pintu dikunci sehingga tidak ada yang masuk kecuali mereka”. (HR. Bukhari dan
Musliu)
Dari Abu
Huraira ra, bahwasannya Rasulullah saw berabda “Barang siapa menafkahkan dua
harta kekayaannya di jalan Allah, maka ia akan dipanggil dari pintu-pintu
surga, “Wahai hamba Allah ini adalah kebaikan! “Barangsiapa termasuk
orang-orang yang melakukan shalat, maka ia akan dipanggil dari pintu shalat,
barangsiapa termasuk sebagai orang-orang berjihad, maka ia akan dipanggil dari
pintu jihad, barang siapa termasuk orang-orang yang melakukan puasa, maka ia
akan di panggil dari pinyu ar-Rayyan dan barangsiapa termasuk orang-orang yang
bershadaqah, maka ia akan di panggil dari pintu shadaqah. Lalau Abu Bakar
berkata, “Bapakku dan Ibuku sebagai tebusanmu wahai Rasulullah, tidak
seorangpun yang butuh dipanggil dari pintu-pintu itu, namun adakah orang yang
dipanggil dari semua pintu-ointu itu? “Beliau menjawab, “Ya, ada dan aku
berharap engkau termasuk dari mereka”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Dari Abu Said
al-Khudri ra iaberkata bahwa rasulullah saw bersabda, “Tidaklah seorang hamba
berpuasa satu hari di jalan Allah melainkan Allah akan menjauhkan wajahnya
dengan puasanya itu dari api neraka selama tujuh puluh tahun”. (HR. Bukhari dan
Muslim)
Dari Hudzaifah
bin al-Yaman ra, ia berkata bahwa umar ra berkata, “Siapakah yang menghafal
hadits dari Rasulullah saw tentang fitnah? “Hudzaifah menjawab, “Aku mendengar
Rasulullah saw bersabda, “Fitnah (ujian) yang menimpa seorang pada istrinya,
hartanya dan tetangganya akan di hapus oleh shalat, puasa dan shadaqah”. (HR.
Bukhari dan Muslim)
Dari Ibnu
Mas’ud ra ia berkata, “Aku bersama Rasulullah saw lalu beliau bersabda,
“Barangsiapa mampu menikah, menikahlah, karena menikah lebih mampu menahan
pandangan dan menjaga kemaluan dan barangsiapa tidak mampu, hendaknya ia
berpuasa, karena puasa akan lebih mampu menahan nafsu syahwat”. (HR. Bukhari
dan Musli)
Dari Abu Umamah al-bahili ra ia berkata, “Aku mendatangi Rasulullah
saw, lalu aku berkata, “Perintahkanlah aku melakukan sesuatu yang aku terima
darimu! “Beliau bersabda, “Berpuasalah, karena puasa tidak ada tandingannya”.
(HR. An-Nasa’i, ahmad, Ibnu Khuzaimah, Ibnu hibban, al-Hakim dan Abu na’im). [2]
Oleh karena puasa bertujuan menjadikan manusia yang taqwa, maka ia
tentu saja mamiliki hikmah, baik ditinjau dari segi kejiwaan (psikologi),
jasmani (pisiologi), maupun kemasyarakatan (sosiologi). ditinjau dari segi
kejiwaan (psikologi) hikmah puasa yang terpenting ialah membentuk watak untuk
patuh dan disiplin terhadap suatu peraturan. Orang yang melakukan puasa
berusaha untuk mengendalikan diri serta mematuhi peraturan, yaitu pepraturan
yang melarang untuk makan, minum dan melakukan hubungan seks yang sah dalam
jangka waktu tertentu. Ia mematuhi peraturan itu tanpa perasaan takut sedikit
pun kepada sanksi hukuman. Tetapi betul-betul karena kepatuhan dan kecintaan.
Singkatnya, hikmah puasa yang terutama ditinjau dari segi psikologi ialah
mengendalikan diri (self-discipline). [3]
Karena puasa bertujuan membentuk manusia yang taqwa, maka ia tentu
memiliki hikmah dan faedah yang besar bagi para remaja. Remaja yang masih dalam
keadaan transisi yang penuh krisis dan gejolak itu sangat membutuhkan bimbingan
dang pegangan yang mantap, sehingga ia akan mampu melewati masa itu dengan
selamat dan sukses. Bimbingan dan pegangan yang ampuh untuk mengatasi segala
gejolak itu tiada lain hanyalah puasa dan pendidikan agama. Dengan berpuasa
yang betul dan seperti yang dikehendaki oleh Allah, segala nafsu-nafsu syetan,
seperti onani, homoseks, akan terkendalikan.
Tentang keampuhan puasa dalam memberikan bimbingan kepada remaja
dalam mengendalikan diri dari nafsu birahi telah dijelaskan oleh Rasulullah
dengan sabdanya:
"Wahai para pemuda!
barangsiapa di antara kamu telah sanggup (memilili biaya untuk kawin), maka
hendaklah kawin, karena sesungguhnya kawin itu memelihara mata dan menjaga
kesucian faraj. Dan barangsiapa yang belum mampu, maka hendaklah berpuasa.
sesungguhnya puasa itu baginya dapat mangurangi nafsu syahwat."
jadi dari hadits di atas, puasa akan bisa mengurangi intensitas
nafsu syahwat. Dan inilah media yang paling baik untuk melumpuhkan dorongan
syahwat pada diri remaja, yang memang kadang-kadang sulit untuk dikendalikan,
sehingga membawa akibat bejatnya moral remaja. Demikian di antara hikmah puasa
bagi remaja.[4]
3. Macam-Macam Puasa Sunnah.
1.
Puasa Enam Hari Di Bulan Syawal.
Disunnahkan
mengiringi puasa Ramadhan dengan puasa enam hari di bulan syawal dan itu
sebanding dengan puasa selama setahun.
Diriwayatkan dari
Abu Ayyub al-Anshari ra bahwa Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa yang
berpuasa di bulan Ramadhan, lalu ia mengiringnya dengan puasa enam hari di
bulan syawal, maka ia seperti berpuasa selama setahun”. (HR. Muslim)
Imam an-Nawawi
berkata dalam syarh Muslim mengatakan, “Para ulama mengatakan bahwa itu
sebandingdengan puasa setahun karenasatu kebaikan balasannyasepuluh kali lipat
dan puasa sebulan Ramadhan sama dengan puasa sepuluh bulan, sedang puasa enam
hari sama dengan puasa dua bulan. Keterangan ini juga terdapat pada hadits
marfu’ dalam kitab an-nasa’i.
Apakah syarat enam
hari harus dilakukan secara berurutan?
“Tidak disyaratkan
dilakukan secara berturut. Sehingga boleh saja dilakukan langsung setelah
berbuka (pada hari raya), atau terpisah antara keduanya, atau dilakukan
berurutan, atau secara acak. Sebab Nabi saw bersabda, “Dan iringilah puasa
Ramadhan dengan puasa enam hari bulan syawal”.
Rasulullah saw
menjadikan bulan syawal semuanya waktu untuk berpuasa tanpa mengkhususkan
sebagian dari sebagian yang lain. Seandainya beliau menentukan sebagian saja,
tentu beliau mengatakan enam hari pada awal bulan atau enam hari pada akhir
bulan. Mengiringi Ramadhan dengan puasa enam hari bisa dilakukan di awal syawal
dan bisa pula di akhir. Sebab pasti antara puasa tersebut dan puasa Ramadhan
terpisah dengan hari raya, padahal hari itu juga ternasuk bulan syawal.
Dengan demikian
dapat juga diketahuibahwa puasa syawal pasti tidak menyatu dengan puasa
Ramadhan (karena di pisahkan dengan harti raya). Kemudian karena melakukannya
di awal bulanitu kuat karena lebih dekat dengan Ramadhan dan lebih tersambung,
dan melakukannya di akhir juga kuat karena menghindari menyatukan dengan puasa
Ramadhan dengan puasa selainnya, atau menjadikan hari raya seperti yang
dilakukan sebagian orang, maka keduanya adalah seimbang (di awal atau di
akhir)”.
2.
Puasa Sepuluh Hari Pertama Bulan Dzulhijjah.
Disunnahkan puasa
pada sepuluh hari pertama pada bulan dzulhijjah sebagaimana yang diriwayatkan
Ibnu Abbas ra bahwa Rasulullah saw bersabda, “Tidak ada amal yang dilakukan
pada hari-hari lain yang lebih baik daripada yang dilakukan pada sepuluh hari
ini. “Para sahabat bertanya, “Tidak pula jihad? “Beliau menjawab, “Tidak pula
jihad, kecuali seorang laki-laki yang keluar dengan jiwa dan hartanya lalu ia
tidak kembali dengan membawa apapun”.
3.
Puasa Arafah.
Disunnahkan
berpuasa pada hari Arafah bagi selain orang yang melakukan haji berdasarkan
hadits riwayat Abu Qatadah bahwa Rasulullah saw bersabda; “Berpuasa pada hari Arafah aku mengharapkan Allah menghapus dosa-dosa pada
tahun lalu dan dosa-dosa pada tahun yang akan datang”. (HR. Muslim).
Imam an-Nawawi
berkata dalam al-Majmu mengatakan sabda Nabi mengenai hari arafah bahwa, “Ia
dapat menghapus dosa-dosa di tahun yang lalu dan tahun yang akan datang”.
Dikemukakan
olah al-Mawardi dalam al-Hawi bahwa hadits ini memiliki dua penafsiran :
Pertama, Allah
menghapus dosa-dosa yang dilakukan seseorang selama dua tahun.
Kedua, Allah
menjaga seseorang dari melakukan dosa selama dua tahun, sehingga selama itu ia
tidak akan bermaksiat.
AS-Sarkhasi
berkata, “Adapun pada tahun pertama, maka semua dosa yang dilakukan pada masa
itu akan dihapus. “Selanjutnya ia mengatakan, “Sementara itu ulama berbeda
pendapat dalam memahami makna penghapusan dosa pada tahun yang akan datang.
Sebagian mengatakan “Jika seseorang melakukan maksiat pada tahun itu, maka
Allah akan menjadikan puasa hari arafah yang lalu sebagai penghapusnya,
sebagaimana ia menjadi penghapus dosa-dosa tahun sebelumnya. “Sebagian lagi
mengatakan, Allah menjaganya melakukan dosa-dosa di tahun depan”.
Penulis
al-Uddah mengatakan bahwa penghapusan dosa-dosa pada tahun depan memiliki dua makna
:
Pertama,
meksudnya adalah tahun yang lalu. Sehingga maknanya adalah bahwa puasa itu
menghapus dosa-dosa yang dilakukan dua tahun yang lalu.
Kedua,
maksudnya memang menghapus dosa-dosa di tahun yang lalu dan tahun yang akan
datang.
Dia juga
berkata, “Tidak ada ibadah yang sama dengannya yang dapat menghapus dosa-dosa
di masa yang akan datang. Ini hanya pada diri Rasulullah saw secara khusus,
dimana Allah telah mengampuni kesalahannya yang lalu dan yang akan datang
berdasarkan Al-Quran”.
Imam al-Haramain
telah menyebutkan dua makna ini. Ia berkata, “Semua hadits-hadits yang
menerangkan tentang penghapusan dosa, menurut saya berlaku pada dosa-dosa kecil
bukan dosa besar”. Inilah pendapatnya yang didukung oleh hadits shahih
diantaranya hadits Utsman ra yang mengatakan.
“Aku mendengar
Rasulullah saw bersabda, “apabila telah tiba bagi seorang Muslim saatnya
melakukan shalat wajib, lalu ia memperbaiki wudhunya, kekusyuannya dan rukuknya
maka semua itu akan menghapuskan dosa-dosanya yang lalu selama ia tidak melakukan
dosa besar dan itu berlaku sepanjang
masa”. (hr. Muslim)
4.
Puasa Di Bulan Muharram.
Rasulullah saw
menganjurkan puasa pada bulan Muharram dan menjadikannya sebagai bulan yang
mulia setelah bulan Ramadhan.
Abu Huraira
berkata bahwa Rasululla saw bersabda, “Puasa yang paling utama setalah puasa
Ramadhan adalah puasa bulan Muharram dan shalat yang paling utama setelah
shalat wajib adalah shalat malam”. (HR. Muslim)
Perkataan Ibnu
Rajab dalam Lathaif al-Ma’arif : “Nabi saw menamakan bulan Muharram dengan
bulan Allah dan penyandarannya kepada Allah menunjukkan kemuliaan bulan ini.
Karena Allah tidak akan menyandarkan kepada-Nya kecuali makhluk pilihan-Nya.
Seperti Dia menisbatkan Muhammad, Ibrahim, Ishaq, Ya’kub dan Nabi-Nabi yang
lain kepada penghambaan-Nya. Allah juga menisbatkan kepada-Nya rumah-Nya
(Baitullah) dan unta-Nya (Naqatullah). Ketika bulan ini memiliki keistimewaan
dengan disandarkannya kepada-Nya dan puasa adalah ibadah yang juga disandarkan
kepada-Nya karena puasa adalah milikNya, maka pantaslah bulan yang disandarkan
kepada Allah mendapatkan keistimewaan tersendiri dengan amal yang juga
disandarkan kepadaNya yakni puasa”.
5.
Puasa Hari Asyura (Tanggal Sepuluh Bulan Muharram)
Disunnahkan puasa
pada hari Asyura dan Ibnu Abdil bar dan an-Nawawi telah mengutip ijma’ ulama
tentang disunnahkan puasa pada hari ini.
Abu Qatadah ra
mengatakan bahwa Rasulullah saw bersabda, “Puasa hari Asyura aku mengharapkan
Allah akan menghapus dosa-dosa ditahun sebelumnya”. (HR. Muslim)
Muawiyah bin Abu
Sufyan berkata, “aku mendengar Rasulullah saw bersabda, “Ini adalah hari
Asyura’ dan Allah tidak mewajibkan atas kalian berpuasa, Tetapi saya akan
puasa, maka barangsiapa yang ingin puasa, puasalah dan barangsiapa ingin
berbuka, berbukalah”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Namun demikian,
alangkah lebih baiknya puasa hari Asyura diikuti dengan puasa pada tanggal
sembilan bulan Muharram. Hal ini didasarkan pada hadits riwayat Muslim dalam
Shahihnya dari Ibnu Abbas bahwa ia berkata, “Ketika Rasulullah saw berpuasa
hari Asyura dan memerintahkannya, para sahabat berkata, “Wahai Rasulullah, ini
adalah hari yang diagungkan kaum yahudi dan nasrani. “Lalu Rasulullah saw
bersabda, “Pada tahun depan -insya Allah- kita akan berpuasa pada tanggal
sembilan. “Ibnu Abbas berkata, “Sebelum tiba tahun depan Rasulullah saw telah
wafat”.
Diriwayatkan
secara Shahih dari Ibnu Abbas bahwa ia berkata, “Berbedalah dengan kaum Yahudi
dan berpuasalah pada tangga sembilan dan sepuluh”.
6.
Puasa Sya’ban.
Disunnahkan
memperbanyak puasa pada bulan Sya’ban untuk mengikuti perbuatan Rasulullah saw,
dimana beliau selalu berpuasa pada bulan tersebut kecuali beberapa hari saja
beliau berbuka
Aisyah berkata,
“Rasulullah saw selalu berpuasa hingga kami mengatakan beliau pernah berbuka
dan beliaupun berbuka hingga kami mengatakan beliau tidak berpuasa. Aku tidak
pernah melihat Rasulullah saw berpuasa sebulah penuh kecuali pada bulan
Ramadhan dan aku tidak pernah melihat beliau memperbanyak puasa seperti yang
dilakukannya pada bulan Sya’ban”.
Sementara dalam
riwayat Muslim dikatakan, “Aku tidak pernah melihat Nabi saw berpuasa dalam
satu bulan melebihi banyaknya puasa yang beliau lakukan pada bulan Sya’ban.
Kadang beliau berpuasa pada bulan Sya’ban sebulan penuh dan kadang hanya
beberapa hari saja beliau berbuka pada bulan itu.”
7.
Puasa Senin Kamis
Disunnahkan
berpuasa pada hari senin dan kamis karena pada kedua hari itu amal-amal
diangkat kepada Rabb alam semesta dan untuk mengikuti perbuatan Rasulullah saw
dimana beliau selalu berupaya berpuasa pada kedua hari tersebut.
Aisyah saw
berkata, “Rasulullah saw selalu berupaya berpuasa pada hari senin dan kamis.”
Abu Qatadah
al-Anshari ra meriwayatkan bahwa Rasulullah saw ketika ditanya tentang
bagaimana puasanya, beliau marah. Lalu Umar berkata, “Kami ridha Allah sebagai
Rabb, Islam sebagai agama, Muhammad sebagai Rasulullah dan baiat kami sebagai
baiat”. Lalu beliau ditanya tentang puasa seumur hidup? Beliau menjawab,
“Berarti seseorang tidak berpuasa dan tidak pula berbuka? Lalu beliau ditanya
tentang puasa dua hari dan berbuka sehari? Beliau menjawab, “Siapa yang mampu
melakukan itu? “Lalu beliau ditanya tentang berpuasa sehari dan berbuka dua
hari. Jawab beliau, “Semoga Allah memberikan kekuatan kepada kami untuk
melakukan itu. “Lalu beliau ditanya tentang berpuasa sehari dan berbuka sehari.
Beliau menjawab, “Itu adalah puasa saudaraku Nabi Daus as.”Lalu beliau ditanya
tentang puasa hari senin. Beliau menjawab, “Itu adalah hari kelahiranku dan
diutusnya aku atau diturunkan wahyu kepadaku”. Abu Qatadah mengatakan
Rasulullah saw bersabda, “Berpuasa tiga hari setiap bulan dan berpuasa pada
bulan Ramadhan hingga Ramadhan berikutnya adalah berpuasa seumur hidup. “Lalu
beliau ditanya tentang berpuasa pada hari Arafah. Beliau menjawab, “Itu dapat
menghapus dosa-dosa pada tahun lalu dan tahun yang akan datang”. Lalu beliau
ditanya tentang berpuasa pada hari Asyura. Beliau menjawab, “Itu dapat
menghapus dosa-dosa pada tahun lalu”. (HR. Muslim).
8.
Berpuasa Tiga Hari Setiap Bulan.
Berpuasa tiga hari
setiap bulan adalah Sunnah dan sebanding dengan berpuasa sepanjang masa. Abu
huraira ra berkata, Kekasihku (Rasulullah saw) mewasiatkan kepadaku tiga hal;
berpuasa tiga hari setiap bulan, melakukan dua rakaat shalat dhuha dan
melakukan shalat witir sebelum tidur.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Abu Darda’ ra
berkata, “Kekasihkku Rasulullah saw mewasiatkan kepadaku tiga hal aku tidak
meninggalkannya selama aku masih hidup; berpuasa tiga hari setiap bulan,
melakukan shalat dhuha dan tidak tidur sebelum melakukan shalat witir”. (HR.
Muslim)
Disunnahkan
melakukan puasa tiga hari pada hari-hari putih (tanggal 13, 14, 15) sebagaimana
yang diriwayatkan Ibnu al-Hutakiyah. Ia berkata, “Siapa yang hadir bersama kami
pada hari yang susah? “Abu dzar menjawab, “Aku”. Rasulullah saw diberi kelinci
lalu laki-laki yang memberinya berkata, “Aku melihat kelinci itu terluka hingga
mengeluarkan darah. “Rasulullah saw tidak makan lalu beliau bersabda,
“Makanlah!” Seorang laki-laki berkata, “Sesungguhnya saya sedang berpuasa.
“Nabi bertanya, “Puasa apa yang sedang kamu lakukan? “Dia menjawab, “Puasa tiga
hari setiap bulan”. Beliau bertanya lagi, “Lalu apa yang kamu lakukan pada
hari-hari yang putih terang; 13, 14, 15?“ (HR. An-Nasa’i, Ahmad, al-Humaidi,
Abdurrazzaq, dan Ibnu Khuzaimah).
9.
Berpuasa Sehari Dan Berbuka Sehari.
Berpuasa sehari
dan bebuka sehari adalah puasa Nabi Daud as dan itu adalah puasa yang paling
utama, paling adil dan paling dicintai Allah.
Abdullah bin Amr
bin al-Ash berkata, “Sesungguhnya Rasulullah saw berkata kepadanya, “Shalat
yang paling disukai Allah adalah shalat Nabi Daud as dan puasa yang disukai
Allah juga puasa Nabi Daud as. Tidur separuh malam, shalat sepertiga malam dan
tidur lagi seperenam malam. Ia berpuasa sehari dan berbuka sehari”. (HR.
Bukhari dan Muslim)[5]
.
BAB III
KESIMPULAN
·
Kata puasa berasal dari bahasa Arab dari akar kata sha-wa-ma yang
secara tat bahasa berarti menahan, berhenti atau diam, tidak melakukan
aktifitas. Manusia yang berusaha menahan diri dari apapun kegiatannya disebut al-insan
shaim (orang itu berpuasa).
·
Macam macam puasa adalah:
1.Puasa 6 hari di bulan syawal
2.Puasa 10 hari pertama bulan dzulhijah
3.Puasa arafah
4.Puasa di bulan ramadhan
5.Puasa hari asyura
6.Puasa sya’ban
7.Puasa senin kamis
8.Puasa 3 hari setiap bulan
9.Puasa sehari dan berbuka sehari
·
Hikmah Puasa:
1.
Ditinjau dari segi kejiwaan (psikologi), jasmani (pisiologi),
maupun kemasyarakatan (sosiologi). ditinjau dari segi kejiwaan (psikologi)
hikmah puasa yang terpenting ialah membentuk watak untuk patuh dan disiplin
terhadap suatu peraturan. Orang yang melakukan puasa berusaha untuk
mengendalikan diri serta mematuhi peraturan, yaitu pepraturan yang melarang
untuk makan, minum dan melakukan hubungan seks yang sah dalam jangka waktu
tertentu. Ia mematuhi peraturan itu tanpa perasaan takut sedikit pun kepada
sanksi hukuman. Tetapi betul-betul karena kepatuhan dan kecintaan. Singkatnya,
hikmah puasa yang terutama ditinjau dari segi psikologi ialah mengendalikan
diri (self-discipline).
2.
Dengan berpuasa yang betul
dan seperti yang dikehendaki oleh Allah, segala nafsu nafsu syetan akan
terkendalikan.
DAFTAR PUSTAKA
Alif, Habibi, Risalah Puasa,
(Jombang; Darul Hikmah, 2009)
Mabukhin, Imam, Rahasia Puasa
bagi Kesehatan Fisik da Psikis, (Yogyakarta; Mitra Pustaka, 2004)
0 comments:
Post a Comment